Thirteen

208 45 9
                                    

"Aku akan berangkat bekerja. Kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan saja lewat line. Aku akan segera membalasnya dan datang kemari," pamit Sasuke sembari mengelus kepala Hinata dengan lembut.

"Kau pikir itu akan membuatku tenang?" bisik Hinata dengan nada dingin.

"Terserah saja. Aku hanya ingin memastikan kau nyaman."

"Kau pergi dari hidupku, itu akan jauh membuatku nyaman."

Sasuke tersenyum. "Belum waktunya. Lagipula, aku tau kau akan merindukanku kalau sampai hal itu terjadi."

"Dalam mimpimu!"

Gelengan pelan Sasuke mengakhiri pembicaraan mereka kali itu. Hinata menghembuskan napas kesal ketika merasakan Sasuk justru mengecup bibirnya dan tersenyum sebelum melanjutkan langkah menjauhinya.

Hinata memang membenci Sasuke atas segala hal yang terjadi. Tapi wanita itu tidak bisa terus-terusan menjadi orang jahat karena itu sama sekali bukan dirinya.

"Kita lihat saja sampai mana kau akan tahan dengan segala perilakuku, Sasuke. Aku tidak ingin menjadi musuhmu. Hanya ingin kita berpisah. Seharusnya itu tidak sulit kalau kau tidak menggantungkan ego dan kepentinganmu."

Bisikan itu jelas tidak akan pernah sampai di telinga Sasuke karena nyatanya, pria itu memang tidak berada di dekatnya.

.

.

.

'Aku ingatkan padamu soal janjimu, Uchiha. Aku akan berusaha sebisaku dari sini. Jangan sakiti adikku. Kau sudah berjanji.'

.

Sasuke menghela napas panjang melihat pesan itu. Dia memang tidak menyakiti Hinata secara fisik. Sasuke selalu memastikan tidak membuat kesalahan dengan lebih membuat Hinata semakin menderita. Hanya saja ... Sasuke tidak bisa menjamin soal perasaan.

Semua hal menyakitkan yang terjadi di keluarga mereka jelas tidak mungkin tidak berdampak pada Hinata. Istrinya itu begitu membencinya hingga melakukan banyak sekali cara untuk terlepas darinya.

"Tuan, Nyonya Uchiha lagi-lagi membelanjakan kartu anda. Kali ini tagihan yang masuk sebesar tiga juta yen."

Sasuke kembali menghela napas panjang. Pria itu menutup laptopnya. "Biarkan saja. Dia hanya ingin membuatku kesal. Hal yang pasti harus kau lakukan adalah memastikan penjagaannya dengan baik. Aku tidak ingin ada kejadian yang buruk menimpanya."

"Baik. Apa perlu menambah pengawal yang berjaga?"

"Berapa banyak pengawal yang mengikutinya diam-diam?"

"10 orang, Tuan."

"Itu sudah cukup. Aku tidak ingin dia curiga atau merasa tidak nyaman."

"Baik, Tuan. Tapi untuk tagihan kartu kreditnya bagaimana?"

"Dia tidak akan bertahan lama berbelanja seperti itu. Lagipula, aku masih memiliki tabungan bahkan jika dia berbelanja sebanyak itu tiap hari sampai lima tahun ke depan. Biarkan dia melakukan apapun yang dia suka."

Sang asisten tersenyum mendengar apa yang dikatakan Sasuke. Walau tidak tahu apa jenis pernikahan yang dijalankan pria itu sebenarnya, sang asisten cukup memahami jika Sasuke adalah jenis pria yang jika sudah mencinta, akan menyerahkan segalanya termasuk hidupnya.

"Semoga semua pengorbanan anda sepadan, Tuan," bisik sang asisten sebelum benar-benar keluar dari ruang kerja Sasuke.

.

.

.

Sakura mengelus perutnya dengan lembut. Senyum mengembang di bibir tipisnya. Sesekali membayangkan bayi yang ada di perutnya menendang. Ketika bayi itu semakin besar dan akhirnya bisa dipeluk, bukankah itu akan menjadi luar biasa?

Before You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang