supermarket

111 27 0
                                    

"Nitip coklat, susu full cream, sama snack juga. Cari pembalut yang ada sayapnya!" Ujar Lusy di sebrang sana.

"Banyak omong bener punya adek!" Leo mematikan panggilan sepihak.

Memasuki supermarket dekat rumah dengan keadaan yang lumayan ramai malam ini. Dengan outfit kaos hitam polos, celana kolor hitam, dan sendal jepit dengan merk swalow.

"Rame bener, nyari jajanan dulu kayaknya." Leo berjalan mengambil beberapa pesanan kanjeng ratu.

"Tempat pembalut dimana ya? Perasaan dari tadi ga ketemu." Leo meneliti beberapa keranjang lagi.

"Anu-permisi kak, mau tanya." Leo mendekati pegawai perempuan yang sedang membereskan beberapa barang.

"Iya kak, ada apa?" Pegawai itu menghentikan aktivitas nya sebentar.

"Aduh, gimana ya. Ini kak, tempat pembalut dimana ya?" Tanya Leo salah tingkah.

"Lohh, gak liat ya kak? Itu di belakang kakak tempat nya." Jelas sang pegawai.

Leo membalikkan tubuhnya. Leo membeku, apa matanya sudah rabun? Kenapa tadi dia tidak melihat nya?

"Oh iya kak, terimakasih ya kak. Mata saya sedikit buta." Ujar Leo di iringi dengan kekehan keduanya.

Dengan cepat Leo menghampiri tempat pembalut. Mencari apa yang tadi di ucapkan oleh Lusy. Sialnya dia masih grogi dengan pegawai yang sedang membereskan pekerjaan di dekatnya.

"Aduh, kok jadi bego begini ya?" Keringat dingin mulai bercucuran, padahal tempat ini dilengkapi dengan AC.

"Permisi kak, boleh minta tolong sesuatu?" Leo menghampiri perempuan tadi.

"Ada apa lagi, kak?" Pegawai itu tersenyum manis.

"Yang ada sayapnya apa ya? Anu- pembalut yang ada sayapnya itu loh." Suara Leo mengecil.

Pegawai yang memiliki nama sri di tanda pengenal nya itu tertawa kecil.

"Mari kak. Ada banyak merk yang bersayap, tapi berbeda ukuran. Ada yang siang, ada juga yang untuk malam." Sri mengambil beberapa merk, lalu menjelaskan satu-persatu.

"Adik saya kecil, kak. Ukuran yang paling kecil yang mana ya? Buat dia tidur sama buat dia kerja besok." Leo meneliti dengan seksama.

"Berarti dua ya, kak? Yang ini paling kecil." Leo mengangguk, lalu memasukkan ke dalam tas belanja nya.

"Terimakasih ya, kak. Maaf mengganggu pekerjaan nya." Sri mengangguk dan tersenyum ramah.

Segera Leo menuju kasir, menunggu antrian sebentar lalu segera pergi keluar setelah membayar nya.

"Sialan! Kenapa malah kayak orang bego? Hwaa.. Kakak nya cantik, jadi malu dengan ketololan ku." Leo merenungi nasib sambil berjalan arah pulang.

"Ahh ayah, pelan-pelan."

"Maaf, bunda. Ini supaya dedek bayi nya lucu dan imut seperti ayah nanti."

Leo melewati kamar orang tuanya, "ayah sama bunda pasti lagi olahraga malam. Hemm orang tuaku sehat sekali."

"Lama bener, udah gak ada stok pembalut nih!" Lusy yang memakai handuk baju segera menyambar kantong belanja dari Leo.

"Tirimikisih kikik siying!" Leo menyicitkan suaranya.

"Terimakasih kakaku sayang, cup!" Lusy mengecup sekilas pipi Leo.

"Keluar! Mau ganti baju," Lusy mendorong tubuh Leo agar keluar dari kamarnya.

"Bentar-bentar, kaos kaki kakak beneran gak ada di kamu? Besok ke kantor gak punya stok yang bersih. " Tanya Leo penasaran.

"Gak liat tadi ayah pake kaos kaki warna apa? Ayah kaos kakinya warna putih, tapi tadi pake warna hitam." Jelas Lusy.

"Kalo gitu kakak pinjam yang warna pink punyamu, ya?" Mata Leo berbinar.

"Enak aja, gak boleh!" Lusy menutup pintu nya rapat.

"Kak, Kiranti nya mana?" Teriak Lusy saat membuka kantong belanja.

"Beliin dulu, nanti aku pinjemin kaos kaki nya!" Lanjut Lusy.

Leo berhenti melangkah, mencoba menyabarkan dirinya. Kiranti, apa itu? Punya adik satu saja sudah merepotkan, apalagi nambah satu lagi?

" AARRGHH!! KENAPA GAK SEKALIAN?!" teriakan seorang kakak yang sedang prustasi.

BRAK! BRAK! BRAK!

"AYAH BUNDA TOLONG JANGAN BIKIN ADIK BARU LAGI!" Leo menggedor pintu kamar orang tuanya.

HAPPINESSحيث تعيش القصص. اكتشف الآن