Twelve

347 53 30
                                    

Hinata baru saja selesai dengan acara belanjanya. Namun bukannya merasa bahagia, Hinata merasa hatinya semakin beku. Semua perhiasan dan pakaian mahal yang berhasil ia beli dalam sekali waktu, nyatanya hanya menyisakan kehampaan.

Apa gunanya semua kemewahan ini? Dia tidak mendapatkan bahagia di dalamnya. Naruto jelas marah dan membencinya. Dan Hinata? Dia membenci Sasuke. Juga membenci takdir.

Dulu Hinata membayangkan semua yang dilakukan Naruto pada wanita bernama Sakura itu. Hinata mendambakan senyuman manis Naruto. Mendambakan pelukan pria itu saat dia sedang membutuhkannya. Mendambakan pergi berbelanja bersama untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga mereka. Mendambakan sebuah pernikahan hangat yang sederhana.

Ironinya, semua itu hanya angan! Tidak ada kata bahagia dalam masa depan yang kini harus dihadapi olehnya.

Membuat bahagia memang masih mungkin. Tapi dengan Sasuke? Hinata menyerah pada sebuah harapan. Mungkin dia akan hidup terus seperti yang diinginkan kebanyakan orang. Tapi untuk bahagia?

Hinata menghempaskan tas belanjanya di lantai kamar. Menatap nanar deretan kardus berwarna hitam dan oranye. Tidak bersemangat walau dia baru saja menghabiskan 100 ribu dolar. Hinata tidak peduli dengan bagaimana Sasuke akan mengomel karena Hinata menguras tabungan pria itu.

Cklek.

"Kau baru saja belanja?" tanya Sasuke dengan nada dingin.

"Bukannya kau memperbolehkanku melakukan apapun yang kumau? Apa sekarang itu menjadi masalah bagimu?" tanya Hinata balik tanpa menjawab pertanyaan Sasuke.

"Apa kau memang sengaja keluar untuk menemui mantanmu itu?"

"Mantan? Maksudmu Naruto?"

Hinata terkekeh dengan nada mengejek. "Kenapa kau marah kalau kau izinkan aku pergi kemanapun aku mau? Bukankah kau tau hal semacam ini akan terjadi nantinya?"

"Jangan membuatku kehilangan kesabaranku, Hinata ..."

"Kau mengatakan hal ini, apa kau tau kalau aku sudah sejak lama kehilangan kesabaranku?"

"Kau ..."

"Kau menciptakan neraka ini! Jadi kenapa aku tidak bisa menciptakan neraka juga untukmu?!"

"Jangan membuatku menjadi monster ketika aku tidak seharusnya melakukan itu."

"Kau sudah menjadi monster bagiku sejak dulu! Lalu apa bedanya?!"

Brak!"

Sasuke mendorong Hinata kasar hingga tubuh istrinya itu rebah di atas tempat tidur. Wajah pria itu memerah karena amarah. Tangan kirinya memerangkap kedua lengan Hinata. menguncinya hingga tubuh Hinata tidak bisa bergerak sedikitpun.

"Lepaskan atau aku akan membencimu!" ancam Hinata dengan wajah panik.

"Kau sudah membenciku tanpa tau apa yang sebenarnya kulakukan. Bukankah mendapat kebencian lain darimu tidak akan membuat semuanya berubah?" bisik Sasuke dengan nada dingin.

"Sasuke, aku mohon ..."

"Aku akan memaksamu menjadi milikku tidak peduli kau menyukainya atau tidak, Hinata. Aku akan memastikan kau tidak bisa lari seklaipun tidak ada belenggu di kakimu yang menahanmu terus bersamaku."

Hinata menjerit ketika Sasuke mulai menciumnya. Sangat dalam dan membuat Hinata membenci dirinya sendiri. Sasuke praktis membuatnya merasa sangat kotor. Bahkan ketika pria itu mengarahkan bibirnya menyusuri setiap inchi kulit Hinata.

"Aku benar-benar membencimu! Aku mengutukmu, Sasuke!"

Kalimat yang terdengar sangat lemah itu seolah tidak memengaruhi Sasuke. Tangan pria itu cekatan melepaskan penghalang demi penghalang di antara mereka. Mengabaikan tangisan Hinata yang meminta Sasuke menghentikan sentuhannya.

Before You GoWhere stories live. Discover now