18

9.9K 966 2
                                    

Rencana apa maksud tuan?" Amaira tak sabar bertanya.
"Dari ekspresi anda, sepertinya anda sudah tau, dan ingin memastikanya?" Sir Robert menatap Amaira curiga.
Amaira berkeringat dingin.

Bagaimana dia bisa tau?
Tunggu... dalam novel, sir Robert adalah,...penyihir!
Ck, orang ini seenaknya saja membaca pikiran orang.

"Ah..saya pikir membaca pikiran seseorang adalah tindakan yang kurang sopan?" Amaira gantian menatap sir Robert.
"Saya kira anda adalah orang terhormat yang menjaga privasi seseorang, ternyata saya salah."

Kini Robert lah yang memasang wajah kaget serta bingung.
"Bagaimana anda bisa tahu?" Pria tua itu bertanya menyelidik.
Amaira tersenyum miring." Yah, tau saja." Jawabnya cuek.

Robert segera tahu posisinya. "Maafkan saya nona, saya tidak bermaksud membaca pikiran nona. Hanya saja saya sangat berhati-hati dengan orang asing." Sir Robert menunduk, permintaan maafnya terdengar tulus.

Tapi apa aku bisa mempercayainya?

Amaira masih memasang wajah ala nona bangsawan, menaikkan dagunya sedikit.
"Baiklah, aku memaafkanmu kali ini." Amaira berkata cepat. Kalau dipikir-pikir, orang ini akan berguna kedepannya.

"Terima kasih nona," Robert mengangguk.

"Bukan apa-apa, hanya saja aku punya permintaan,"

"Apa itu nona?"

"Rahasiakan ini dari siapapun. Termasuk murid kesayanganmu itu." Ujar Amaira.
"Dan jangan coba-coba membaca pikiranku lagi, mengerti?" Amaira menatap datar Robert, mata birunya seakan menyala.

"Baik, tentu saya akan menjaga rahasia ini!" Ucap Robert cepat. Sekilas ia bisa melihat Maverick dengan mata merah darahnya dari Amaira.

"Lalu, rencana itu...apa benar duke akan kembali bergabung dengan Algerion?" Amaira teringat isi novel.

Robert diam sejenak, lantas menghela nafas.
"Itu memang rencana awalnya, tapi Luke berubah pikiran belakangan. Entah apa yang akan dilakukanya kedepan. Yang jelas bukan kembali ke kaisaran sialan itu." Kekesalan nampak dari wajah keriputnya itu, sepertinya dia membenci Algerion.

Amaira mengangguk samar, mencoba mencerna kata-kata Robert.

Kalau tidak bergabung, lantas dia mau apa sampai meminta bantuanku?

"Nona bisa tanyakan padanya langsung." Lanjutnya lantas beranjak berdiri, menatap pemandangan pedesaan.

Klak

Pintu kaca balkon itu terbuka, Luke melangkah sembari membawa nampan berisi tiga cangkir teh. Segera meletakan nampan itu dimeja dan ikut duduk bersama Amaira.

Angin sore berhembus pelan, dedaunan bergemerisik, burung-burung berkicau, saling sahut menyahut.
Suasana sore yang begitu menenangkan, ditemani secangkir teh hangat yang sangat harum.

"Omong-omong jenis teh apa ini?"
"Harum sekali..." puji Amaira.

Jujur Amaira sudah menyukai jenis teh ini dari awal, sejak Delisa yang membuatkannya.

"Ohh.. teh ini khas daerah sini, teh dengan bunga lavender." Robert menjawab takzim, dia juga menikmati tehnya.

Amaira mengangguk paham, pantas saja, Amaira yang sekarang-Fenya, sangat suka aroma lavender.

Suasana kembali hening, sesekali hanya terdengar helaan nafas santai.
Luke melihat kebawah, pandangannya menyapu sekitar.

"Kemana anak-anak?" Luke bertanya, memecah keheningan.

Amaira mengangkat wajahnya.

Anak? Tunggu sepertinya aku ingat bagian ini...

Salah satu bagian novel itu terlintas dibenak Amaira. Benar juga, rumah ini juga tempat anak-anak kurang beruntung tinggal.

Takdir Sang AntagonisWhere stories live. Discover now