SEMBILAN

67 10 1
                                    

Paris, sepuluh tahun kemudian..


"Ini utangku pada bank dan dua lintah darat." Charles menunjukkan Abel beberapa kontrak peminjaman uang dari beberapa kreditur. "Aku sudah ada setengahnya untuk melunasi utang-utang ini."

"Lalu apa yang bisa aku bantu?" tanya Abel memberi perhatian. Selama ini kakak tirinya selalu membantunya. Dari membiayainya sekolah kuliner sampai membangun kedai kue. 

Charles menyipitkan kedua matanya. "Kau tidak marah setelah tadi aku menjelaskan padamu bagaimana aku bisa berutang sebanyak ini? Tentang bisnis kasinoku, kau tidak kaget, Abel?"

"Ya, seharusnya aku tahu pendapatanmu dari kantor hukum yang kau punya tidak akan memberikan kemewahan yang kau punya sekarang," sahut Abel tenang. 

"Ada satu pemain judi di tempatku yang bersedia membayar utang-utangku, Bel. Aku ingin kau menemuinya untuk datang ke sini. Atau, tak usah ke sini, yang penting dia mau transfer uangnya ke aku."

"Kau tidak bisa melakukannya sendiri?"

"Dan meninggalkan Marie yang sedang hamil? Oh, tentu tidak. Untuk apa aku punya adik jika adikku yang baik hati ini tidak bisa membantu aku?" Charles tersenyum masam, tidak bermaksud menyinggung hati adiknya. "Orang ini bernama Alex Danishwara. Dia tinggal di Indonesia."

"Indonesia....," gumam Abel sendu. 

Charles memahami kesedihan yang mulai merambati hati Abel. "Sudah saatnya kau melupakan pengalaman buruk di masa lalu dengan menghadapinya. Bagaimana pun Indonesia kan tempat asalmu, Abel? Kau tidak bisa menghindari negara itu terus-terusan." Charles diam sejenak. "Bantu aku, Abel, nanti aku juga bantu kau untuk menjelaskan pada Oscar. Aku yakin dia mengerti, bahkan mendukung setelah tahu kau membantu kakakmu."


**



"Apa betul ini rumah Alex Danishwara?" tanya Abel pada ibu tua yang menghampirinya. Sudah setengah jam Abel berdiri di depan rumah mewah itu dan tak ada satu pun yang datang padanya selain ibu tua ini.

Ibu tua itu menatapnya tajam. "Ada keperluan apa Anda dengan, ehm, Alex Danishwara?"

"Kakak saya, Charles dari Paris, membutuhkan bantuannya. "

Ibu tua itu menatapnya sejenak, lalu mempersilakannya untuk masuk ke rumah mewah di kawasan Menteng itu. Abel mengikuti ibu tua itu sambil memperhatikan betapa besar dan megahnya rumah itu.

Dia jadi teringat rumah lamanya di Menteng. Hm, Menteng. Kawasan ini mengingatkannya pada masa lalu.

Seharusnya dia tidak berada di Jakarta. Tidak berada di Indonesia. Seharusnya dia berada di pinggir kota Paris, menikmati wine-nya bersama kekasihnya di beranda apartemennya.

Atau... Charles memang sengaja? Charles tahu selama ini Abel belum bisa menghilangkan rasa sedihnya. Terkadang Charles menangkap raut wajah Abel yang berubah sedih, jika disinggung oleh beberapa kata. Seperti pantai, kecelakaan, dan meninggal. Karena itu kakaknya sengaja membuat Abel kembali ke Indonesia. Karena dia tahu, Abel tidak bisa menolak dirinya, dan sebenarnya dalam lubuk hati Abel terdapat rasa rindu yang amat dalam.

Terdengar suara klakson mobil ketika Abel berjalan dari gerbang ke lobi rumah itu. "Bisa minggir tidak, Mbak? Mobilnya mau lewat!"

Abel segera menepikan dirinya. Ketika mobil yang dimaksud meninggalkan rumah itu, Abel segera menghampiri orang yang baru saja meneriakinya.

"Anda..."

Abel baru menyadari bahwa yang kini bicara dengannya adalah pembantu Satria, Pak Ardi. Dan sepertinya mantan pembantu Satria itu terkejut melihatnya.

Love Me, Abel | Prequel Ketidaksetiaan Pak DirekturWhere stories live. Discover now