Ciuman Maut

78 21 0
                                    

"Permisi, paket!" Leo membuka pintu depan. Melihat sekeliling yang sepi, lalu menutup pintu nya lagi.

"Paket!" Leo berbalik lagi, menghela napas dalam-dalam.

"Mana paketnya, pak?" Leo mencari keberadaan sang kurir.

Lelaki yang memakai baju merah itu kini menghampiri Leo, "mas harus Jawab, ASHIAPP! gitu."

Leo menatap wajah kurir yang terlihat tidak asing itu. Lalu menutup pintu nya lagi.

"PAKET!" Teriak sang kurir.

"ASHIAP!" Leo membuka pintu nya lagi.

"Terereretet-tererereret-teretetet-tererereret" Keduanya bersenandung sambil memegang sebuah paket yang berbentuk kotak kecil.

Kurir itu menghentikan gerakan ke kiri dan kanannya. "Cod, mas."

Leo melihat kotak kecil di tangannya, "Tedi sucipto, ini punya ayah saya."

"Kalau begitu panggil ayah anda!" Ucap si kurir.

Leo memperhatikan wajah si tukang kurir dengan seksama. Lalu membuka ponselnya.

"Coba buka topi nya, pak!"perintah Leo, Segera sang kurir membuka topi nya.

"Kayaknya bapak mirip ayah saya." Leo membandingkan si kurir dengan foto ayahnya di ponsel.

"Ternyata kamu masih mengenali ayah mu!" Pak kurir itu memeluk erat tubuh Leo.

"Ngapain ayah jadi tukang kurir?" Tanya Leo heran.

"Ayah cuma ngambil paket cincin di sicepat biar gak pake ongkir." Jelas sang ayah.

"Ini cincin yang bakal ayah pake buat ngelamar calonnya si Lusy?" Leo meneliti kotak kecil itu, tertera harga RP24.900.

"Cuma Dua puluh empat ribu. Cincin apaan kayak gini?" Leo mencibir ayahnya.

"Dua puluh lima ribu. Cuma kurang seratus itu!" Tedi merebut paket itu, lalu masuk kedalam rumah.

Leo menutup pintu. sang bunda datang dari arah dapur, menghampiri ke-dua lelaki di ruang keluarga.

"Bunda, jangan berisik ya! Leo mau Nge-vlog bentar." Ucap Leo, lalu menekan tombol records pada ponsel nya.

"Halo, Guys! Kembali lagi bersama gue, Leo gak pake jr." Leo mulai melakukan intro.

"Hai, semuanya! Kali ini kita bakal unboxing paket nih, ada yang tau isinya apa?" Tedi merebut ponsel anaknya.

"Wahhh.. Dua puluh lima juta." Tedi memasang wajah terkejut nya.

"Paket apa ya? Para sahabat penasaran gak nih?"

"Leo, pegang dulu ponselnya!" Tedi menyerahkan ponsel kepada pemilik nya saat merasa kesusahan membuka paket.

"Ribet amat si ipin!" Leo menggerutu.

Tedi berusaha membuka kotak kecil itu, merasa sulit di buka dengan tangan. Akhirnya Tedi mencoba membuka menggunakan gigi, sambil di rekam oleh anaknya.

"Bunda, tolong ambil gunting!" Dea segera berlari ke dapur.

"MARI KITA BUKA!" Ucap ke-tiganya antusias.

"Dihhh..." Dea menautkan alisnya.

"Tidak sesuai ekspetasi, sahabat!" Leo mematikan rekamannya.

"Bagus kan? Murah lagi." Tedi mengusap cincin berwarna putih dengan motif kupu-kupu.

•••

"Tanganmu cekatan juga ternyata." Lusy terus memperhatikan Daren yang sibuk mengiris bahan masakan.

"Bukankah sudah saya bilang sebelumnya?" Ucap Daren, bangga pada dirinya sendiri.

"Apa yang ingin kamu makan? Dan mau masak apa?" Lusy mencuci tangan nya, agar bisa membantu Daren memasak.

"Sebenarnya saya ingin sekali memakanmu. Apa boleh saya memasak kamu?" Tanya Daren, menggoda.

Lusy bergidik ngeri, "jangan bilang kalau kamu seorang psikopat?"

Daren terkekeh geli, lalu menghentikan kegiatan mengiris nya.

"Tentu saja! saya adalah psikopat yang kelaparan dan kesepian." Daren menghampiri Lusy yang terpojok di samping meja makan.

Lusy membulatkan matanya. Dia sungguh menyesal menuruti perintah Daren untuk makan bersama di apartement miliknya.

"Hey! Jangan macam-macam denganku! Mau ku tusuk perutmu?!" Lusy mencari alat yang bisa melindunginya.

Daren tak menggubris perkataan Lusy. Dia menyentuh dagu Lusy, lalu mengusap bibir yang terlihat sangat menggoda.

"Hmphhh.." Lusy mencoba berontak, saat Daren tiba-tiba mencium bibirnya.

Bukan kecupan seperti tempo hari. Kali ini Daren benar-benar mencium nya. Ciuman pertama bagi Lusy.

Lusy memejamkan matanya, mencoba menerima serangan dari bibir Daren.
Daren yang melihat itu menghentikan aksinya. Dia melihat wajah Lusy yang memerah, terlihat sangat menggemaskan.

"Lihatlah, kamu terlihat sangat menikmati ciuman dariku." Daren terkekeh.

Lusy menutup wajahnya, merasa malu dengan kebodohan dirinya sendiri.

"Hey, tidak apa-apa. Mari sini, ku lanjutkan ciuman tadi." Daren meraih dagu Lusy agar mendekat.

Lusy yang sudah kesal karena di permainkan, akhirnya meraih sebuah papan tipis di dekatnya. Saat Daren menutup matanya untuk mencium Lusy, dengan cepat Lusy mengarahkan papan itu ke kepala milik Daren.

PLETAK!!

Lusy melihat papan yang dia gunakan untuk memukul kepala Daren, Patah!

Daren meraba kepala bagian atasnya, tidak berdarah. Lalu dia meraba lagi, hanya terdapat benjolan bulat di sana.

"Arghh.. Pusing!" Akhirnya Daren menjatuhkan tubuhnya ke bawah.

Lusy mendekati Daren di lantai, dia meraba kepala yang tadi dihantam olehnya.

"Jangan bilang kamu mati!" Lusy menutup mulutnya tak percaya.

HAPPINESSWhere stories live. Discover now