9. Bermain Api

625 53 8
                                    


Langkah Jendra terasa ringan saat memasuki lobi kantornya. Entah sihir apa yang dimiliki Giselle. Suasana hati Jendra tiba-tiba berubah saat wanita itu meneleponnya dan mengabarkan jika ia ingin makan siang bersama. Tanpa berpikir dua kali, Jendra pun langsung menerima tawaran itu.

"Seger bener, Pak Bos? Ada apa, nih?" ujar Chandra sembari menaik-turunkan kedua alisnya, bermaksud menggoda Jendra.

"Ck, kepo banget."

"Hilih, paling juga karena Gi—"

Jendra langsung membekap mulut Chandra sebelum pria berambut sewarna madu itu mengatakan yang aneh-aneh. Berbeda dengan Jendra yang terlihat panik, Mahen yang sejak tadi memperhatikan kedua sahabatnya itu nampak menautkan alis.

"Karena apa?" Mahen terlihat penasaran dengan apa yang kedua sahabatnya itu bicarakan.

"Jangan percaya omongannya Chandra, Bang. Sesat," elak Jendra.

Chandra yang akhirnya berhasil melepaskan bekapan Jendra pun, memilih menjauh dari pria bertubuh kekar itu. "Semalam Bang Mahen nggak ikut, sih. Kan jadi nggak tahu ada yang ekhem ekhem."

"Yak, Chandra!" Rasanya Jendra ingin sekali mengunci mulut besar Chandra. Bagaimana bisa kelakuan menyebalkan sahabatnya itu tidak berubah dari sejak sekolah. Bisa-bisa semua rahasia Jendra bisa terbongkar.

"Kenapa sih?" Mahen masih terlihat bingung dengan kelakuan kedua sahabatnya. "Apa yang kalian sembunyiin dari gue?"

Jendra memberi Chandra kode lewat tatapan mata. Ia masih belum ingin Mahen tahu. Sejak dahulu, Mahen memang bisa dibilang paling waras dan paling lurus pikirannya daripada Jendra dan Chandra. Pria yang setahun lebih tua dari Jendra itu, selalu memberikan nasihat dan mengingatkan jika Jendra dan Chandra melakukan sesuatu yang salah. Bisa dibilang, Mahen adalah rem dari kelakuan buruk Jendra dan Chandra yang terkadang di luar jalur.

"Nggak, kok, Bang," ujar Jendra sedikit gugup. "Si Chandra emang gitu."

Mahen menyipitkan matanya, menelisik wajah kedua sahabatnya yang rautnya memang sangat jelas menyembunyikan sesuatu. "Semalm kalian clubbing, kan?"

Jendra dan Chandra kompak menganggukkan kepala.

"Kalian nggak ngelakuin yang aneh-aneh, kan?"

Jendra dan Chandra kompak menggelengkan kepala panik. Mehen menghela napas panjang melihat kelakuan kedua adik tingkatnya itu. Jika mereka sudah kompak seperti ini, Mahen tidak akan bisa mendapatkan informasi apa pun.

"Terserah kalian," ujar Mahen dengan suara yang terdengar memberi peringatan. "Cepat atau lambat, gue akan tahu apa yang kalian sembunyikan. Jika salah satu dari kalian ketahuan melakukan sesuatu yang aneh-aneh, gue nggak akan pernah mau kenal sama kalian lagi. Ngerti, kan?"

Jendra dan Chandra menelan salivanya dengan gugup. Mereka tahu bahwa Mahen tidak pernah main-main dengan ucapannya. Bagi Jendra dan Chandra, Mahen adalah sosok kakak yang selalu mereka hormati. Mahen pernah menyelamatkan mereka dari hukuman drop out kampus karena pembelaannya di sidang dewan kedisiplinan. Karena itulah, Jendra sangat menghormati Mahen meski posisi Jendra adalah putra dari pemilik perusahaan.

"Kami beneran nggak aneh-aneh, kok, Bang. Suer." Chandra tampak gugup dengan mengacungkan kedua jarinya untuk meyakinkan Mahen. Senakal-nakalnya Chandra, ia bakal kicep di depan Mahen.

"Gue percaya sama kalian," ujar Mahen pada akhirnya. "Tapi awas. Jangan macam-macam!"

"Iya, Bang," jawab Chandra dengan wajah memelas.

Mahen menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Chandra. Tatapannya kini beralih kepada Jendra yang sejak tadi lebih banyak diam.

"Gue ada tinjauan lapangan hari ini," ujar Mahen kepada Jendra. "Lo sudah tahu kalau kita bakal kerja sama dengan Mr. Johnny Tan, kan?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 26 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dear Nana : Stuck on YouWhere stories live. Discover now