6. ANAKKU YANG HILANG

1.9K 184 14
                                    

Hasan menyodorkan sebuah foto pada kedua orang tuanya. Foto itu ia dapatkan dari Karin yang hobi memotret Renma diam-diam. Seketika kedua mata Bu Inayah dan Pak Rahman terbelalak tak percaya. Bagaimana mungkin ada remaja yang sangat mirip dengan Hasan dan Ana?

"Da ... dari mana kamu dapat foto ini?" tanya Pak Rahman.

"Dari SMA Mulia Bakti, Yah," jawab Hasan.

"Jangan-jangan ... anak yang ada di foto ini adalah anak kita, Mas," tebak Bu Inayah benar.

"Awalnya, ada beberapa anak dari SMA lain yang memanggilku dengan nama Renma. Anak-anak itu tiba-tiba mengeroyokku. Tentu aja aku bingung. Tapi setelah aku ingat lagi, Bunda sama Ayah pernah cerita kalau aku sebenarnya punya saudara kembar yang hilang. Jadi aku berasumsi barangkali anak yang bernama Renma itu adalah saudara kembarku," jelas Hasan.

"Lalu, di mana dia sekarang?" tanya Bu Inayah antusias. Betapa tidak? Anak yang hilang 16 silam mungkin saja bisa ia temukan.

"Tadi pagi aku datang ke sekolahnya. Dan semua orang mengira kalau aku ini Renma. Tapi sayangnya, aku nggak berjumpa dia di sana. Salah seorang teman bilang, Renma ada urusan," jawab Hasan setengah menutupi.

Tidak mungkin ia bilang ke kedua orang tuanya bahwa Renma tidak ada di sekolah hanya untuk ikut tawuran. Apalagi berdasarkan informasi yang ia dapat, Renma terkenal sebagai bocah badung yang sulit diatur. Tak hanya tawuran, Renma juga sering bolos, menentang guru, balapan liar, dan mabuk-mabukan.

"Mas, kita harus cari dia sekarang, Mas! Kita harus memastikan apa benar dia itu Husein, anak kita," pinta Bu Inayah.

"Kita akan cari dia besok pagi karena hari ini sudah malam. Apalagi jalanan kota Jakarta nggak begitu aman," ujar Pak Rahman memutuskan.

"Tapi kalau kita nggak cepet-cepet, takutnya nanti kita kehilangan kesempatan bertemu dia," tuntut Bu Inayah. Ia hanya ingin cepat-cepat bertemu seorang anak yang mungkin saja adalah putranya.

"Sayang, hari ini udah malam. Apalagi hujan deras. Lagian SMA Mulia Bakti sudah pasti tutup jam segini. Terlalu beresiko untuk melakukan perjalanan di malam ini juga. Kamu masih ingat malam di mana kita kehilangan Husein, kan?"

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam. Hujan di luar sana masih sangat deras, bercampur kilatan petir yang menjulur-julur. Seketika memori Bu Inayah kembali pada hari di mana ia dan suami mengalami kecelakaan 16 tahun lalu. Jalanan begitu licin karena guyuran air hujan. Lampu-lampu mati karena sebuah pohon tumbang, membuat penerangan semakin minim. Bu Inayah dan Pak Rahman harus membawa ketiga anak kembarnya ke rumah sakit karena demam tinggi. Namun sebelum sampai rumah sakit, kecelakaan hebat terjadi. Saat Bu Inayah membuka matanya, salah satu anaknya telah hilang entah ke mana. Kalaupun anak itu meninggal karena kecelakaan, Bu Inayah masih ingin melihat jasadnya dengan mata kepala sendiri.

000

Di dalam kamar kos yang berdebu, Renma menggigil kedinginan dengan sekujur tubuh babak belur, meringkuk di atas kasur, menahan sakit. Dia demam tinggi, membutuhkan selimut untuk menghangatkan diri. Diraihnya ponselnya yang berada di nakas meja. Namun sayang, ponsel itu hanya menyala sebentar, lalu mati. Renma teringat jika ponsel itu sempat terkena air hujan cukup lama.

"Sialan! Gue nggak bisa nelpon Vino atau Rion," keluh Renma.

Kepala remaja itu mendadak pusing bukan main. Ia memijat kedua pelipisnya, berharap pusing di kepalanya segera hilang sampai akhirnya ia pingsan, tak sadarkan diri. Dalam keadaan itu, ia bermimpi menggantikan posisi remaja yang memiliki wajah yang sangat mirip dengannya. Lagi-lagi ia berandai-andai hidup di dalam keluarga yang harmonis.

Keesokan paginya, Renma terbangun. Dilihatnya sinar matahari yang menerobos jendela, membuat matanya menyipit karena silau. Ia lantas berjalan sempoyongan menuju warung terdekat untuk membeli sarapan, obat, dan sebungkus rokok. Untungnya, ia masih memiliki uang yang tersisa di dompetnya.

Kepala Renma masih terasa sangat pusing. Membuatnya tak sadar jika seorang pencopet mengintainya saat dalam perjalanan kembali ke kos-kosan. Setibanya di kamar, Renma tersadar dompetnya telah hilang dicuri orang.

"Kesialan apa lagi ini?" Renma mengacak rambut kesal.

Sungguh hari yang berat untuk Renma. Pertama, ia dijebak Yogi. Kedua, ia diusir dari rumah. Ketiga, ponselnya rusak karena hujan. Dan sekarang? Dompet beserta seluruh isinya hilang dicuri orang. Bagus! Tidak pernah Renma merasa sesial ini dalam hidupnya.

"Ya udahlah. Gue makan dulu sama minum obat. Setelah badan gue agak mendingan, nanti gue pinjam uang ke Vino atau Rion," pikir Renma, lalu ia menyantap sarapannya.

Setelah makan, Renma memutuskan untuk kembali beristirahat. Sekujur tubuhnya benar-benar masih terasa sangat sakit, mengingat ia dikeroyok oleh lima orang sekaligus dan diguyur hujan beberapa jam.

Demam Renma sedikit turun. Rasa pusing di kepalanya pun juga berangsur membaik. Ia melihat jam dinding, tepat setelah ia terbangun. Jam dinding itu menunjukkan pukul 12 siang. Renma memutuskan untuk pergi ke rumah Vino. Namun sialnya, ia kehabisan bensin di tengah perjalanan.

"Bagus! Kesialan gue masih nggak mau berhenti ternyata!" Renma menendang kesal ban motornya.

Dengan tenaganya yang tersisa, Renma menuntun motornya menuju minimarket terdekat. Setidaknya di sana cukup aman untuk memarkir motor mahal karena terdapat CCTV yang memantau.

"Capek banget, anjir!" Renma terduduk di lantai minimarket sambil mengusap keringat dengan lengannya.

Seorang ibu-ibu keluar dari minimarket sambil meneguk minuman dingin berion. Renma seketika meneguk ludah, rasa haus setelah menuntun motor sejauh satu kilo meter membuatnya menginginkan minuman itu juga. Namun apalah daya? Saat ini ia tak mempunyai uang sepeser pun!

Renma memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumah Vino yang kira-kira berjarak kurang lebih 5 km dari minimarket tempatnya menitipkan motor. Namun tak disangka-sangka, sesampainya di sana, Renma melihat Vino dipukuli orang tuanya. Melihat hal itu, Renma mengurungkan niat meminjam uang. Lucunya, Renma juga melihat hal yang sama saat tiba di rumah Rion. Lagi-lagi, ia mengurungkan niatnya.

Kepala Renma kembali pusing, tubuhnya bertambah sakit, perutnya pun mulai keroncongan.Sedangkan demam yang tadinya sempat hilang, mendadak kembali. Mungkin karena Renma melakukan perjalanan yang begitu jauh hingga membuat seluruh tenaganya terkuras sia-sia.

😊😊😊😊😊

Jangan lupa vote, comment, dan follow akun zaimnovelis agar penulis semangat mengetik

Remaja Bertato Dalam Pelukan BundaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum