🌼15

13.5K 1.4K 33
                                    

Ini berita buruk!

Beberapa saat lalu Railuna mendapat kabar dari tantenya bahwa ayahnya masuk rumah sakit karena serangan jantung. Buru-buru saja ia membereskan barangnya dan bertolak ke Surabaya.

Menghabiskan waktu sekitar 1 jam menggunakan pesawat, Railuna kini bisa menjejalkan langkahnya lagi pada kota kelahirannya.

Penampilannya pun ikut berubah sebab Railuna berpikir tidak ada gunanya melakukan penyamaran sementara Railuna sedang tidak main kucing-kucingan dengan ayahnya.

Setelah mobil jemputannya berhenti di depan rumah sakit, tanpa menunggu waktu Railuna bergegas turun. Wajah paniknya tak bisa disembunyikan sedang dalam benaknya mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.

Langkah kaki yang seperti berlari itu terdengar di sepenjuru lorong rumah sakit. Begitu mendekati ruangan ayahnya, Railuna terlebih dahulu memperbaiki sistem pernapasannya.

Setelah dirasa tenang, Railuna memberanikan diri membuka pintu ruangan ayahnya.

Bau khas rumah sakit langsung menyerbu indera penciumannya. Mengenyahkan rasa tidak nyaman, fokus Railuna beralih pada brankar yang berisi ayahnya.

Tanpa bisa dicegah kedua netranya berkaca-kaca. Semakin dekat jaraknya bersama sang ayah, Railuna hanya mampu menutup mulutnya demi meredam suara isak tangisnya begitu melihat wajah pucat ayahnya.

"Ayah." suara Railuna menggema di ruangan itu dan ternyata suaranya malah membangunkan Sai di mana mungkin baru akan terbang kealam mimpi.

Menoleh kearah suara, raut terkejut Sai tak dapat disembunyikan saat matanya menangkap kehadiran sosok sang putri yang sudah kabur selama beberapa bulan ini.

"Una," suara parau Sai membuat Railuna segera menghambur kedalam pelukan ayahnya. Selain merasa bersalah, Railuna juga kangen.

"Dasar anak durhaka. Baru ingat Ayah kamu."

Railuna meringis saat Sai dengan tidak berperasaannya menjewer kupingnya. Jewerannya bukan main hingga Railuna harus memohon agar dilepaskan.

"Ampun Yah. Ini Railuna udah pulang kok. Itu tandanya Railuna bukan anak durhaka. Anak yang masih sayang orangtua." balasnya bersamaan Sai melepaskan tangannya.

Sambil mengusap telinganya yang memerah, Railuna cengengesan begitu Sai memelototinya.

"Jangan kabur-kaburan seperti ini lagi. Kamu buat Ayah puyeng mikirin nasib kamu diluaran sana."

"Iya iya. Railuna janji tidak akan kabur lagi. Yang penting Ayah sehat itu udah lebih dari cukup." ujar Railuna sembari mendudukan bokongnya pada kursi yang tersedia disamping brankar. Melihat ayahnya dapat berbicara seperti ini, menjadi kelegaan tersendiri bagi Railuna. Semoga saja momen ini akan selalu terjadi sampai Sai memiliki cucu.

"Janji?" layaknya anak kecil, Sai menyipitkan mata sebagai tanda bahwa ia masih ragu akan ucapan Railuna.

Mau tak mau Railuna menganggukkan kepalanya. " Iya Railuna janji. Apapun keinginan Ayah, Railuna akan turuti,"

"Termaksud perjodohan itu?"

Railuna menpautkan bibirnya. Bisakah dalam kondisi sekarang Sai tak membahas masalah itu? Railuna pikir ayahnya sudah melupakan hal yang menjadi penyebab dirinya kabur dari rumah.

Menghela napas panjang, Railuna menatap lekat ayahnya. "Yah, bisa tidak Ayah jangan bahas itu. Railuna belum siap."

"Tapi Ayah ingin Una. Selagi Ayah masih hidup, Ayah ingin melihat kamu bersama pendamping."

"Kenapa jadi ngelantur sih ngomongnya. Ayah ngebet bener buat jadiin Railuna yatim piatu." dumelnya  kembali meringis ketika sekali lagi Sai menjewer telinganya.

RALIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang