32.2 Adipati Gunne

659 74 19
                                    

Selamat siang. Karena masih ada yang mau ikut PO Pdf Fated yang berbayar, POnya saya perpanjang sampai tanggal 05.11.2023 jam 18.00 WIB ya. Karena pdf akan diemail sekitar jam 8 atau 9 malam WIB.

Linknya ada di profile saya paling atas ya. ^^

Untuk pdf gratis s/d bagian buku ketiga, link download bisa kalian scroll di profile Watpad saya ya.

Thank you dan happy reading! ^^

.

.

.

Istana Kekaisaran Barat sudah bersiap menyambut Perayaan Ulang Tahun Kaisar Takvor. Istana dihias dengan meriah. Penari dan penyanyi didatangkan dari seluruh negeri. Mereka dipilih dengan sangat ketat selama enam bulan lamanya oleh Departemen Kesenian. Seleksi itu dibuka untuk umum, semua orang berbakat dipersilahkan untuk mendaftar. Jika beruntung, mereka yang terpilih mungkin akan bekerja di istana.

Yu Wen pun mengenakan pakaian terbaiknya, begitu juga dengan Ega. Keduanya berjalan satu langkah di belakang Maximus yang memimpin jalan. Kedatangan Putra Mahkota diumumkan dengan lantang. Semua kepala tamu undangan segera menoleh ke pintu masuk ganda yang kini sudah ditutup kembali.

"Pangeran Maximus?" Suara Gunne terdengar lantang di antara alunan musik di dalam ruangan. Beberapa wanita muda dari kalangan bagsawan memerlihatkan ketertarikan mereka terhadap Yu Wen dan Ega secara terang-terangan. Namun, rasa takut itu muncul saat mata mereka tidak sengaja bersirobok dengan Maximus.

Wanita bangsawan itu langsung membubarkan diri. Mereka masih ingin hidup lebih lama. Karena itu berada jauh dari Maximus adalah keputusan paling baik.

"Adipati Gunne, kukira kau tidak akan datang."

Gunne teratwa keras. "Kenapa kau bersikap sangat kaku?" tanyanya seraya menepuk bahu lebar Maximus tanpa perasaan sungkan. "Aku ini pamanmu, kenapa kau memanggilku seperti orang lain?" Ia menggelengkan kepala, sengaja memasang ekspresi sedih berlebihan.

Seperti tidak ada beban, Gunne tertawa renyah. "Aku hanya diizinkan masuk ke istana satu kali dalam setahun, tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan ini." Melirik Yu Wen, ia lalu berbisik di telinga Maximus. "Apa dia pengawal bisu yang terkenal itu?"

Maximus memasang ekspresi datar.

"Seperti yang kudengar sebelumnya, dia memang sangat menarik. Akan sangat disayangkan jika dia mati." Gunne kembali terkekeh. "Aku membawa beberapa wanita cantik untuk dihadiahkan kepada Kaisar. Kau bisa memilih beberapa orang untuk dirimu sendiri."

Maximus menjawab dingin, "Aku tidak tertarik."

Jawaban Maximus berhasil membuat Gunne tercenung. "Apa karena bocah itu?" Dia melirik Yu Wen yang tengah minum bersama Ega. "Sayang sekali, aku membawa anggur terbaik untuk kalian cicipi. Anggur itu sangat kuat. Hanya dengan beberapa tegukan saja, kau pasti sudah melayang jauh dibuatnya."

Tidak mendapat tanggapan yang diinginkan, Gunne melirik Ega. "Kalau begitu, aku akan memberikannya kepada Jenderal Ega." Gunne tertawa keras. Dua orang pelayan wanita mengekori di belakangnya. Keduanya memberi gelas anggur ke tangan Ega dan Yu Wen. Gunne yang terus bicara berhasil membuat keduanya serba salah hingga akhirnya meneguk anggur di dalam cawan.

Pesta pun berlangsung meriah. Perayaan sesungguhnya dimulai setelah lewat tengah malam. Para penari setengah telanjang meliuk-liukkan tubuhnya di atas panggung. Tidak sedikit di antara mereka yang memasang jaring untuk menangkap pejabat-pejabat penting.

Di sisi lain, Maximus melihat Yu Wen sudah sangat mabuk. Ia menyipitkan mata, cukup penasaran dengan efek anggur yang dibawa oleh Gunne.

Yu Wen mengangkat satu gelas berisi anggur ke depan wajah Maximus. Tersenyum menggoda, ia membujuk Putra Mahkota mencicipi anggur dari cawannya.

Sementara perhatian semua tamu tertuju kepada Kaisar yang tengah berulang tahun, Maximus memerintahkan seorang pelayan membawa satu gentong anggur yang dibawa oleh Gunne ke kamar pribadinya.

"Kalian sudah mabuk, sebaiknya kembali ke kamar masing-masing!" ucap Maximus kemudian. Dia tidak bisa melihat kedua tangan kanannya yang bersikap menggemaskan malam ini karena pengaruh alkohol.

Maximus merasa kesal melihat Ega yang terus tersenyum penuh arti kepada Asva. Jenderal mudanya itu hanya berani melakukannya saat mabuk.

Menarik Yu Wen sejauh mungkin dari ruangan pesta, Maximus akhirnya berhasil kembali ke kamarnya dengan susah payah. Keduanya tidak langsung istirahat, sebaliknya Maximus ingin mencari tahu sampai mana angur ini akan bereaksi terhadapnya?

Maximus berhasil menghabiskan gelas pertamanya. Kedua, ketiga, keempat hingga akhirnya dia berhasil menandaskan semua anggur di dalam gentong keramik. Pandangannya mulai nanar. Seluruh tubuhnya terasa panas luar biasa.

Deru napas Maximus sangat cepat saat ini. Keberadaan Yu Wen seperti sebuah tantangan tersendiri untuknya.

Keduanya berdiri, sedikit goyah hingga akhirnya bisa saling mendekatkan diri. Maximus tidak yakin siapa yang memulai pertama kali hingga akhirnya mulut mereka bergulat, panas.

Hawa dingin yang masuk lewat jendela kayu yang terbuka tidak berhasil memadamkan panas dalam diri keduanya. Udara di dalam ruangan terasa sama panasnya saat Maximus menjatuhkan tubuh mereka di atas ranjang. Jemari lentik Yu Wen terus bergerak, menyentuh kulit berkeringat Putra Mahkota. Libidonya terus naik, Yu Wen mengangkat kepalanya tinggi saat Maximus menciumi lehernya tanpa ampun.

Kegiatan mereka tidak terkendali. Maximus pada akhirnya menyerah oleh nafsu dan penyesalan itu selalu datang di akhir cerita.

.

.

.

Rasa sakit hebat dirasakan oleh Maximus saat terjaga keesokan harinya. Kedua matanya masih dipejamkan erat saat Maximus mendudukkan diri di atas ranjang.

Melepas napas panjang, kening Maximus ditekuk mendapati keadaannya saat ini. Di udara, masih tercium bau dari hasil kegiatan panasnya tadi malam.

Maximus mengerang. Wanita mana yang sial karena bercinta dengannya kali ini?

Menunduk, tubuh Maximus membeku sepenuhnya. Di sisi ranjangnya, ia mendapati Yu Wen berbaring, begitu tenang hingga Maximus diselimuti oleh perasaan takut.

Tangan Maximus gemetar saat menyentuh pipi Yu Wen yang dingin. Napasnya tercekat mendapati jantung terkasihnya tidak berdetak.

"Yu Wen?" Maximus memanggil dengan penuh kelembutan. Kedua telapak tangannya menangkup wajah Yu Wen. "Hei ...." Jemari Maximus mengusap lembut permukaan halus kulit pucat wajah Yu Wen. "Bangun," bisiknya lirih. "Jangan membuatku takut." Maximus terus bicara walau tidak mendapat balas.

.

.

.

TBC

TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang