[EPISODE 7] - Girls

1.2K 209 9
                                    

Orang-orang tahunya Sashi Azkiyana aktif menulis novel setelah pensiun dari dunia tenis, Valerie dan Gentala juga awalnya tahu begitu, mereka tidak tahu bahwa Sashi sudah sering mengirimkan pelbagai cerpen untuk diikuti lomba menulis, dari yang skalanya kecil sampai ke yang besar. Beberapa cerpennya bahkan berhasil dipublikasi di majalah, diterbitkan jadi buku bersama cerpen-cerpen dari penulis lain, bahkan cerpen buatan Sashi pernah tergabung dalam satu buku kumpulan cerpen bersama beberapa penulis besar yang lebih dulu punya karya berlabelkan 'buku best seller'. Ada juga cerpen Sashi yang meski tidak dipublikasikan secara luas, tapi berhasil mendapat sebuah penghargaan bergengsi dan tentu saja uang tunai sebagai bentuk penghargaan atas kemenangan lomba yang diselenggarakan.

Dan semua cerpen itu Sashi kirimkan pada pihak terkait dengan nama yang berbeda-beda, tidak pernah benar-benar menunjukkan bahwa tulisan itu adalah karya seorang Sashi Azkiyana. Juga, tentu saja, Sashi mengerjakannya secara diam-diam, orangtuanya tidak pernah tahu, Arya juga tidak pernah tahu. Saat itu yang tahu hanya Lingga, Hasta, Ibram, dan Arum—pelatih tenisnya yang meski kadang begitu keras melatih Sashi, Sashi sudah menganggapnya lebih dari sekadar pelatih, seorang teman, seorang kakak perempuan, juga seorang ibu. Arum yang tak lain adalah saingan berat Dewi Rahayana di pelatnas, yang kerap kali dibandingkan kemampuan dan prestasinya, yang akhirnya secara jahat, Sashi pun kerap membandingkan mereka dalam memberikan sebuah kasih sayang terhadap seorang anak.

Arum punya dua anak perempuan dan satu anak laki-laki, Sashi terkadang iri bagaimana Arum dan suaminya yang juga seorang atlet tenis tidak pernah memaksa anak-anak mereka untuk menjadi seperti keduanya, menjadi seorang atlet. Mereka memberi hak untuk memilih jalan mana yang akan ditempuh tiga anak itu, mereka mendukung jalan seperti apa yang anaknya pilih. Satu anak perempuan dan satu anak laki-laki mereka memilih untuk tidak jadi atlet, sedang si bungsu memilih untuk meneruskan gelar kedua orangtuanya yang tentu saja dia lakukan tanpa paksaan hingga semuanya terasa begitu menyenangkan.

Saat akhirnya pensiun dini karena cedera, Sashi berpikir bahwa dia akan terbebas dengan jerat kekang kedua orangtuanya, nyatanya tidak begitu, walaupun untuk pertama kalinya Sashi berhasil pelan-pelan mengendurkan ikatan di tubuhnya itu, yaitu ketika dia memutuskan untuk menerbitkan sebuah buku.

"Kamu nggak buka email?" tanya Lukman Bedani Azki, papa Sashi yang tiba-tiba menghampiri sang anak yang sedang duduk di ruang tengah sembari menonton televisi dan memakan beberapa buah di kotak Tupperware yang sebelumnya sudah dipotong-potong, kakinya yang masih dibebat pasca operasi keduanya diselonjorkan di atas meja, Lukman akan marah jika kaki Sashi baik-baik saja, sayangnya kali ini dia tidak bisa berbuat apa-apa. Hari itu tepat satu minggu setelah Sashi Azkiyana mengumumkan keberhentiannya di dunia tenis.

"Aku nggak buka hape dari kemarin," jawab Sashi. Itu benar, karena setelah pulang dari rumah sakit, pekerjaannya di rumah hanya menonton film atau serial televisi yang tertunda cukup banyak, atau membaca novel yang menumpuk, yang nyaris tidak dia sentuh setelah dibeli.

"Coba nanti dicek, ada email dari editor Penerbit Harapan Kata, Papa lupa namanya siapa, tapi dia nawarin buat bikin buku biografi kamu."

Mata Sashi sedikit memicing ragu. "Kenapa Papa tahu kalau ada yang email aku dari penerbit buku?"

Lukman mendesah. "Editor buku Papa tadi siang telepon, katanya kamu udah dihubungin dari dua hari lalu tapi nggak jawab-jawab." Sashi lupa kalau papanya selain seorang dokter andal, dia juga beberapa kali menerbitkan sebuah buku yang pastinya tentang kesehatan, yang pernah salah satunya Sashi lihat ada di meja belajar Arya—Sashi melihatnya secara tidak sengaja saat dia iseng mengintip kamar kakaknya itu yang kebetulan pintu kamarnya agak terbuka dan pemiliknya sedang mandi. Dan buku itu adalah jenis buku yang sampai kapan pun tidak akan Sashi baca, penasaran pun tidak pernah.

Ruang KosongWhere stories live. Discover now