7. [Keluarga]

15 7 4
                                    

Assalamu'alaikum...
🍒Jadikan alquran bacaan utama & happy reading🍒

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Masuklah"

Suara tegas itu cukup membuatku merinding, kulihat Ayah tetap setia dengan raut wajah tenangnya, setelah mendapatkan persetujuan untuk masuk, Ayah membuka pintu itu yang kemudian menampilkan ruangan yang luas bergaya klasic yang hampir disekelilingnya dipajang barang-barang mewah.

Diseberang sana duduk seorang wanita paruh baya yang kuyakini dialah Eyangku, meski ingatanku masih kurang jelas karena sudah lama sekali tidak kemari, ia terlihat asing namun disi lainnya kurasa aku mengenalnya dengan baik. Samar-samar peristiwa waktu kecil mulai bermunculan dikepalaku.

.........
"Mi kamu mau kan tinggal disini sama Eyang"

"......."

"Lihatlah, kamarmu bagus sekali bukan, juga ada banyak bonekanya ,lebih bagus dari kamarmu di tempat Ayahnmu"
.........

Deg!
Ingatan itu tiba-tiba muncul begitu saja, untung saja suara Eyang membuyarkan lamunanku.

"Kemarilah" Eyang sudah berdiri menatapku tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya, aku melirik Ayah sekilas yang menganggukkan kepalanya, kemudian aku berjalan canggung mendekat ke Eyang dan sesampainya disana Eyang memeluk erat tubuhku.

"Cucu Eyang sudah besar rupanya, cantik....mirip sekali dengan ibumu" Aku tersenyum canggung saat Eyang menoel pipi ku gemas.

"Ayo duduk sini, kamu juga Ali duduklah"

Aku duduk bersebelahan dengan Eyang sementara Ayah berada di depan kami.

"Kenapa baru datang kemari, sudah bertahun-tahun lamamanya saya tidak melihat cucu perempuan saya ini"

Aku menatap Eyang kemudian beralih menatap Ayah yang sekarang memasang tampang seriusnya, setelah dewasa aku jadi mengerti sebuah fakta bahwa hubungan Ayah dan Eyang kurang baik, bisa dikatakan Eyanglah yang tidak menyukai Ayah sebab Bundaku anak orang kaya yang lebih memilih menikah dengan Ayahku yang seorang yatim piatu dan tidak memiliki harta kekayaan seperti Bunda, pasti dulu Eyang menentangnya yang entah mengapa kemudian akhirnya Ayah dan Bunda bisa menikah, jika sudah tertulis di lauhul mahfuz maka apapun halangan dan rintangan jika iya kata Allah maka terjadilah, begitu bermaknanya semua takdir Allah. Maha besar Allah aku bersyukur karena telah diberi hidayah oleh Allah agar mendekat kesisinya.

"Saya minta maaf buk, saya tidak bisa datang lebih cepat dari ini karena belum adanya waktu yang tepat "

"Kalau begitu sekarang biarlah Ibuk yang urus Ami, kamu pasti punya sibuk, Ibuk juga dengar kabar kamu terlalu sering meninggalkan ami sendiri dirumah"

Aku terkejut mendengar perkataan Eyang kemudian aku memegang lengan Eyang lembut.

"Maaf Eyang jika ami lancang, tapi ami suka kok tinggal bersama Ayah, walau memang semua yang Eyang katakan itu benar tapi Ayah adalah Ayahnya Ami selamanya tidak akan ada yang bisa menggantikannya" aku menatap Eyang dengan wajah tenang dan serius, karenanya kulihat ia sedikit terkejut dengan perkataan tiba-tiba dari ku.

"Baiklah jika itu memang kemauanmu Eyang tidak bisa memaksa, hmmm kamu masih sama saja seperti dulu ya" Eyang memengang tanganku kemudian beralih menatap cangkir teh yang berada di atas meja, ia menuangkan segelas teh untuk ayah dan satu lagi untuk dirinya.

Aku menatap Ayah yang juga menatapku sambil tersenyum, karena selama ini aku selalu bersama Ayah jadi wajar saja aku tahu kalau senyuman Ayah kali ini tersirat rasa gelisah juga perasaan tidak aman yang selama ini jarang terlihat.

Goodbye Oppa!! Aku Memilih Sang Penciptaku (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt