23. KEHILANGAN ANAKKU LAGI

1.4K 168 120
                                    

Komen 100++ NANTI MALAM LANGSUNG UPDATE!!

Bu Inayah membuka pintu kamar Renma, beberapa menit sebelum adzan Subuh berkumandang. Sorot matanya mencari-cari di manakah Renma berada. Biasanya remaja itu masih tertidur lelap di bawah selimut yang hangat. Tapi kali ini ia tidak ada.

"Renma? Kamu di mana?" Bu Inayah membuka kamar mandi dan tidak menjumpai siapa pun.

Kedua alis Bu Inayah terangkat ketika melihat pintu balkon kamar Renma terbuka. Ia segera keluar, lalu melihat ke bawah. Tampak beberapa tanamannya rusak seperti ada seseorang yang baru saja melompat di atasnya.

"Renma?" panggil Bu Inayah yang mulai panik.

Sorot mata Bu Inayah kembali mencari-cari di mana anak berada. Mungkin saja masih ada di rumah. Namun ia terhenti ketika melihat sepucuk surat di atas sebuah buku, lalu membacanya baik-baik. Ia tahu betul siapakah gerangan yang menulis surat itu. Cepat-cepat Bu Inayah mencoba menghubungi Renma. Namun sayangnya, ponsel Renma sudah di-non aktifkan.

"Tenang. Aku harus tenang. Aku nggak mau membuat Ibrah dan Layala ikut menanggung kekhawatiranku. Pertama-tama, aku harus memberi tahu Mas Rahman," pikir Bu Inayah setelah berhasil menenangkan diri.

Bu Inayah segera memberi tahu suaminya. Tentu saja Pak Rahman kaget bukan main. Subuh-subuh begini mendadak mendengar kabar yang begitu mengagetkan. Anak yang sudah 16 tahun menghilang, kini menghilang lagi untuk kedua kalinya.

"Astaghfirullahal Adzim. Sebenarnya apa sih maunya anak itu? Kenapa dia bertindak semaunya sendiri?" Pak Rahman memijat kedua pelipisnya yang mendadak pusing.

"Ayo kita cari Renma, Mas!" ajak Bu Inayah. "Mungkin Renma masih belum jauh."


Setelah sholat Subuh, Pak Rahman dan Bu Inayah segera pergi mencari Renma. Melihat kedua orang tuanya yang selalu sedih dan cemas gara-gara ulah Renma yang dinilai kekanak-kanakan, Hasan dan Ana menjadi marah. Mengapa Renma tidak pernah bisa bersikap dewasa?

"Kenapa sih Bang Renma selalu bikin masalah?" Ana melipat tangan setelah memasuki mobil. "Baru beberapa minggu tinggal sama kita, dia udah bikin banyak masalah. Heran deh!"

"Aku juga nggak ngerti jalan pikirannya," timpal Hasan ikut geram. "Aku jadi kasihan sama Ayah Bunda yang selalu dibuat khawatir."

"Dari tawuran, mabuk, dan sekarang minggat! Besok-besok dia mau bikin ulah apa lagi? Aku benar-benar kesal sama dia!"

"Kamu pikir, aku nggak kesal sama dia? Aku kesal karena dia udah bikin Ayah sama Bunda terus bersedih dan gelisah. Beberapa terakhir ini, Ayah dan Bunda kelihatan kurang tidur sejak Renma pulang dalam keadaan mabuk. Sudah pasti mereka kepikiran dengan ulah Renma."

Mendengar kedua anak majikannya tengah marah, Pak Lukman sengaja mengeraskan suara murrotal Al-Qur'an dan menggantinya dengan surat Ar-Rahman. Ajaibnya, sedikit demi sedikit emosi Hasan dan Ana mereda, membuat mereka berhasil menenangkan diri.

Sesampainya di sekolah, Hasan dan Ana segera masuk ke kelas. Mereka berusaha sebisa mungkin bersikap seperti biasa untuk menutupi masalah yang terjadi di keluarga mereka. Hanya tak ingin mengumbar aib saudara kembar mereka yang pemabuk dan tukang pembuat onar.

Di jalan raya, Renma mengendarai motornya menuju toko jual-beli HP bekas. Terpaksa ia harus menjual ponsel barunya untuk bertahan hidup beberapa bulan ke depan sampai ia mendapatkan pekerjaan. Karena ponselnya benar-benar baru, Renma berhasil menjualnya dengan harga yang masih dibilang tinggi. Setelah itu, ia bergegas mencari kamar kos untuk istirahat.

Suara adzan Dzuhur berkumandang. Entah mengapa kaki Renma bergerak dengan sendirinya untuk mengambil air wudlu dan bergegas sholat. Aneh! Meskipun hanya tinggal beberapa minggu bersama kedua orang tuanya, tak disangka kebiasaan-kebiasaan baik yang diterapkan lambat laun mendarah daging pada Renma. Tanpa disuruh pun, remaja itu bergerak sendiri untuk menunaikan sholat dzuhur.

000

Tak terasa sudah lima hari Renma kabur dari rumah. Ia sudah ke sana kemari mencari pekerjaan. Tapi tak ada satu pun yang menerimanya karena ia masih belum mempunyai ijazah. Kalau diingat kembali, ijazah yang ia miliki hanyalah ijazah SMP yang tertinggal di rumah Tuan Richard dan Nyonya Liliana.

"Ternyata nyari kerja susah ya. Biarpun cuma jaga toko," gumam Renma lemas, saat memasuki kamar kosnya.

Renma merebahkan tubuhnya di atas kasur, melihat langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Seketika ia kembali merindukan senyuman Bundanya yang hangat dan menenangkan. Rindu itu mendadak menghardik batinnya.

"Hm ... baru lima hari minggat, kenapa gue kangen banget sama Bunda ya?" Renma kemudian memiringkan tubuhnya. "Apa Bunda udah makan? Apa kepergian gue bikin Bunda tambah sedih? Apa Hasan selalu ada buat beli galon?"

Sejumlah pertanyaan terus tumbuh di benak Renma. Sejak kejadian ia pulang dalam keadaan mabuk, Renma tak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Ia selalu merasa bersalah pada semua orang. Sebenarnya ia ingin berubah. Tapi lingkungan pertemanan memaksanya untuk kembali. Entah itu tawuran atau mabuk-mabukan.

"Kenapa gue khawatir sama keadaan Bunda? Kenapa gue takut jadi tambah sedih gara-gara kepergian gue? Harusnya Bunda senang dong kalau gue nggak ada? Bunda jadi nggak punya beban dan aib keluarga lagi. Iya, kan?" Renma bermonolog.

"Tapi ... hatinya Bunda itu lembut sekali. Pasti dia sekarang lagi sedih. Hm ... gue kangen melihat wajah Bunda. Gue juga kangen masakan Bunda. Apa ... gue diam-diam melihat wajah Bunda dari kejauhan aja ya? Ya itung-itung untuk mengobati rasa kangen gue." Renma beranjak dari kasur, lalu pergi keluar kamar kos.

Renma segera menuju rumahnya, menunggu di kejauhan, berharap bisa melihat Sang Bunda walau hanya sekejap. Tak peduli Bundanya tersenyum atau tidak, yang terpenting keinginan Renma saat ini hanyalah melihat Sang Bunda baik-baik saja.

Dari kejauhan, Renma menunggu Sang Bunda keluar dari rumah untuk sekadar menyiram tanaman di sore hari. Namun cukup lama menunggu, Bu Inayah tak kunjung keluar seperti biasanya. Renma mencoba berpikir positif. Barangkali Sang Bunda malas menyiram bunga hari itu. Bukankah semua orang pernah malas?

"Hm ... kayaknya gue harus datang besok pagi deh. Semoga gue bisa melihat Bunda nyiram tanaman."

Renma pun segera kembali ke kos-kosannya setelah gagal melihat Sang Bunda. Hatinya terus gelisah karena rasa rindunya yang begitu besar pada Sang Bunda. Sebenarnya ia ingin kembali dan meminta maaf. Tapi ia malu dan takut menjadi aib keluarga lagi.

Hari selanjutnya Renma datang lagi ke rumahnya. Dia menunggu sangat lama dari kejauhan, hanya ingin melihat Sang Bunda walau hanya sekejap. Tapi lagi-lagi ia tak menjumpai Sang Bunda. Yang ia lihat hanya Hasan dan Ana yang pulang setelah maghrib tak seperti biasanya.

"Aneh! Kenapa Hasan sama Ana pulang maghrib? Biasanya mereka pulang jam setengah lima sore." Renma bertanya-tanya dalam hati. 

😊😊😊😊😊

KOMENTAR 100++ NANTI MALAM LANGSUNG UPDATE

Remaja Bertato Dalam Pelukan BundaWhere stories live. Discover now