Gavin William Abhivandya

79 22 0
                                    

Malam menunjukkan pukul 11 malam. Lusy tengah membereskan beberapa berkas yang berantakan di mejanya. Lalu Lusy memilih untuk pulang. Membawa si kucing Miko dan boneka sapi ke rumahnya.

Melewati taman yang sedikit sepi karena malam yang hampir lewat. Lusy mengarahkan matanya ke kursi panjang di bawah pohon besar. Seorang pria termenung sendirian di sana.

"Apa yang kamu pikirkan?" Lusy menghampiri pria itu. Dia adalah kakak dari wanita yang meninggal saat melahirkan tadi.

"Aku hanya merasa bersalah." Ujar pria itu.

"Siapa namamu?"

"Namaku Arka," Arka mengulurkan tangannya.

Lusy menyambut tangan itu. Ada perasaan aneh di sana, perasaan yang tak dapat di artikan oleh Lusy.

"Bisakah kamu menjaga keponakan ku? Aku tak bisa menjaga nya beberapa tahun ini." Ucapan Arka kini terdengar sangat serius, wajahnya tak dapat di artikan.

"Apakah kamu sangat sibuk? Aku bisa saja menjaga anak itu, tapi akan aku tempatkan dia di Rumah Sakit untuk beberapa saat ini." Lusy merasa suana mulai canggung.

"Itu semua terserah dengan mu. tapi tolong, jaga anak itu! Aku sudah memberikan nama untuk dia." Arka menoleh ke arah Lusy.

"Siapa?"

"Gavin William Abhivandya!" Lusy terdiam saat mendengar nama anak itu.

"Artinya?" Tanya Lusy penasaran.

"Elang putih yang dihormati banyak orang dan pelindung yang pemberani. Dia akan menjadi seorang pemimpin suatu saat nanti!" Jelas Arka.

"Aku akan menjaga nya, percayalah!" Lusy menepuk pundak Arka.

"Sudah malam, aku akan pulang. Sampai jumpa!" Lusy berlalu pergi.

Di perjalanan pulang Lusy terus memikirkan nama anak lelaki itu, "Gavin william Abhivandya" Gumamnya.

Satu pesan masuk ke ponsel Lusy, saat Lusy tiba di rumahnya. Lusy segera membukanya, itu adalah pesan dari Lili. Malam ini sepertinya Lili menginap di Rumah Sakit. Terbukti karena dia mengirimkan sebuah foto bayi yang sedang menguap.

Lusy tahu, itu adalah bayi yang orang tua dan adiknya menginggal tadi. Bayi yang bernama Gavin. memiliki mata dengan warna hitam pekat, mata yang tajam, benar-benar seperti elang.

Lusy duduk di sofa sebelah sang bunda, "kalo Lusy bawa bayi ke rumah gimana, Bun?"

"Bayi siapa?" Dea menatap Lusy bingung.

"Ibunya meninggal saat melahirkan anak ke-dua. Dan ayahnya kecelakaan, dia gak punya sodara. Jadi Lusy mau ngerawat dia, Bun. Apa boleh?" Lusy menggenggam tangan Bundanya.

"Anak Bunda sudah besar ternyata. gapapa, sayang." Dea mengelus rambut Lusy.

Lusy tersenyum senang. Lalu seketika wajahnya berubah suram, saat sang ayah dan kakaknya ikut duduk bersama.

"Ekhm! Apa maksud kalian ninggalin aku sendiri di mall waktu siang?" Lusy menatap sinis ke-tiga nya.

"Kamu kan lagi pacaran tadi, jadi kita gak mau ganggu. Lumayan, mobilnya sedikit mengurangi beban." Tedi memindahkan chanel TV.

"Meong..."

Semua keluarga nya menoleh ke sumber suara. Lusy menepuk jidat, dia lupa tidak mengeluarkan Miko dari dalam tas.

"Lusy, kucing siapa itu?" Leo mulai was-was.

"Kucing temen," Lalu Lusy mengeluarkan Miko, kucing berbadan besar dengan bulu yang tebal.

HAPPINESSOnde histórias criam vida. Descubra agora