28. IRI

1.2K 150 101
                                    

Renma beserta seluruh keluarganya keluar menuju auditorium salah satu Universitas untuk mengantar Hasan dan Ana mengikuti perlombaan Musabaqah Hifdzil Qur'an. Sesampainya di sana, Hasan dan Ana langsung duduk di tempat peserta. Hasan duduk di bagian peserta cabang laki-laki. Sementara Ana duduk di bangian peserta cabang perempuan.

Renma duduk kursi penonton bersama Ayah, Bunda, Ibrah, dan Layala. Di atas panggung, MC sudah memulai acara dengan meminta sejumlah orang penting untuk memberikan sambutan. Tampak juga beberapa syekh sudah duduk bersama ustadz-ustadz ternama yang diundang sebagai dewan juri.

Satu per satu peserta pun dipanggil untuk naik ke atas panggung untuk membacakan Surat yang sudah ditentukan dewan juri. Saat peserta sudah melantunkan ayat suci Al-Qur'an, dewan juri mulai menilai seluruh bacaan berdasarkan kefasihan makharijul huruf, tajwid, dan panjang pendek tiap kata. Kemudian peserta juga diminta untuk melanjutkan ayat yang dibacakan dewan juri dan menebak sejumlah ayat.

"Ya Allah, soalnya lumayan sulit ya, Mas," kata Bu Inayah.

"Iya. Semoga saja anak-anak kita nanti bisa menjawabnya," timpal Pak Rahman.

Tiba saatnya nama Hasanah dipanggil, gadis cantik berjilbab panjang itu segera naik ke atas panggung, duduk di hadapan para dewan juri, lalu melantunkan ayat yang diminta. Untungnya, Hasanah berhasil membacakan ayat yang diminta dengan sangat baik. Tidak ada kesalahan dalam makharijul huruf, tajwid, maupun segi panjang pendek. Selain itu, ia juga mampu melanjutkan ayat yang dibacakan salah seorang dewan juri dengan baik dan berhasil menebak semua ayat. Begitu pula dengan Hasan yang tak kalah hebat. Mampu membaca ayat yang diminta dengan sangat baik, melanjutkan ayat, lalu menebak seluruh pertanyaan dengan benar.

"Alhamdulillah. Hasan sama Ana bisa menjawab semuanya dengan benar, Mas." Bu Inayah meraih tangan suaminya, lalu menggenggamnya erat. Berharap semoga kedua anaknya bisa menjadi juara dan bisa menjadi perwakilan Indonesia untuk perlombaan Musabaqah Hifdzil Qur'an tingkat Internasional yang akan dilaksanakan di Saudi Arabia bulan depan.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Seluruh peserta sudah diuji oleh para dewan juri. MC langsung mendapatkan kertas rekap nilai untuk dibacakan pada semua orang. Hasan dan Ana begitu tegang, berharap bisa kembali membanggakan kedua orang tua mereka seperti tahun lalu.

"Baiklah. Saya akan membacakan nama-nama para juara. Bismillahirrohmanirrahim. Juara ketiga cabang perempuan diraih oleh Yumna Diandara Putri dengan skor perolehan lima ratus dua puluh tiga," ungkap pembawa acara. "Sementara juara ketiga cabang laki-laki diraih oleh Muhammad Idrus Salam."

Seorang gadis tersenyum senang saat menaiki panggung dari arah kiri. Tak lama, seorang remaja laki-laki juga naik ke atas panggung dari arah kanan. Tepuk tangan meriah, seketika menggema ke seluruh auditorium. Begitu pula saat pembawa acara membacakan juara kedua dari masing-masing cabang.

"Baiklah. Kali ini saya akan membacakan juara pertama dari masing-masing cabang yang nantinya akan dikirim ke Saudi Arabia untuk mewakili Indonesia. Juara pertama cabang perempuan diraih oleh Hasanatun Nisa. Sementara juara pertama cabang laki-laki diraih oleh Muhammad Al-Hasan. Untuk ananda Hasanatun Nisa dan Muhammad Al-Hasan, dimohon agar segera naik ke atas panggung," kata pembaca acara.

Bu Inayah dan Pak Rahman bertepuk tangan paling heboh. Renma, Ibrah, dan Layala juga ikut bertepuk tangan seheboh mungkin. Namun, tepukan tangan Renma menyurut ketika melihat senyuman yang begitu lebar di wajah kedua orang tuanya. Ini pertama kalinya bagi Renma melihat kedua orang tuanya sesenang ini.

Acara pun berakhir setelah pemberian hadiah dan tropi, foto bersama dewan juri, lalu berdoa. Hasan dan Ana langsung menghampiri kedua orang tuanya. Bu Inayah memeluk Ana erat-erat sambil mengucapkan selamat. Semetara Pak Rahman memeluk Hasan, lalu bergantian. Kini Bu Inayah memberikan pelukan pada Hasan, sementara Pak Rahman memberikan pelukan pada Ana.

"Bunda senang nggak?" tanya Ana manja.

"Tentu saja senang, Sayang." Bu Inayah mengelus lembut pipi Ana.

Renma tersenyum kaku, melihat keakraban Hasan dan Ana dengan kedua orang tuanya. Dalam hati, ia lagi-lagi ingin berada di posisi Hasan yang dengan mudah membuat kedua orang tuanya bahagia dan bangga.

Sepulang dari acara, Hasan dan Ana membawa piala yang mereka dapat ke perpustakaan pribadi milik keluarganya. Ya! Pak Rahman sengaja menyediakan sebuah ruangan khusus untuk menyimpan koleksi buku-buku, piala-piala, medali, piagam penghargaan, dan cindera mata.

Mata Renma seketika terbelalak lebar saat memasuki ruangan itu. Di sana, ia bisa melihat ratusan piala dan puluhan cindera mata yang berjajar rapi di dalam lemari kaca. Sedangkan ratusan medali dan piagam penghargaan menggantung di sepanjang dinding. Ia tak mengira jika di rumah itu ada begitu banyak tanda prestasi yang telah diraih.

"Wuaaah banyak sekali piala di sini. Gue baru tahu kalau di rumah ini punya tempat penyimpanan seperti ini," batin Renma seraya menggeleng-gelengkan kepala karena takjub.

Renma mengedarkan pandangan ke sekeliling yang hanya dipenuhi piala dan buku-buku. Piala-piala itu tidak asal dipajang sembarangan. Ada beberapa kategori untuk membedakannya. Di rak paling ujung sebelah kanan, dipajang piala untuk perlombaan Matematika. Sementara di rak paling ujung sebelah kiri, dipajang piala untuk perlombaan hafalan Al-Qur'an. Sedangkan rak kaca lainnya untuk memajang piala dari perlombaan non-akademik seperti kejuaraan karate atau lomba menggambar.

"Sejak kecil, gue nggak pernah berprestasi di sekolah. Gue selalu berbuat onar untuk menarik perhatian orang tua. Tapi gue rasa ... gue masih belum terlambat buat berubah. Gue pasti bisa banggain Ayah sama Bunda," batin Renma penuh tekad. "Bisa nggak bisa, pokoknya gue harus bisa!"

Renma keluar dari perpustakaan keluarga, lalu kembali ke kamarnya. Dia membuka modul latihan soal olimpiade yang diberi Bu Indah. Kemudian mengambil bulpoin, lalu mengotak-atik soal untuk menemukan jawaban.

"Apa pun yang terjadi, gue harus menang olimpiade Matematika ini. Karena ini adalah kesempatan gue buat bikin Ayah Bunda bangga." Renma terus belajar dengan giat.

Satu jam ... dua jam ... tiga jam ....

Setelah sholat, Renma kembali belajar dengan giat sampai-sampai ia tertidur, meletakkan kepalanya di atas meja. Diam-diam, Bu Inayah dan Pak Rahman mengintip di cela pintu yang sedikit terbuka. Mendapati Renma belajar begitu keras. Mereka tersenyum senang, melihat putra kedua mereka sedikit demi sedikit sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik karena termotivasi dengan prestasi yang diraih oleh kedua saudara kembarnya.

Bu Inayah memasuki kamar Renma, mengambil selimut, lalu meletakkan selimut tersebut di atas punggung Renma, takut anaknya kedinginan, mengingat di luar sana sedang hujan deras. Dalam tidurnya, Renma tersenyum bahagia, memimpikan Ayah dan Bundanya yang bangga pada prestasi yang akan ia raih kelak.

😊😊😊😊😊

KOMEN 100++ LANGSUNG LANJUTTTT

Ig = zaimatul.hurriyyah

Jangan lupa like, comment, subscribe, dan follow akun zaimnovelis agar penulis semakin semangat mengetik.

Remaja Bertato Dalam Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang