Bab 24.3 Bermain Api

656 127 9
                                    

Hai2 .... updatenya dikit dulu ya. Masih hectic. Hehehe ....

Happy reading! ^^

.

.

.

Matahari baru saja terbit saat Yu Wen bangun dan beranjak turun dari tempat tidur. Keheningan menyapanya, pria itu beranjak menuju jendela besar, menyibak tirai lalu membuka daun jendela, lebar.

Kedua tangan Yu Wen diletakkan di atas ambang bawah jendela, untuk sesaat pandangan pria itu tertuju keluar, menerawang jauh sebelum kembali berbalik menuju meja untuk mencuci muka.

Di atas meja, kedua tangan Yu Wen terkepal erat. Menatap bayangan diri di cermin perunggu, gigi pria itu gemertak. "Apa yang salah?" Ia berbisik pelan, bertanya kepada dirinya sendiri. "Apa aku terlalu cepat bergerak?" sambungnya, masih dengan nada yang sama.

Perlahan Yu Wen memejamkan mata. Maximus memutus kasar ciuman mereka tadi malam, lalu mengusir Yu Wen keluar setelahnya. Suara dingin putra mahkota bahkan masih terngiang-ngiang di telinga Yu Wen. Sialan! batinnya.

Suara derit pintu yang terbuka berhasil mengalihkan perhatian Yu Wen. Ekspresi dingin pria itu segera berganti ramah saat ia menoleh, mencari tahu siapa yang masuk ke dalam ruangannya sepagi ini. Senyum cerah A Chen menyambut lembut. Pelayan remaja itu melangkah masuk ke dalam ruangan dengan membawa sebuah teko berisi air hangat bersamanya.

"Tuan, Anda sudah bangun." A Chen membawa teko ke meja cuci. Ia menuangkan air ke dalam baskom perak lalu beranjak menuju lemari untuk menyiapkan kain bersih serta pakaian ganti yang akan dikenakan oleh tuannya. "Udara sangat dingin, jadi sebaiknya Anda hanya mencuci muka," usul A Chen tanpa menatap sang tuan.

A Chen berdiri tegak, menoleh ke arah Yu Wen yang sudah selesai mencuci muka. "Mereka masih tidak menyediakan nasi di sini." A Chen mendengkus, kedua tangannya dilipat di depan dada. "Aku berusaha membujuk dayang di dapur untuk membelikanku beras di pasar, tapi dia menolak permintaanku dengan kasar." Ia berdecak, terlihat sangat kesal.

Tidak apa-apa, balas Yu Wen, membalas dengan bahasa isyarat. Kita harus selalu mensyukuri makanan apa pun yang tersaji di atas meja, sambung Yu wen. Pandangannya lalu tertuju ke atas ranjang, di mana pakaian ganti yang disiapkan A Chen terlipat rapi di sana. Keluarkan seragam milikku, mulai hari ini aku akan ikut berlatih bersama prajurit yang lain, terangnya, membuka hanfu.

.

.

.

Mengikatkan kain kasa putih di pergelangan tangan kiri, Yu Wen berjalan santai keluar kamar. Beberapa pelayan wanita terlihat sibuk membersihkan lorong-lorong istana. Di sisi kanan bangunan, sinar matahari menerobos jendela kaca besar. Sesaat Yu Wen menoleh, sebelum kembali menyibukkan diri mengikat lengannya dengan kain kasa.

"Hei!" Sebuah tepukan di bahu kanan membuat Yu Wen menoleh. Senyumnya terkembang. Di sisi kanannya, Ega berjalan, menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari keberadaan seseorang. "Di mana Pangeran Maximus?" tanyanya, kini menatap tangan Yu Wen yang sibuk mengikat.

Keduanya berhenti sejenak. Tanpa kata Ega membantu Yu Wen mengikat kain kasa putih di telapak hingga pergelangan tangan muridnya itu.

Terima kasih! Yu Wen memberi bahasa isyarat. Aku belum bertemu lagi dengannya sejak tadi malam. Ia menyambung dengan ekspresi biasa.

Untuk beberapa saat Ega menaikkan satu alis, tinggi. Cukup terkejut karena seorang Yu Wen tidak mengetahui keberadaan putra mahkota mereka. aneh, pikirnya. Namun, Ega memilih menyimpan pertanyaan itu di dalam hati.

"Selama utusan dari Timur berkunjung, pasukan mereka akan berlatih bersama kita." Ega mengurut puncak hidung beberapa kali. Ekspresinya terlihat tidak nyaman untuk beberapa saat. Ia menoleh lewat bahu sebelum bicara menggunakan bahasa isyarat. Putri dari Timur itu, dia pasti datang untuk pernikahan.

Mulut Yu Wen terbuka lebar. Ia mengerjapkan mata beberapakali sebelum akhirnya berhasil mengendalikan diri. Jujur saja ia cukup terkejut karena Ega memilih untuk bergosip dengannya, sepagi ini. Kenapa bicara dengan bahasa isyarat?

Ega terlihat kikuk, berdeham pelan sebelum menjawab. Dinding istana memiliki telinga. Ia beralasan, yang sebenarnya cukup masuk akal. Selain Pangeran Asva, tidak ada orang lain yang bisa dinikahinya di sini.

Yu Wen menyipitkan mata. Bagaimana dengan Kaisar Takvor? tanyanya. Akan jauh lebih mudah jika Putri Jia Li menikah dengan kaisar, sambungnya saat tidak mendapat tanggapan dari Ega. Itu pun jika Kerajaan Timur menginginkan kekuasaan serta perlindungan dari Kekaisaran Barat.

Ega terkekeh pelan. Jika Pangeran Maximus tidak mengakibatkan kematian untuk mereka yang bukan pasangan takdirnya, aku yakin sudah ada ratusan lamaran datang untuk meminangnya.

Yu Wen ikut tersenyum, tipis. Suara menggema dari arah lapangan berlatih berhasil menghentikan pembicaraan keduanya. Ratusan prajurit berdiri di kanan dan kiri panggung gulat sederhana di bagian kiri lapang. Di atas panggung beralas tanah itu, dua orang petarung perwakilan dari Kekaisaran Barat dan Kerajaan Timur tengah bertarung sengit.

Sorak sorai penuh semangat para prajurit menggema, memberikan semangat untuk jagoan mereka, sementara di atas podium, Kaisar Takvor, Pangeran Asva beserta tamu dari Kerajaan Timur duduk, terlihat menikmati pertandingan yang tengah berlangsung.

Kedatangan Ega dan Yu Wen terlihat sangat mencolok. Berbeda dengan prajurit Kekaisaran Barat yang lain, kedua pengawal Pangeran Maximus itu memasuki lapangan berlatih dengan penuh gaya. Pakaian serba hitam dengan bordir lambang Kekaisaran Barat terlihat sangat pas di tubuh keduanya. Sepatu bot kulit yang juga berwarna senada membungkus kaki jenjang Ega dan Yu Wen dengan sempurna.

"Ah, bukankah dia budak bisu yang menjadi pengawal Pangeran Maximus?" Putri Jia Li bertanya dengan suara merdu, tapi penuh penekanan. Gaun hijau tua yang dikenakannya terlihat sangat mencolok. Wanita itu bergerak pelan, membawa kipas lipat ke depan wajah sementara pandangan mata Jia Li masih tertuju kepada Ega dan Yu Wen.

"Mereka terlihat sangat mencolok." Jia Li tidak menyembunyikan kesinisannya saat berbicara. "Apa prajurit di kerajaan ini diizinkan untuk berpenampilan sangat menyolok?"

Kaisar Takvor tidak langsung menjawab. Di sisi kirinya, Sara memijit pelan bahu sang kaisar, walau mata wanita itu sesekali mencuri pandang ke arah Ega yang kini ikut berdiri bersama Yu Wen di sisi lapangan. "Walau menggunakan pakaian berbahan rami sekali pun, keduanya masih akan terlihat mencolok," jawabnya, santai.

"Keduanya berasal dari golongan budak." Putri Jia Li masih berusaha untuk mempengaruhi sang kaisar. "Tidak pantas seorang budak berpakaian mencolok."

Kaisar Takvor tidak langsung menjawab. Ia mengeluarkan biji anggur di dalam mulut ke atas piring emas yang disodorkan oleh seorang pelayan wanita kepadanya. "Mereka memang mencolok," ia membenarkan. "Aku tidak bisa menampik jika keduanya memiliki paras tampan hingga terlihat mencolok. Jadi apa yang kaupermasalahkan?"

Keheningan diantara keduanya menggantung untuk beberapa saat. "Apa mereka diizinkan untuk bertarung?" Putri Jia Li kembali bertanya, mengulum senyum saat Kaisar Takvor menatapnya dengan satu alis diangkat tinggi. "Bertarung hingga mati di atas arena pertandingan."

Suara tawa keras sang kaisar terdengar membahana. Kaisar Takvor menepuk-nepuk pelan tangan kursinya beberapa kali. "Tentu saja. Keduanya diizinkan untuk bertarung di arena pertandingan." Ia terdiam beberapa saat. "Turunkan jenderal terbaikmu! Mereka akan bertarung hingga mati."

.

.

.

TBC


TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang