🌼35

13.3K 1.1K 55
                                    

Usai mendengar pengakuan Alion tempo hari, kini kehidupan Railuna semakin suram saja. Hal itu berimbas pada kehamilannya.

Berapa kali Alion mesti konsultasi pada dokter perihal imun Railuna yang makin hari makin menurun.

Tetapi selalu saja jawaban sama Alion dapatkan.

"Selain imun tubuh, faktor stres juga memengaruhi ibu hamil di usia muda. Keguguran rentan terjadi di umur segitu apabila dari pihak orangtua calon bayi tidak memperhatikan kesehatan mental calon ibu."

Menghela nafas pendek, Alion duduk dilantai sedang Railuna hanya duduk di kursi. Seperti biasa tak ada sedikitpun suara yang Railuna keluarkan. Bila Alion memaksakan kehendaknya, dikhawatirkan kesehatan Railuna akan semakin menurun.

Bahkan berat badannya saja kian menurun drastis. Padahal biasanya ibu hamil yang Alion lihat maka berat badannya akan semakin bertambah.

"Susunya diminum dulu." katanya mengambil tangan Railuna guna memegang gelas yang Alion sekarang pegang.

Railuna menerimanya dan dalam diam menandaskan minuman itu. Belum ada semenit masuk ke perutnya, Railuna kembali memuntahkannya. Alion dengan sigap berdiri dan memijit lembut tengkuk Railuna.

Beberapa saat berada di posisi sama, akhirnya Railuna berhenti. Mukanya pucat diiringi napas yang tak beraturan. Membiarkan Alion menggendongnya, Railuna dengan lemas menyandarkan kepalanya di dada Alion.

Tak lama Railuna merasakan tubuhnya menyentuh sesuatu yang empuk, pasti Alion membawanya ke kamar.

Dengan telaten Alion menuntun Railuna duduk dan menyandarkan tubuhnya di kepala kasur.

"Minum dulu." Alion menyodorkan air putih yang segera disambut Railuna. Kerongkongannya jauh lebih baik dibanding tadi.

Setelah memastikan Railuna lebih baik, Alion beralih merendahkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan perut Railuna. Menyibak daster terusannya keatas, Alion menyentuh ujung hidungnya di atas perut Railuna. Menggesekkan hidungnya beberapa kali, Alion melabuhkan ciuman.

"Kamu jangan nakal, ya. Gak tau sesusah apa Papa kamu ini bujuk mama mu. Jadi, tolong kurangin bandelnya." bisiknya kembali memberikan satu ciuman di perut Railuna.

Namun bukannya tenang, Railuna malah merasakan perutnya kembali bergejolak. Segera ia memuntahkan isi perutnya meninggalkan Alion yang mengerjap tidak percaya ditempatnya.

Tidak mungkin kan anaknya membenci dirinya?

Memejamkan matanya, Railuna merasa lelah. Tubuhnya semakin melemas. Memilih merebahkan tubuhnya, tanpa menunggu waktu lama Railuna terbang ke alam mimpi.

Alion yang melihat keadaan istrinya semakin memburuk akhirnya menghubungi dokter. Bila makanan terus ditolak oleh perut Railuna, maka satu-satunya jalan adalah infus.

Ughh, bukankah Alion sudah bisa menjadi suami idaman.

🌼
🌼
🌼

"Dia lagi hamil."

Deruan ombak pantai di sore hari ditambah matahari yang tak lama lagi tenggelam menjadi latar keindahan tersendiri bagi dua orang pria berbeda usia.

Pemuda yang mendengar perkataan itu hanya tersenyum rumit.

"Bagaimana bisa aku biarkan mereka bahagia setelah menghancurkan hidup kita." desisnya dengan sorot mata tajam mengarah ke laut.

"Saga, jangan gegabah. Mereka bukan orang biasa. Aku tidak ingin kehilangan mu setelah mamimu pergi meninggalkan kita."

Diingatkan perihal itu, emosi Saga kian membumbung.

"Maka Alion harus merasakannya juga. Akan aku rebut istrinya. Bila perlu mengotorinya seperti aku mengambil mahkotanya dulu."

Naro menggeleng, susah berbicara pada putra yang sudah memiliki watak keras kepala dan tak ingin dibantah sejak dulu.

"Meski Papi mendukung tujuanmu, tapi tetaplah waspada. Mereka itu seperti air laut. Kelihatan tenang  tapi tak ada yang bisa menebak bahaya apa yang sedang menunggu di dalamnya."

Pria keturunan jepang itu berbalik meninggalkan Saga yang masih berusaha menenangkan gemuruh dadanya.

"Tenang, Pi. Semua yang menimpa kita akan segera aku balaskan."

Saga menyorot lurus ke depan. Mengamati bagaimana matahari mulai tenggelam oleh luasnya lautan.

Pikirannya kembali menerawang. Setelah Alion berhasil meruntuhkan kejayaan Damaza dalam waktu semalam, semuanya hancur dalam sekejap mata.

Semua yang berada dalam genggamannya terpaksa diambil. Kekuasaan, pamor, serta sang ibu.

Saga bersumpah, bahwa Alion juga harus merasakan demikian. Meski yang dihadapinya adalah orang besar.

🌼
🌼
🌼

Sudah 3 hari Railuna terbaring tanpa melakukan aktivitas apapun. Usia kandungannya semakin bertambah, seiring kesehatannya juga yang hanya mengalami perkembangan sedikit.


Setidaknya Railuna tidak sering memuntahkan makanannya.

Dengan posisi telentang, Railuna turut mengelus perutnya. Terasa keras dan sepertinya mulai membuncit.

Selama kehamilannya, Alion tak pernah sekalipun meninggalkannya bila bukan hal mendesak. Bahkan sekolahnya saja Alion memilih homeschooling.

Entah bersyukur atau tidak. Perhatian serta kenyamanan yang Alion berikan cukup membuat Railuna terbuai. Meski sampai sekarang enggan membuka suara, Alion masih saja mengajaknya berceloteh.

Padahal bila ditelisik, perangai pria itu jauh berbeda sewaktu dulu.

Ceklek...

Mendengar pintu kamar dibuka, Railuna buru-buru memejamkan matanya. Napasnya ia atur setenang mungkin.

"Hah~, udah tidur." gumam Alion menaruh terlebih dahulu bingkisan yang ia bawa. Menghampiri Railuna, badan Alion membungkuk kemudian melabuhkan satu ciuman di dahi istrinya.

"Aku sudah menemukan mata yang cocok untukmu. Semoga ini bisa mengembalikan dirimu yang dulu." bisiknya lalu bangkit dan bergerak menuju kamar mandi.

Setelah memastikan Alion masuk, barulah Railuna membuka matanya.

Haruskah Railuna bahagia bahwa sebentar lagi ia akan melihat?

Tak dapat dipungkiri, Railuna mulai terbiasa hidup dalam kegelapan. Menurutnya sunyi dan tentram. Railuna suka.

🌼
🌼
🌼

Railuna aneh deh.

Btw kapal untuk pasangan ini ada gak?

Sampai jumps di part selanjutnya.

Sayang kalian banyak2😘😘

RALIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang