Epilog

5.3K 479 75
                                    

Jihoon mundar-mandir di depan rumah operasi sejak satu jam yang lalu, sesekali meremas tangannya yang dingin membeku akibat rasa gugup.

Memilih untuk tidak masuk ke ruang operasi menemani Hyunsuk, lututnya terlalu lemas dan dasar perutnya bergejolak sangat kuat. Jihoon takut. Dia tidak kuat.

Tapi berada di luar juga tidak membuat semuanya lebih baik, tubuhnya tetap bereaksi akan rasa takut dan cemas.

Dan itu benar-benar membuat Jihoon kehilangan akal. Hampir gila menunggu seseorang membuka pintu ruang operasi dan mengatakan Hyunsuk serta Winter baik-baik saja.

Jihoon menghela nafas, melirik jam dinding yang berdetik begitu lama, setiap menitnya terasa seperti puluhan jam.

'Dude, ayolah, mereka akan baik-baik saja. Percaya padaku.'

'T-tapi bagaimana jika sesuatu'

'Tidak akan! Kita semua tahu Hyunsuk itu kuat, dia akan baik-baik saja.'

Jihoon terus berdebat dengan dirinya sendiri, ingin rasanya ia menangis kencang sekarang juga. 'Tuhan, tolong, tolong siksa aku sesukamu asal jangan ambil mereka berdua.' ia mohon di tengah keputusasaannya menunggu.

Lalu tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi yang begitu kencang dan melengking, memberitahukan pada dunia tentang kedatangannya yang begitu berarti.

Rasa lega tak terkira menyapa Jihoon, jiwa dan raganya terasa penuh. Diguyur habis oleh rasa bahagia dan haru. Muncul setitik air mata di sudut matanya, tanda bahwa ia benar-benar bahagia.

Waktu semakin berjalan dengan lambat, kaki Jihoon terasa gatal ingin menerobos pintu itu, ingin melihat keadaan Hyunsuk dan Winter.

Tuhan, bisakah mereka semua bergerak cepat, Jihoon ingin tahu bagaimana rupa anaknya, ingin tahu bagaimana keadaan Hyunsuknya.

Sekarang perut Jihoon terasa semakin melilit, ia akan berteriak jika seandainya tidak ada seseorang yang datang dan memanggil namanya.

"Masuklah," kata Jennie yang tentu saja, dia membantu proses kelahiran adiknya.

Jihoon tidak perlu diperintah dua kali, ia langsung masuk dan tersenyum pada Hyunsuk yang menampilkan raut lelah, kantung matanya terlihat sangat jelas.

"Hey," sapa Hyunsuk.

Jihoon langsung mendekat dan mencium punggung tangan Hyunsuk, mengucap terima kasih berulang-ulang yang hanya dibalas senyuman lelah dan anggukan kecil.

"Ayo sapa anakmu juga." Jennie kembali bersuara, memangku Winter yang baru saja dibersihkan, dia sudah dibungkus dengan apik oleh selimut hangat nan lembut.

Jihoon yang terbiasa memangku bayi, langsung menerima Winter dan menatapnya kagum. Matanya kembali berkaca-kaca, seluruh tubuhnya kini bereaksi akan rasa senang dan rasa syukur.

Tidak bisa Jihoon uraikan dengan kata-kata. Semuanya terlalu luar biasa.

Terus menatap Winter dengan dalam, menelisik wajah mungil nan merah itu. Matanya terpejam erat dengan mulut sedikit terbuka, dadanya naik turun dengan teratur, diam tak terusik seolah dia tengah berada di tempat paling nyaman.

"Bernafas, Jihoon."

Dan Jihoon baru sadar ia menahan nafas selama mengamati anaknya. Ia kemudian bernafas dan menoleh pada Hyunsuk yang masih tersenyum halus.

"Dia perempuan." bisik Hyunsuk karena mereka memang belum tahu.

Jihoon balas tersenyum, kembali menatap Winter dan berbisik penuh makna.

Truly Madly Deeply [✓]Where stories live. Discover now