05 - Kerja

951 67 2
                                    

Aku sedang sibuk merias wajahku, sedangkan Aiden sibuk memakai dasinya.

"Cameline, bantuin Aiden pake dasi dong. Dasinya bandel banget daritadi, enggak mau masuk-masuk," kesal Aiden, dengan wajah cemberutnya.

Aku menghela nafasku kasar, dan menatap ke jam di dinding. Sudah menunjukkan pukul 07.30.

"Buat sendiri!"

Namun Aiden langsung berdiri dihadapanku, "buruan Cameline, nanti kita telat."

Aku dengan cepat memakaikan dasi hitamnya, serasa istri idaman yang kek di film-film.

"Nah udah," ucapku, yang bergegas mengambil tasku dan berjalan keluar.

"Nanti pulang, mau Aiden jemput?"

"Enggak, gue bisa pulang sendiri. Oh iya! Password apartemennya, tanggal nikahan kita ya."

"Oke sayang!"

Aku dan Aiden langsung berangkat ke kantor masing-masing, dan sesampai dikantor mejaku sudah dipenuhi oleh berkas-berkas tak berdosa.

"Baru cuti tiga hari, udah kek empat tahun aja," ucapku, menghela nafasku kasar.

"Padahal gue udah bantuin lo setengahnya," ucap Kathleen, salah satu temanku, di kantor.

"Ahhh!! Gue pengen pulang," keluhku, mengetok kepalaku ke meja.

"Gimana rasanya jadi pasutri?" tanya Kathleen secara tiba-tiba, membuatku menegakkan kepalaku.

"Ya gitu, gak ada bedanya sih," jawabku.

"Namanya juga belum muncul rasa cintanya, entar lama-lama kalau udah cinta. Pasti bucin."

"Mana mungkin gue suka sama dia. Ogah banget!"

•  •  •


Aku berdiri didepan apartemen, dan mulai menekan sandi apartemen. Namun saat membuka pintu apartemen, aku menemukan Aiden yang sudah berdiri di depan pintu.

"Astaga naga! Lo ngapain, berdiri disana?," tanyaku, menatap kearahnya yang sedang melipat kedua tangannya di dada.

"Cameline tau? Sekarang jam berapa?"

Aku menatap ke jam di dinding, "sembilan lewat lima."

"Nah, itu tau! Aiden enggak suka ya, Cameline pulang jam sembilan, harusnya Cameline itu pulang jam empat sore"

Sumpah nih orang, udah kek emak-emak.

"Banyak yang harus diurus," ucapku, merebahkan tubuhku di sofa.

"Mulai besok, Aiden yang jemput Cameline! Sekarang, Cameline mandi sama makan. Udah Aiden siapin semuanya," ucap Aiden, membuatku menatap ke arah meja makan.

"Lo masak?"

"Iya dong! Untuk istrinya Aiden," ucapnya, membuatku menatap ke arahnya.

"Lo gak beneran, suka sama gue,'kan?," ucapku, membuat Aiden menghentikan langkahnya sambil menatap ke arahku.

"Tentu saja-"

"Pastinya enggaklah! Kita suatu hari pasti bakal cerai,'kan?"

Aiden menggiggit bibir bawahnya, sambil menatap ke arahku.

Hiks...

"Lo ngapain nangis, anjir?!" Aku langsung berdiri dari sofa, dan berjalan ke arahnya.

"Ca..me..line ja...hat...," ucapnya terbata-bata dicampur oleh air matanya.

"L-lo jangan nangis, gue tadi bercanda aja. Gak ada tuh cerai-cerai, kita together forever," ucapku berusaha menenangkannya.

"Ca-me-line serius? Cameline enggak bohongin Aiden,'kan?"

"Enggak, enggak!," ucapku, bohong.

"Mau peluk," ucap Aiden, menatap ke arahku, dan membuka lebar kedua tangannya.

Aku melangkah kakiku ke arahnya, dan memeluknya erat.

Baru kali ini, gue lihat cowok nangis. Asli, gue ngerasa bersalah banget.

••••••••

Bakal aku update setiap hari Selasa dan Jumat ya~
So stay tune!

My Idiot Husband ❣Where stories live. Discover now