S2. 93

438 39 5
                                    

*Perhatian, terdapat bagian yang mungkin membuat sebagian pembaca merasa tidak nyaman.

***

"Tetap bertahan!" Fred berseru, dia bersikeras menahan serangan seekor monster, melihat ke sekelilingnya, para kesatria muda yang perlahan tumbang satu-persatu.

"Haah!" Fred menebas monster yang mendekati kubah di depan gerbang. "Tidak ada habisnya.." Fred terengah.

"Lihat, kan?" Reynand muncul di sampingnya, setelah menembus barrier milik Maverick yang mudah saja ditembus manusia. "Mereka ini mati satu, muncul seribu."

"Ya, kelihatannya memang begitu," Fred mendengus. "Bagaimana yang lain? Mereka sudah berjaga di setiap sisi pintu keluar-masuk di berbagai sisi dinding?"

Reynand mengangguk. "Tidak seperti gerbang ini, gerbang kaman-kiri dan belakang lebih lengang monsternya."

Fred dan Reynand juga puluhan kesatria itu mundur sejenak dibalik lindungan barrier Maverick, sedikit mencuri waktu untuk bernapas untuk kemudian keluar untuk kembali bertarung.

"Apa kita akan seperti ini terus sampai mati?" Reynand berseru di tengah ricuhnya pertarungan melawan monster.

"Kalau kau mau, boleh saja, silahkan!" Fred menebas habis monster yang memojokkan Reynand sejak tadi.

"Astaga.." Kini hanya tersisa belasan orang saja yang membantu Fred di luar gerbang utama, sebagian besar telah pergi menyatu dengan tanah kelahirannya.

"Suara apa itu?" Fred mendengar suara gemuruh dan getaran besar tak jauh dari sana.
Reynand mendengus, "Apalagi? Tentu saja mereka."

Mereka memandang jauh dari barisan gedung ibukota. Dari sana ratusan monster besar melangkah, menyusul monster-monster kecil bak air bah yang tumpah. Terus melaju hendak menerjang kubah pelindung. Gelombang selanjutnya telah muncul—yang entah asalnya dari mana—dan entah sampai kapan.
Awan-awan gelap di langit perlahan hilang, mentari yang mulanya tidak terlihat perlahan menampakkan diri. Cahaya kemilaunya perlahan tergelincir ke arah barat.

"Yah, tugas kita masih panjang... " Fred menyalakan kedua bilah pedangnya. "Setidaknya hingga mereka mau mengirim pasukan bantuan."

Kubah transparan dengan sedikit warna merah itu perlahan menebal, warna merah semakin ketara dan menyala. Fred berdecak melihat perubahan kubah itu, wajahnya semakin cemas.

"Monster yang sangat mengerikan,"  Reynand berkomentar, dia ikut bergabung di samping Fred.

"Kau takut, hah?!" Fred di sampingnya tertawa meremehkan.

"Bukan mereka, tapi kau juga ayahmu."

***

"Dia tidak mau kesini," Hanzel menghadap kepada ayahnya. "Mereka bersikeras mempertahankan kubah di seluruh wilayah istana.
"Haah, padahal mereka bisa saja mati dengan gelombang besar yang mungkin saja akan datang..." Hanzel berkata sedikit menggerutu.

"Hmm, sudah pasti seperti itu, ya." Kaisar berkata santai—seolah sudah tahu. "Mereka memang keras kepala, khususnya Mave. Dia tidak mungkin membiarkan seluruh pekerja dalam istana ikut menjadi korban."

"Apa? Bukankah semua pekerja sudah dievakuasi ke wilayah aman?" Hanzel mengernyit. "Jangan-jangan—"

Kaisar tersenyum santai dari kursi mewahnya. Dia beranjak menepuk pundak anaknya. "Santai saja, monster itu akan segera dikalahkan oleh divisi Fred."

"Apa?" Hanzel tergagap bingung.

"Rencananya berubah," Kaisar tersenyum menatap ratusan pasukan yang mengisi aula luas itu. "Setengah dari penjaga disini akan dikirim keluar untuk membasmi semua monster itu."

Takdir Sang AntagonisWhere stories live. Discover now