ENAM

54 10 0
                                    

Hubungan Abel dan Satria semakin dekat. Meski tahu dia tidak akan bisa menjadi kekasih Satria, Abel tidak keberatan. Toh Satria juga tidak memiliki kekasih dan semua orang menganggap Abel adalah gadis spesial untuk Satria.

Tetapi ketika memasuki semester dua, Abel mulai risih, ketika semua orang membicarakannya, "Kasihan tuh cewek, cuma dikasih harapan doang sama Satria." Atau, "Harusnya tuh cewek bersyukur masih bisa deket sama Satria, selama ini kan Satria hanya dekat dengan anggota Rohis yang freak. Walaupun tuh cewek rada freak, yang penting cakep!"

Dan Abel setuju dengan pendapat terakhir. Dia bersyukur masih bisa berdekatan dengan Satria, namun dia tidak bisa menganggap Satria adalah temannya. Sudah cukup Satria memberi harapan padanya.

Karena itu, Abel memutuskan untuk menjauh dari Satria. Dia meminta pembantunya untuk tidak membukakan pintu jika Satria datang ke rumah. Dia tidak pernah menanggapi panggilan pemuda itu di sekolah. Dan setelah itu, Satria tidak pernah mencoba menghubinginya. Mungkin pemuda itu tidak terlalu membutuhkan Abel seperti Abel membutuhkannya untuk mengajarinya matematika.

Abel tidak bisa mengekang rasa rindunya tanpa Satria. Dia memutuskan untuk menemui Satria di masjid ketika istirahat makan siang. Biasanya, Satria-lah yang menjadi imam sholat zuhur. Sejak itu Abel bersemangat untuk beribadah.

Tetapi apa yang dilihatnya saat itu justru membuatnya enggan untuk sholat. Satria tengah berbicara dengan gadis seangkatan dirinya di dekat tempat wudhu, dan gadis itu memakai kerudung. Pasti anggota Rohis, desahnya putus asa.

Gadis berkerudung itu sangat cantik, campuran Arab-Indo. Sudah cantik, memakai kerudung pula. Tidak heran Satria tidak menghubunginya. Pemuda itu pasti sudah menemukan gadis yang lebih pantas untuknya. Dan itu bukan Abel.

Abel membalikkan tubuhnya dan meninggalkan masjid. Dia ingin menangis. Tapi tidak tahu di mana, dan untuk apa. Ya, untuk apa dia menangis? Dia tahu ini akan terjadi. Satria tidak akan pernah memintanya untuk menjadi kekasihnya karena pemuda itu masih mencari perempuan yang lebih hebat daripada Abel.

Seharusnya aku tidak membiarkannya masuk ke dalam hidupku, isak Abel dalam hati, ketika dia menemukan sebuah tempat untuk menangis. Di belakang sekolah. Dia duduk di teras rumah Pak Asep.

Gadis itu tidak menyadari, ada mata yang tengah menatapnya dari balik jendela rumah Pak Asep. Mata itu tidak bergerak sekalipun, terus menatapnya, seolah membiarkan Abel untuk tenang dulu.

Abel tidak kuat. Dia ingin sekali meninju wajah Satria dan memaksa pemuda itu untuk menjadi kekasihnya. Tapi Satria pasti akan menganggapnya gila. Tidak, Abel tidak ingin Satria menganggapnya gila. Tidak gila saja dia tidak disukai pemuda itu, apalagi gila.

Seseorang duduk di sebelahnya.

Satria.

Terus terang Abel tidak ingin Satria melihat kesedihannya. Dia tidak ingin Satria berpikir dia adalah gadis yang lemah, hanya karena Satria bicara dengan gadis lain.

"Mengapa kau lari, Abel?" tanya Satria lemas. "Kau tahu, aku mencarimu ke mana-mana. Dan aku menemukanmu di sini, dengan kesedihan di wajahmu. Apa yang membebanimu, Bel?"

KAU!

"Aku terlihat sedih, ya?" Abel memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Tidak, aku hanya merenung saja. Tidak sedih sama sekali, kok."

Satria mendekatkan Abel pada tubuhnya. Dirangkulnya Abel dan diletakkanya kepala gadis itu di bahunya. "Karena aku dekat dengan Prita?"

"Prita?"

"Gadis yang kau lihat di masjid. Iya, kan?"

"Aku tidak melihatnya."

"Tentu saja kau melihatnya. Tadinya aku ingin mengenalkan dia padamu, tapi kau malah perg seperti hantu."

Love Me, Abel | Prequel Ketidaksetiaan Pak DirekturWhere stories live. Discover now