Others Side (JiChen)

169 17 4
                                    


- Happy Reading buat yang selalu rindu sama Chenji -


••




Chenle melihat penampilannya sekali lagi. Jas dari butik Sunoo memang elegan dan nyaman dipakai. Tidak heran, harganya mahal. Jika saja lelaki mungil itu tidak memberi Chenle diskon, mungkin dia tidak akan membeli jas ini.

Dia kembali membenahi riasan di wajahnya. Merapikan rambutnya, lalu mencium aroma tubuhnya sekali lagi. Wangi. Bahkan bau harum jas mahal yang masih baru ini tercium begitu jelas. Sedikit menyengat, tak apa. Yang penting Chenle tampan.

Meskipun hanya acara pernikahan biasa, tapi Chenle yakin semua tamu undangan bukan tamu sembarangan. Mengingat calon suami kawannya itu adalah bos besar asal Jepang yang tinggal di Korea. Dia yakin acara ini akan sangat meriah.

Karena itu Chenle seberusaha mungkin untuk terlihat sedikit berkelas meskipun kini ia resmi menjadi pengangguran.

Serasa semua sudah selesai, Chenle segera menyambar tas selempangnya. Memasukkan beberapa barang kecil seperti lipbam, dompet, dan tentu saja ponsel.

Dia kembali melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul tiga sore. Satu jam lagi acara akan dimulai. Chenle harus segera berangkat. Tempat acara pernikahan temannya itu cukup jauh. Terlebih lagi dia tidak punya kendaraan, jadi mau tak mau Chenle harus menggunakan bis.

Sangat melelahkan memang, apalagi jika harus berdesakan dengan orang-orang. Tapi, itu lebih baik daripada naik taxi yang pastinya biayanya lebih mahal. Chenle masih bisa mengenyampingkan rasa gengsinya karena dia tahu ia harus berhemat.

Jalanan kota nampak begitu ramai. Hampir semua orang keluar bersama orang terkasih. Chenle diam, hanya memandang kosong ke luar jendela. Bus memang ramai, tapi entah mengapa dia merasa sepi. Sesuatu yang kosong membuatnya sedikit sunyi. Hatinya, Chenle pun juga tidak mengerti kenapa hatinya begitu keras hingga tak seorangpun dapat menembusnya. Padahal, Chenle bukan orang yang sulit.

Lalu lintas padat di luar, begitu pula isi kepalanya. Bibirnya memang tidak bergeming, tapi pikirannya tengah berkecambuk sendirian. Otaknya sedari tadi berdebat sendiri, berceloteh sendiri dalam hati. Namun sayang tidak bisa mengusir rasa sepi.

Pernikahan, tiba-tiba saja kata itu menjadi sangat sensitif baginya. Entah itu karena desakan Ibunya yang terus menerus ingin menikahkan dia dengan cara dijodohkan, atau karena dia sebenarnya ingin sekali menikah.

Chenle, sejujurnya dia bukan tipe orang yang pemilih. Tapi, dia, bahkan tidak bisa menebak kata hatinya sendiri.

Terkadang Chenle bingung dengan apa yang ia inginkan. Tiba-tiba semua seolah-olah menjadi sangat menyenangkan, tapi, tiba-tiba pula semua menjadi sangat menyedihkan.

Melihat bagaimana teman-temannya hidup dalam kebahagiaan, mempunyai orang terkasih, keuangan bahkan pertemanan yang berjalan baik, dilimpahi oleh orang yang baik, bayangan itu terus mengusiknya. Yang membuat Chenle semakin mempercayai bahwa hidupnya sangat tidak adil.

Bukannya Chenle tidak bersyukur, tapi semua hal yang ia lalui selama ini memang sangat berat. Ketika ia lelah, Chenle hanya ingin bersandar. Mengeluh tentang semua hal yang membuatnya marah. Bercerita mengenai semua hal yang membuatnya sedih. Dan berakhir dengan sebuah sentuhan ringan yang membuatnya tenang.

Tanpa sadar lelaki manis itu tersenyum, membayangkan semua hal manis itu saja sudah membuatnya bahagia. Tapi, sepertinya dia harus mengulum senyum tipisnya itu. Karena realita sudah menjemputnya.

Berkecambuk dengan isi kepalanya sendiri membuat perjalanan panjang ini terasa sangat singkat. Chenle terbangun dari lamunannya perlahan. Mengerjap kemudian sedikit meregangkan tubuhnya. Lelaki itu turun dari bis.

Asmaraloka (JiChen - ChenJi) Where stories live. Discover now