BENANG MERAH

22 17 3
                                    

"Arghhhhhh,"

"Biadap!" Teriak Arya kesal.

Berkali-kali ia meluapkan kekesalnya dengan melemparkan pukulan ke samsak tinju miliknya.

Wajah pria itu, benar benar membuat Arya yakin kalau ialah orangnya, orang yang sudah membunuh papanya.

"Arghhhhh!" Arya melemparkan pukulan kencang ke samsak sembari membayngkan yang ia pukul adalah pria itu.

Tiba-tiba Arya di kejutkan dengan suara ketok pintu dari luar. Arya pun langsung membuka pintu tersebut, dan ternyata itu adalah mamanya yang bernama Ajeng.

"Mama," ucap Arya.

"Kamu kok pulang gak bilang-bilang, makan dulu yuk, mama udah masak tadi, cumi goreng kesukaan kamu," seru Ajeng.

"Arya gak nafsu makan ma, mama aja ya yang makan," ucap Arya dengan lembut.

"Tapikan mama pengen makan sama kamu, apalagi selama ini kamu jarang makan di rumah, mbak kamu gak ada, biasanya mama makan sama mbak kamu, jika aja ada papa mungkin papa temenin mama," ucap Ajeng dengan raut wajah yang sedih.

Mendengar itu membuat Arya semakin teringat wajah pria yang di kamar Kara tadi. Arya menelan ludahnya menahan amarahnya.

"Iya, ayo kita makan, Ma," ucap Arya.

Ajeng langsung tersenyum, mendengar ucapan Arya, mereka pun berjalan ke dapur, dan makan bersama.

Selama Ajeng membantu mengambilkan nasi ke atas piring Arya, Arya terus memperhatikan wajah mamanya ini, dan teringat akan papanya, beserta pria tadi.

"Ma," panggil Arya.

"Iya, Nak, kenapa?" sahut Ajeng.

"Pak Nardi, sekarang tinggal dimana ya ma?" tanya Arya yang menanyakan tangan kanan papanya dulu, yang sudah lama berhenti bekerja.

"Beliau sekarang, satu keluarga sudah pindah ke bali," sahut Ajeng.

"Tumben kamu nanya pak Nardi, ada apa?" tambah Ajeng.

"Emm, gak papa, nanya aja ma," sahut Arya.

"Oh iya, Ka Ine besok pulang katanya," jelas Arya sambil memasukan nasi ke mulutnya.

"Oh ya, kok dia gak nelpon mama sih," sahut Ajeng.

"Entahlah ma, anak mama itu aneh," ucap Arya.

"Ish, gak boleh gitu, masa sama mbak sendiri kayak gitu," ucap Ajeng.

"Iya ma, bercanda kok," seru Arya.

Mereka pun melanjutkan makannya, dan Arya terus kepikiran dengan pak Nardi orang yang dulu bekerja di perusahaan papanya itu.

Bayangan wajah pria di dalam ruangan Kara tadi, benar-benar meyakinkan Arya, kalau ia adalah pembunuh dan dalang dari meninggalnya papanya.

Baru saja beberapa sendok Arya menyuapkan nasi ke mulutnya. Bel rumah berbunyi hingga beberapa detik berlalu. Bi Rusmi yang di dapur langsung bergerak membukakan pintu di luar.

Selang beberapa menit bi Rusmi membukakan pintu, ternyata yang datang adalah teman-temannya Arya, dengan beberapa bingkisan yang mereka bawa.

Melihat bingkisan yang di bawa teman-temannya membuat Arya memberikan tatapan kode, yang hanya mereka memahami.

"What! Miras!" Bisik Arya.

"Kenapa sih kalian bisik-bisik," ucap Ajeng yang heran melihat Arya dan teman-temannya bertingkah aneh berkedip mata satu sama lain.

"Emm, gak papa ma, biasalah mereka ini mau ngajak Arya main game di kamar," sahut Arya.

"Terus itu bingkisan apa," tanya Ajeng .

"Oh itu, itu gamenya Beni ma, iya gamenya Beni, Iyala Ben?" ucap Arya yang langsung memberikan kode agar Beni mengangguk.

"Eh, iya tante, ini game aku, ya udah langsung aja yuk, kita main game, lama banget lu makan Ar," sahut Beni yang garuk-garuk tidak jelas.

"Iya-iya ini juga udah selesai, ayo kita ke atas," seru Arga.

"Ma, Arya ke atas ya," tambah Arya dan berlalu pergi bersama teman-temannya.

Tiba di dalam kamar, Beni mengeluarkan miras dari dalam bingkisan tersebut, tidak lupa rokok dan beberapa cemilan yang mereka beli.

Melihat teman-temannya membawa miras, membuat Arya merasa tidak nyaman, secara selama ini ia sudah tidak minum miras lagi, apalagi setelah kepergian papanya, ia sudah berjanji untuk tidak minum minuman dan merokok lagi.

"Ar, kok bengong, noh! Ini miras terbaru lho, sedap betul!" seru Lutfi yang terus menuangkan ke dalam gelasnya.

"Iya, iya," sahut Arya.

"Kenapa sih, Ar, dari tadi gue liat lho bengong mulu," seru Lutfi.

"Iya nih, gak asik banget dah, tadi juga kenapa lu ninggalin kita, pas lu di marahin Nola tentang Kara, ada apa sih!" tanya Beni dan di balas anggukan yang lain.

"Apa sih kalian ini, gak ada apa-apa kok, gue gak sengaja ketemu sama Kara di taman, eh pas ketemu dia pingsan, Nola tuh ada ada aja, ngapain juga gue ketemuan sama Kara, gak penting banget," jelas Arya.

"Tapi Ar, lho gak dengar tadi, kalau Nola ada bilang, ada yang mau Kara omongin sama lho," sahut Lutfi.

"Kalian dengar gak tadi?" tambah Lutfi meyakinkan apa yang ia dengar juga di dengar temannya yang lain.

"Iya gue dengar tadi," sahut yang lain.

"Gak gue gak denger, udah lah! Gak penting bahas tuh cewek," sahut Arya.

"Oke deh! Nih lho gak minum kah?" tanya Lutfi.

"Gak! Kalian aja dah! Gue gak selera," sahut Arya.

"Ya udah!" seru mereka.

******
Di rumah sakit mereka masih stay menunggu Kara siuman, lagi-lagi Kara masih betah dengan mata yang terpejam.

Ketiga teman Nola, sudah pada pulang, kini tinggal Nola dan kedua orang tua Kara, wali kelas Kara juga sudah pada pulang.

Sambil mengusir rasa bosan, Nola memilih untuk bermain game, sedangkan ke dua orang tua Kara akan keluar untuk membeli makan, dan meminta Nola untuk tetap di sini, karena mereka akan membeli makan dan mengambil beberapa keperluan Kara di rumah.

Selang beberapa menit Nola rebahan di sofa, lirih Kara terdengar dan mengejutkan Nola. Nola yang mendengar sahabatnya itu siuman, segera mematikan gamenya, dan menghampiri Kara.

"Kara, lho udah siuman? Ya allah syukur deh kalau lho baik-baik aja, kita udah nungguin lho tau," ucap Nola yang begitu leganya.

"Nola, gue di mana?" ucap Kara serak.

"Lho di rumah sakit, lho tadi pingsan, tuh hidung juga mimisan, kenapa dah, di apain Arya lho?" ucap Nola.

"Arya mana?" tanya Kara.

"Dia gak ada ke sini, cepat ceritain diapain Arya lho, awalnya gue ngerestuin kalian, tapi pas melihat lho kek gini, kayak gak yakin gue ama dia," ucap Nola.

"Gue gak di apa-apain kok sama dia, aman aja," sahut Kara sambil bergeser-geser mencari posisi rebahan ternyaman.

"Terus, kenapa tuh hidung sampai mimisan," tanya Nola heran.

"Gue alergi hujan, La, entahlah semenjak gue pulang dari muncak beberapa bulan yang lalu, badan gue tiba-tiba ngerasa kalau kena hujan langsung lemas gitu," jelas Kara.

"Kok bisa sih, "

"lho tau aja kan, kalau gue jarang banget bisa kena hujan, bahkan keknya langka banget dah, dan kena hujan itu terakhir kali pas muncak itu, sisanya pas gue kecil," jelas Kara dengan suara seraknya.

"Iya dah, istirahat gih, orang tua lho lagi cari makan, gue di suruh jagain lho," jelas Nola.

"Emm, makasih bestie," ucap Kara.

"Yo, sama-sama,"

KARAYAWhere stories live. Discover now