Prank

3.7K 279 24
                                    

.
.
.
.

Jayden sampai dirumah sakit tempat anaknya dirawat. Ia sedikit berlari dan tak sengaja menabrak orng lalu lalang. Dipikarannya sekarang hanya ada anak bungsunya saja.

Tangan Jay terulur untuk menekan tombol lift. Sedikit kesal karena pintunya tak kunjung terbuka. Tampilannya kacau sekarang. Dia hanya memakai kemeja putih, celana bahan, dan tak lupa rambut yang semula tertata rapi sekarang turun menutupi dahinya.

Jay masuk ke dalam lift dan segera menekan angka 6. Lift pun mulai naik menuju lantai enam. Setelah sampai, Jay langsung keluar dan segera mencari kamar inap anak bungsunya.

Tetapi Jay tak sengaja menangkap sang mama tengah menangis sembari dipeluk papanya. Detak jantung Jay semakin kencang. Perasaannya pun tak karuan tentang anak bungsunya.

Tungkainya ia bawa untuk mendekati orang tuanya.

" M-ma" ucap Jay lirih.

Yuna menoleh ke si pemilik suara. Setelah ia tau Jay sudah berada di dekat mereka, ia langsung memeluk anak laki-lakinya itu.

" Mama kenapa?" tanya Jay sembari mengelus pundak sang mama.

Yuna melepaskan pelukannya, ia mengusap lelehan air mata yang berbekas di pipinya. " Masuk gih."

Jay bingung disuruh masuk. Pikiran dia udah gak bisa berpikir dengan jernih. Perlahan tangannya meraih pintu ruang inap anak bungsunya.

Napasnya seperti tercekat di tenggorokan. Tangannya dingin dan keringat membasahi dahinya. Perlahan ia mendorong pintu ruangan tersebut.

" Dek?."

🐯

" Anjing emang si Jeje ninggalin kita gitu aja" gerutu Joni.

Memang setelah landing tadi, Jay langsung masuk ke dalam mobil kantor yang menjamputnya. Sepertinya dia lupa dengan antek-anteknya ini.

" Naik taksi aja gimana?" ucap Yanto.

" Gak mau ah, sempit. Mending telpon Bambang deh suruh jemput kita" Tyo tidak membayangkan jika mereka naik taksi yang sempit itu. Bisa-bisa Tyo sesak napas terus meninggoy gimana? Nathan kesenengan nanti.

Danu mengeluarkan ponselnya untuk menelpon supir kantor mereka. " Halo, jemput di bandara ya. Bawa dua mobil yang alphard."

" 15 menitan sampe kayaknya" Danu mengantongi kembali ponselnya.

" Makan yuk, laper gue" ajak Joni.

" Ayo! gue juga laper" timpal Tyo.

Akhirnya mereka ke tempat makan dulu sambil nunggu jemputan. Mereka udah kayak bapak-bapak ilang aja dibandara sambil bawa koper. Ingatkan mereka untuk memarahi Jay nantinya.

" Kenapa si Jay, kok buru-buru banget?" tanya Danu.

" Khawatir kali sama anaknya. Apalagi Joe, dia tuh kayak anak kecil yang harus banget dia awasin. Kalo orang lain yang ngawasin dia gak bakal tenang, walaupun itu keluarganya sendiri" balas Joni.

" Terus, ke Mark juga kayak gitu?" tanya Yanto.

" Ya sama aja, Jay itu protektif banget sama anak-anaknya. Apalagi udah gak ada ibu sejak kecil."

Tyo mengangguk mendengar ucapan Joni. Sama kayak Nathan yang gak punya ibu semenjak masih bayi. Ibunya meninggal setelah Nathan berumur 3 jam. Berbeda dengan Haikal dan Rendi yang masih memiliki ibu tetapi sudah berpisah dengan sang papa.

" Kalo Yoga malah gak diakui anak sama ibunya."

Danu mengusap pundak Yanto. Mencoba memberi semangat walaupun gak ngefek. Yanto senyum, raut wajahnya seperti udah biasa dalam hal ginian.

Daddy Jay's FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang