3. Dashing

169 30 162
                                    

Para saksi sudah duduk di tempat yang disediakan. Penghulu sudah berada di posisinya. Ares yang sedang gugup setengah mati duduk di hadapan penghulu, dipisahkan oleh meja dengan taplak putih. Di samping kanan Ares, duduk dengan berwibawa Bambang Wiratmaja, ayah dari sahabatnya yang juga merupakan sahabat mendiang ayahnya dan juga Catur, yang merasa terhormat telah diminta oleh pemuda tersebut menggantikan Arya sebagai walinya.

Area tempat duduk saksi masih ramai dengan obrolan dan candaan sementara semua orang menunggu kedatangan si mempelai wanita. Saat cahaya matahari pagi yang masuk dari pintu depan terhalang bayang-bayang, obrolan mereka terhenti dan semua mata terarah ke pintu masuk.

Di sana, sang mempelai wanita memasuki ruangan dengan anggunnya, sambil menggamit lengan sang ayah yang berusaha menahan air matanya supaya tak jatuh. Bayi cantiknya akan menikah dan belum rela rasanya dia melepaskan putri semata wayangnya itu.

Di depan mereka, Natalie membawa cincin dan sebuah terarium simbol mas kawin di atas sebuah nampan, sementara di belakang mereka ada Edna, yang diikuti Rara dan Tommy, juga Mishka dan Ivan, yang langsung duduk di baris terdepan kursi yang disediakan untuk para saksi. Monik dan Anna sudah duduk bersebelahan di baris kedua karena mereka sudah dari awal berada di sana.

Natalie duduk di samping Mishka setelah meletakkan nampan tadi di atas meja yang ada di hadapan Ares, sementara Catur membimbing putrinya untuk duduk di samping Ares, kemudian dia duduk di sebelah kirinya.

Ares terpukau. Matanya seolah tersihir menyaksikan betapa cantik dan anggun pengantinnya, Chika-nya. Mariska menyadari tatapan takjub calon suaminya, tapi tak berani membalasnya karena rasa gugup. Dehaman penghulu bahkan tak mampu menyadarkan Ares dari lovestruck.

Menyadari hal itu, Catur memutar bola mata dan tangannya terulur untuk menjewer telinga Ares. "Nanti dulu, Boy. Ijab-Qabul dulu," selorohnya. Semua orang di ruangan tersebut terpingkal, sementara wajah Ares memerah seperti tomat.

Setelah riuh tawa semua orang mereda, penghulu mengucap salam dan memanjatkan doa untuk membuka acara tersebut, dan dilanjutkan dengan sambutan singkat sebelum membimbing si mempelai pria untuk mengucap ikrar suci yang dilafalkan oleh Ares dalam satu tarikan napas.

Mariska tak dapat menahan diri untuk menoleh dan menatap pria di sampingnya kala ikrar terlantun dari lisannya. Memori akan Ares yang mengigau hingga meneteskan air mata dan menyebut namanya terputar di kepalanya.

"Chika sudah pulang. Maaf ya, Chika ...." Ucapan Ares kala itu membuatnya menitikkan air mata.

Setelah semua orang meniriakkan kata 'sah', Mariska yang dikuasai emosi menarik kerah atasan yang dikenakan Ares, membuat pria tersebut syok akan keberaniannya saat dia mencium bibirnya di hadapan semua orang. Ares membalas ciuman panas tersebut, tak mempedulikan si penghulu paruh baya yang terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri.

Bams menepuk keningnya, sementara Catur yang berdeham keras-keras hingga tenggorokannya sakit, tak membuat mereka sadar. Di antara kursi para saksi, Mishka menutup mata Natalie, sementara yang lain menikmati pertunjukan tersebut.

___HEXA_LIEM___

Semua orang sedang menikmati lezatnya makanan dan minuman dari jasa katering yang dipilih oleh Harlo. Kehilangan napsu makan, Monik malah melipir ke sisi lain dari rumah dan berusaha mendapat sedikit kedamaian dari zat penenang yang terkandung dalam rokok yang dihisapnya.

Catur duduk di sampingnya. Monik terbatuk sebentar dan hendak mematikan rokoknya, saat Catur berkata, "Bagi satu, dong."

Gerakan Monik terhenti di udara sebelum alisnya terangkat. "Gak usah."

Catur memutar bola matanya. "Mulutku asem, nih."

"Makan sana, atau minum," seloroh Monik kemudian mengisap rokoknya lagi.

Dia tersentak saat rokok di sela jemarinya diambil oleh Catur, kemudian dihisap oleh pria itu. Mata Monik melotot tak percaya, wajahnya terasa panas mendapati ciuman tak langsung tersebut, sementara Catur hanya menatap wajahnya dengan ekspresi datar sembari menghembuskan asap putih itu ke atas.

Sungguh, segalanya akan terasa lebih mudah seandainya dia bisa menganggap Catur ayahnya sendiri. Apa kata Ares dan Mariska nanti jika mereka mengetahui pikirannya tentang Catur saat ini?

"Tell me, what took your smile away?" tanya Catur. [Cerita dong, kenapa murung?]

Monik mengambil kembali rokok di tangan Catur dan melempar kotak rokok beserta korek ke hadapan Catur. Dia mengisapnya dan membiarkan kepulan asap putih keluar dengan berantakan dari mulutnya kala dia menjawab, "That obvious, huh?" [Kelihatan sejelas itu, ya?]

Sembari mengambil sebatang rokok dari kotaknya, Catur mencebik sejenak. "Well, you were good when checking me out earlier," godanya sebelum menyalakan rokoknya. Diamnya Monik membuat Catur tahu bahwa tuduhannya benar. Dia terkekeh. [Kamu tadi baik-baik saja pas ngelihatin aku.]

"Gak mau cerita juga gakpapa, kok," tukas Catur sambil mengisap habis rokoknya, kemudian mematikannya di atas sebuah daun yang telah gugur.

"Aku ... belajar merelakan Anna, buat bahagia sama orang lain." Monik kaget sendiri dengan gampangnya menyebut dirinya 'aku' di hadapan Catur, biasanya dia tak nyaman menggunakan istilah itu dan lebih memilih 'gue'.

"Oh, nanti akan terbiasa. Udah jadian berapa lama?"

"Dua tahun."

"Masih muda, cantik, pinter, calon dokter. You'll get over her." [Kamu pasti akan move on.]

"Masalahnya aku lesbi, dan picky," gumamnya.

Catur tertawa kecil. "Aku laki-laki tulen, tapi kamu tertarik."

"Hah?!"

"Iya, apa iya?"

Monik mengatupkan mulutnya, tak dapat menyangkal, tapi merasa ini tak pantas dibicarakan. Dia tak mengatakan apa pun dan berdiri, lalu meninggalkan Catur sendirian. Dalam hatinya, Catur tahu ini belum saatnya menggoda perempuan lain, biarpun mencari penggantinya adalah hal yang Edna harapkan.

Sepeninggalnya Monik, Catur menghela napas panjang. Dipandanginya kotak rokok dan korek api antik milik Monik yang tertinggal. Pikiran di kepalanya berkecamuk, pasalnya dia tak tahu mengapa Monik begitu menarik perhatiannya, gadis itu mungkin seusia putrinya, dan istrinya yang tengah sekarat membutuhkannya, terlebih Edna menganggap Monik sebagai putrinya sendiri.

___HEXA_LIEM___

Cukup lega karena uneg-unegnya lumayan tersalurkan, sambil berjalan Monik menggelengkan kepalanya. Dia berusaha membangun mood baik dan berjalan menghampiri Mariska yang sedang duduk sendirian di salah satu meja resepsi.

Mata pengantin wanita itu terpaku pada panggung kecil beberapa meter di depannya, sementara suami barunya berjalan menuju ke sana. Pertunjukan musik level internasional sedang berlangsung, pujian ini rasanya tak berlebihan karena band yang tampil merupakan bentukan dari beberapa musisi yang saat ini masih terkenal di luar negeri yakni Adrian Armand sekeluarga, dan calon menantunya, Dominic Vonwood.

Setelah membawakan beberapa lagu, mereka memanggil Ares, yang merupakan vokalis tak tetap di band tersebut, untuk membawakan satu lagu dengan mereka. Tanpa Mariska sangka, Ares memilih salah satu lagu dari Westlife, yakni 'I lay my love on you' yang dinyanyikannya dengan merdu sambil menatap mata sang istri. Bukan tanpa alasan Ares memilihnya, tapi karena saat masih kecil, Mariska sangat menyukai lagu tersebut.

Monik memandangi wajah ayu Mariska yang terpaku pada pria yang sudah dianggapnya kakak tersebut, penuh cinta dan kekaguman. "God, he turned me on so bad ...," gumamnya, membuat Monik terpingkal gemas. [Astaga, dia bikin aku pengen ....]

ℕ𝕚𝕜𝕒𝕙 𝕛𝕦𝕘𝕒 𝕞𝕖𝕣𝕖𝕜𝕒 😌

𝕊𝕒𝕨𝕖𝕣𝕚𝕟 𝔸𝕣𝕖𝕤 𝕕𝕠𝕟𝕘, 𝔾𝕒𝕖𝕤, 𝕡𝕒𝕜𝕖 𝕧𝕠𝕥𝕖 𝕤𝕒𝕞𝕒 𝕜𝕠𝕞𝕖𝕟. 𝕎𝕜𝕨𝕜𝕨𝕜

Om Kos 2Onde histórias criam vida. Descubra agora