Heaven (JiChen)

108 17 15
                                    





- Happy Reading buat yang selalu rindu sama Chenji -


••





"Yang sudah jadi milikku, harus tetap jadi milikku!"

"Aku harap kau tidak akan menyesali perbuatanmu." Renjun menenggak minuman alkoholnya.

Di ujung sana, sorot mata Chenle menatap dengan tajam. Dua insan yang sangat amat ia kenal. Saling beradu mulut penuh nafsu. Sofa tepat di sudut club malam itu, dengan lampu temaram warna-warni, musik keras dengan melodi sexy, Chenle dapat melihat dengan jelas bahwa suaminya tengah bercumbu dengan seorang wanita.

Rambut panjang, baju berwarna merah dengan atasan terbuka dan bawahan hanya sampai bawah kemaluan. Wanita itu jelas tidak memperdulikan bahwa dia hampir telanjang di sana.

Urung Chenle melangkah, Jisung melepas tautan di sana. Masih terpaku pada dua makhluk di depan sana. Dia bisa melihat ketika kekasihnya meraba paha wanita tersebut. Kemudian menarik baju yang menutupi payudara wanita itu sampai setengahnya. Lalu mereka berdua berdiri berjalan menuju bilik pintu.

"Sial."

Chenle dengan tergesa mencari arah suaminya. Di sana, di paling ujung koridor dua pasang insan itu masuk dalam sebuah ruangan. Jejeran kamar tak kedap suara cukup membuat telinga Chenle panas.

Suara khas orang tengah bersenggama terdengar saling sahut menyahut, Chenle tak peduli. Karena tujuannya bukan mengurusi orang yang sedang bersetubuh.

Tapi, mengurus kekasihnya yang rupanya juga tengah melampiaskan birahi pada adiknya sendiri.




.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.






Chenle mangambil kursi dari ruang makan rumahnya, menaruhnya tepat mengarah pada pintu ruang utama. Duduk di sana sambil bersilang kaki, melipat dua tanganya di depan dada.

Matanya fokus pada pintu besi di depannya. Tak ada raut wajah gelisah, hanya diam sambil mencuri dengar pada suara di halaman rumah.

Sampai suara mobil yang sangat ia kenal terdengar. Tak berselang lama pintu utama terbuka. Sosok lelaki dengan setelah yang sudah tak rapi. Rambut berantakan, dan yang membuat Chenle heran adalah bau suaminya begitu asing.

"Kau minum-minum lagi?" dahi Chenle berkerut, sorot matanya tajam menatap Jisung yang berjalan seperti tak peduli.

"Bukan urusanmu." Jisung melenggang melewati Chenle.

"Kau sudah sah menjadi suamiku. Jadi, bukankah urusanmu juga menjadi urusanku?"

Jisung berhenti. Tak mau berbalik.

"Kalau begitu, bukankah sudah sewajibnya kau menuruti apa kata suamimu ini?"

"Kalau begitu juga, jujurlah pada siapa kau menghabiskan uangmu itu."

Jisung menarik nafas dalam. Menghembuskannya berat, pertanyaan bodoh terlontar pada orang bodoh pula.

"Sudah ku bilang Ibuku sakit."

"Aku memeriksa Ibu mertua dan dia baik-baik saja. Apa kau punya dua Ibu?"

"Sudahlah Chenle. Aku tidak mau menuruti sikap berlebihanmu itu." Jisung pergi.

Sedangkan Chenle, hanya bisa menahan tangis. Hatinya sakit, rumah tangga yang sangat ia idam-idamkan tak mungkin dia hancurkan.

Hidup bersama orang yang sangat ia cintai, menua bersama. Bahkan menikmati sisa hari bersama, Chenle sangat menantikannya.

Asmaraloka (JiChen - ChenJi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang