Part 8

3.1K 482 45
                                    

Hyunsuk berdecak jengkel saat Jihoon muncul di kelas dua hari setelah dia meminta agar Jihoon hadir dalam pelajaran Seni Budaya.

"Aku benar-benar membencimu." ucap si banjangnim sebelum Jihoon mencapai kursinya.

Jihoon tertawa dalam hati, ia sudah tahu bahwa Hyunsuk akan mengatakan itu.

Hyunsuk selalu seperti itu.

Selalu mengatakan kalimat itu ketika Jihoon berbohong, ketika Jihoon memunculkan dirinya setelah menghilang beberapa hari.

"Kenapa? Aku bahkan tidak melakukan apapun." Jihoon mencoba terlihat acuh, mencoba melawan rasa aneh yang menganggunya ketika dia berhadapan dengan si banjangnim.

Rasa aneh yang selalu muncul ketika dia bersinggungan dengan Hyunsuk, ketika Hyunsuk bertanya di mana dia, apa yang dia lakukan, kemana dia pergi atau ketika Hyunsuk memintanya untuk berhenti berkelahi.

"Kau tidak lelah?" tanya Hyunsuk, suaranya sedikit melembut, membuat perasaan aneh di dada dan perut Jihoon semakin parah.

"Apanya?" Jihoon kikuk.

"Berkelahi. Apa kau tidak merasa lelah dan sakit? Seluruh wajahmu selalu dipenuhi luka hampir setiap hari, berhentilah berkelahi, kau menyiksa dirimu sendiri."

Jihoon tidak bisa, dia tidak bisa dilingkupi perasaan aneh ini lebih lama. Perutnya terasa seperti akan meledek karena kehangatan yang diberikan Hyunsuk. Jihoon tidak terbiasa dengan perhatian, sedikit saja seseorang memperhatikannya, Jihoon akan salah mengartikan.

Dan Jihoon tidak mau menyalah artikan kepedulian seorang ketua kelas pada teman-temannya menjadi seseorang kepada orang yang istimewa.

Jihoon tidak mau terbawa perasaan.

"Urus-urusanmu sendiri." maka dia cepat-cepat memasang tameng, membangun tembok kokoh agar Hyunsuk tidak bisa lebih berkelana lebih jauh ke dalam hati dan pikirannya.

Si banjangnim melotot tajam, mulutnya terbuka mengisyaratkan bahwa dia terkejut atas apa yang Jihoon ucapkan.

"Kau benar-benar brengsek!" makinya sebelum pergi meninggalkan Jihoon yang hanya mendesah pasrah.

***

Seperti sebelumnya, Jihoon kembali bekerja di waktu yang seharusnya ia gunakan untuk belajar. Kali ini, terdapat beberapa perbedaan karena kemarin Bobby meminjam uang lagi, membuat hutangnya bertambah yang berarti tugas Jihoon untuk mencari uang lebih berat lagi.

Dia harus bisa menghasilkan uang paling tidak lima ratus ribu won sehari jika tidak ingin dipukuli sampai kesadarannya menghilang.

Dan Jihoon bimbang, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

Haruskah Jihoon menjambret?

Tapi jika dia melakukannya, Jihoon akan benar-benar menjadi orang jahat dan brengsek. Dan ia tidak mau.

Karena itu, di sinilah Jihoon. Duduk di trotoar memikirkan pekerjaan apalagi yang bisa menghasilkan banyak uang dalam sekejap mata.

Jika sudah begitu, ingin sekali rasanya Jihoon menjual dirinya sendiri di pasar gelap.

"Kau mau ikut bersama oppa? Oppa punya permen lebih banyak."

Entah, Jihoon mulanya tidak ingin peduli pada suara seseorang yang terlihat tengah membujuk seorang anak kecil di seberangnya duduk. Dia terlalu pusing untuk peduli pada apa yang orang-orang lakukan.

Truly Madly Deeply [✓]Where stories live. Discover now