Chapter 33 Iblis dari Neraka

1K 65 84
                                    

Jangan lupa Vote dulu yaa~~


Selamat membaca^^



Mendekati siang hari, langit yang harus nya cerah dengan matahari bersinar, nampak mendung dengan awan abu-abu banyak berkumpul di istana Kakaisaran Noesantara. Seolah gumpalan awan tersebut ditarik oleh sesuatu yang jahat. Beberapa orang yang takut mereka segera masuk ke dalam rumah setelah menatap ngeri pemandangan bangunan istana yang terkesan terselimuti kegelapan.

Nyata nya kondisi di dalam istana juga seburuk yang terlihat. Semua orang merasa tegang. Meski banyak hiasan dimana-mana, bahkan Ballroom Istana yang telah disulap cantik nan megah tidak mengurangi hawa mencekam yang dirasakan semua orang. Yang paling merasakan ialah orang-orang yang berada satu ruangan dengan sang penguasa Noesantara.

“Ada kemajuan?”

Suara dingin sang raja mengalun biasa namun bagi yang mendengar merasa seluruh rambut di tubuh mereka berdiri.

Taufan, selaku Jendral, menguatkan diri untuk membuka mulut, “Saat ini…belum Yang Mulia. Tapi saya jamin kami akan segera menemukan--!” WUSSH

BRAK!!!

Taufan tidak pernah menyangka pot berisi pohon hias yang ada di pojok ruangan bisa tiba-tiba bergerak sendiri lalu menghantam tubuh nya. Jendral itu tidak sempat menghindar hingga tubuh nya terpental menabrak tembok.

Nafas Gempa, dan kelima Jendral langsung tertahan. Mereka memandang tidak percaya kepada raja mereka yang membelakangi mereka semua, menatap Ibu Kota dari jendela kaca yang besar.

“Aku tidak menerima bualan belaka, Jendral Taufan,” Desis Halilintar melirik tajam adik nya yang tersungkur jatuh dan dibantu oleh Gopalji. Taufan meringis tertahan, merasa punggung nya patah atau semacam, tapi itu tidak menahan Taufan untuk menatap kakak kembar nya sorot tidak terbaca. Seolah ada sesuatu yang terpikirkan oleh nya masih belum mau percaya.

Gempa mengalami hal serupa dengan Taufan. Mata emasnya memandang kakak kembarnya dengan pandanga berbeda. Kekuatan kasat mata yang diperlihatkan sebelum nya menimbulkan kecurigaan tapi Gempa tidak boleh gegabah. Jika dugaan nya benar, maka Gempa tidak boleh menyulut emosi Halilintar.

“Yang Mulia saya—!”

BRAK

“Yang MULIA—!”

Gempa ingin mengumpati siapapun yang berani membanting pintu ruangan raja. Tidak tahu kalau tindakan nya bisa mengantar semua nyawa ini ke alam baka?

“Lancang!!” seru Jendral  Tar-Rung.

Dia memiliki perasaan ngeri yang sama terhadap junjungan yang di layani dan memilih terus diam agar raja nya tidak tersulut amarah. Tapi pria kecil ini malah—

Kesatria yang membanting pintu itu seketika membungkuk dalam-dalam. Agak nya dia tahu dia telah mengintrupsi sesuatu tapi ada hal yang lebih penting yang ingin dia sampaikan.

“Maafkan saya Yang Mulia, saya tidak bermaksud mengganggu—“ Sang kesatria menelan ludah, “Saya membawa kabar tentang Ratu Yaya.”

Tepat ketika nama itu keluar, tanpa bisa di ikuti mata manusia. Halilintar telah berpindah tepat di depan sang prajurit dan meraih leher nya, “Apa yang kau tahu.” Suara nya yang dingin dan kelam membuat merinding semua orang yang mendengar.

Kesatria yang malang mengeluarkan keringat dingin sebelum menjawab dengan gugup, “Di alun-alun kota—em-empat orang disana sedang membawa Ratu Yaya—di-disana.”

CAUGHT BY THE EMPEROR (HALILINTARxYAYA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang