6. Tertunda 🔞

340 7 9
                                    

Sambil menyetir, Ares kerap kali melirik ke bangku penumpang di sampingnya, hanya untuk memastikan bahwa ini semua bukan mimpi, bahwa Friska Maurice Anggara benar-benar ada di sampingnya sebagai istri sahnya.

Saat dia tak melakukannya pun, buket bunga Daisy dan Baby's Breath yang menghiasi kap mobilnya juga seolah membisikkan kenyataan padanya, bahwa ini nyata, dan saat ini mereka sedang berada di perjalanan menuju tempat mereka akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu, entah ke mana dan berapa lama, mereka juga belum merencanakan.

Di sampingnya, Mariska sedang diliputi rasa gugup. Terpisah selama beberapa hari dari Ares membuat pikirannya dipenuhi kecurigaan dan ketakutan tak beralasan, rindu, dan juga banyak pikiran mesum. Dia mencoba memfokuskan perhatian ke ramainya jalanan tanpa bicara, meskipun sebenarnya dia menyadari bahwa suaminya berkali-kali mencuri pandang padanya.

Ares berdeham. "Kita ke Mangga dulu, mandi dan ganti baju. Habis itu terserah Chika minta honeymoon di mana. Semua keperluan udah disiapin sama mama dan Monik, aku udah cek isi koper kita, semua lengkap. Kalau misalnya ada yang kurang pun, nanti bisa beli di sekitar tempat tujuan."

'Mangga?' batinnya bingung. 'Oh, Jalan Mangga.' Mariska mengangguk. Pikirannya kembali memutar memori tentang tempat di mana Ares merenggut kegadisannya, dan dirasakannya wajahnya panas.

"Mama bawain kita bekal makanan, well ... bisa buat orang se-RT." Mariska terpingkal mendengar informasi tersebut, diikuti kekehan Ares. "Chika mau makan itu aja, atau kita cari makan dulu?"

"Itu aja gakpapa," jawabnya singkat.

Ares menyadari, Chika lebih pendiam dibanding biasanya. Namun, dia tahu istrinya hanya gugup dan mungkin kelelahan setelah persiapan pernikahan selama beberapa hari ini.

Mereka memasuki kamar bernuansa hitam tersebut dan Ares meminta Mariska untuk duduk dan menunggunya sebentar. Tanpa banyak protes karena tubuhnya yang lumayan lelah, Mariska menurutinya.

Ares kembali sesaat kemudian, membawa pakaian ganti dan pembersih makeup di tangannya. Dia duduk di samping Mariska dan mulai sibuk melepas satu persatu aksesoris di rambutnya, sebelum menyisir dan menjepitnya dengan hati-hati. Tak sampai di situ, dia juga menuang pembersih makeup ke kapas dan membersihkan wajah Mariska, memanjakannya.

Satu jam kemudian, mereka menikmati waktu berendam air hangat untuk membersihkan diri dan melepaskan penat. Kendatipun gairahnya sudah mencapai ubun-ubun, Ares ingin menghabiskan malam ini hanya dengan menikmati dan mensyukuri kebersamaan mereka. Setelah makan malam, Mariska tertidur, memberi waktu bagi Ares untuk memandangi wajah ayunya yang damai dalam lelap.

___HEXA_LIEM___

Ares bangun pagi-pagi sekali, mendapati Mariska tak ada di tempat tidur. Didengarnya suara toilet disiram dan kemudian suara pekikan tak biasa. Khawatir, dia memasuki kamar mandi yang pintunya tak tertutup itu, mendapati istrinya sedang berjongkok di depan toilet, muntah-muntah. Dia segera menyambar ikat rambut dan menguncir rambutnya yang berantakan, kemudian memijat tengkuknya.

"Sayang, are you okay? Perlu panggil dokter?" tanyanya sembari menyodorkan handuk kecil.

Mariska menggeleng sebelum memencet tombol flush. "Gak usah, cuma masuk angin," jawabnya sebelum berjalan terhuyung dan roboh kembali di atas tempat tidur. Ares memaksanya minum segelas air sebelum membiarkannya tertidur kembali.

Satu jam kemudian, Mariska kembali melompat bangun dari tempat tidur untuk muntah di toilet, membuat Ares cemas setengah mati, terlebih saat Mariska menolak untuk makan karena rasa mual yang dialaminya. Mereka memutuskan untuk menunggu hingga besok, baru akan membicarakan kelanjutan rencana honeymoon yang tertunda.

Mariska bangun di sore hari, kemudian memakan makanan yang telah disiapkan Ares, yakni bekal dari Edna yang telah dihangatkan. Ares lega sekali mendapati istrinya makan dengan lahap, dan kali ini tanpa rasa mual. Dia juga terlihat lebih segar dan ceria.

Tak tega mengingat betapa pucat dan lemasnya Mariska sepagian tadi, malamnya Ares hanya memeluknya hingga tertidur, tak mempedulikan miliknya yang sudah meronta minta dipertemukan dengan pasangannya.

Nahasnya, pagi berikutnya hal yang sama terulang. Saat ini, Ares sedang memohon pada istrinya untuk setuju bertemu dengan dokter, entah mereka yang harus pergi ke rumah sakit, atau pun memanggil dokter kenalannya datang ke sana, yang penting sakitnya Mariska harus diobati.

Mariska yang keras kepala, menolak dan malah merengek supaya mereka pulang saja. Ares tentu menurutinya.

___HEXA_LIEM___

Rumah dalam kondisi sepi saat mereka tiba, hanya ada si Mbok yang sibuk berbenah. Sepagian itu Mariska habiskan dengan bolak-balik ke kamar mandi dan tidur, tak biasanya dia masuk angin lebih dari sehari. Ajaibnya, menjelang sore dia sudah segar kembali dan makan dengan sangat lahap, bahkan lebih banyak dari porsi makan biasanya.

Ares cukup lega, tapi tetap was-was bahwasannya besok pagi siklus ini akan terulang kembali. Namun, kekhawatiran itu seolah menguap begitu saja melihat gairah Mariska begitu tingginya malam ini. Ares pun tak mampu menahan hasratnya yang telah tertunda selama beberapa hari.

___HEXA_LIEM___

Ares memompa pinggulnya lebih cepat. Tak dihiraukannya keringat yang membasahi tubuhnya. Dilihatnya Chika yang kini matanya berkabut dan kulit putihnya merona merah. Dia mendorong pinggulnya seolah ingin membelah tubuh Chika lebih dalam dengan miliknya.

Bola mata Chika berputar ke belakang hingga iris cokelatnya tak lagi terlihat. Bibirnya bergetar dalam lenguhan nikmat kala Ares memutar pinggulnya. Ares merebahkan tubuhnya di atas tubuh Chika, bertumpu pada siku di kedua sisi tubuh istrinya. Dikecupnya kening Chika seraya berkata lirih, "I love you." Kemudian tubuhnya menegang dan gelombang klimaks menghantamnya.

Chika melingkarkan kedua tangannya di punggung suaminya, menikmati kedutan nikmat dan semburan kehangatan di bagian dalam intinya.

Ares menarik keluar miliknya yang masih setengah keras dari inti Mariska dan langsung merapatkan kedua pahanya. Ditepuk-tepuknya lembut perut rata Mariska. "Semoga jadi baby, ya ...," harapnya.

Mariska hanya meliriknya sebal sebelum bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi, tak berusaha menutupi tubuh polosnya yang dilapisi keringat dari pandangan mata Ares.

Melihat bokong bundar dan sepasang kaki jenjang tersebut melangkah dengan anggun, juga garis punggung sempurna dan rambut cokelat acak-acakan istrinya, membuat gairah Ares memuncak kembali. Dia pun berlari kecil mengikuti Mariska memasuki kamar mandi.

Diambilnya sisir dari tangan Mariska dan mulai menyisir rambut sebahu istrinya dengan hati-hati, sembari mencuri-curi mengecup leher dan pundaknya.

"Kalau aku hamil beneran, kamu yang kerjain tugas-tugas kuliahku, ya?" ketus Mariska.

Dari pentulan di cermin, ditatapnya mata Mariska. "I don't mind, kamu lagi ngomong sama orang yang lulus dan dapat gelar sarjana dari dua fakultas berbeda, dengan gelar cumlaude. Your hubby is a genius," jawab Ares tak acuh.

"Really?" tanya Mariska tak percaya.

"Do I look stupid?" canda Ares.

Mariska menggeleng. "Tanya aja sama Anna, Harlo, atau Nobel. Aku kuliah desain bareng Harlo dan bisnis bareng Leona. Bisnis karena tuntutan papa, dan desain karena itu yang sebenernya aku mau," kilah Ares. "Sekarang, nungging dikit," perintahnya.

Mariska menurutinya tanpa berpikir panjang, dan melenguh saat merasakan ujung milik Ares menggesek beberapa kali sebelum kembali memasuki belahan intinya. "Keep making that noise, Baby. You don't know how crazy you made me," ucap Ares sebelum menngerakkan miliknya maju dan mundur dengan tempo lambat yang sensual, membuat Mariska mendesah keenakan.

___HEXA_LIEM___

Om Kos 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang