1.4

36.3K 3K 436
                                    

"Kalian masih pacaran?" Suara Dika mengintrupsi, membuat Harsen dan yang lainnya menghentikan kegiatan makan mereka.

Memandang satu sisi yaitu Dika; pemuda dengan sifat pendiam tiba-tiba mulai menyinggung hubungan sepupunya. Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa merenggangnya hubungan fenomenal Naykilla dan Harsen sejak beberapa waktu ke belakang.

Seakan menjauh satu sama lain, mereka berdua sibuk tanpa mau bertanya bahkan terlihat bersama saja sudah tidak pernah.

"Aelah Dik, urusan mereka juga hehe." Nanda berucap canggung. Mendapat tatapan menusuk, dia melihat wajah teman-temannya sebelum melanjutkan makan lagi---pura-pura tidak tahu.

Naykilla menggulung mie baksonya kemudian dia suap ke dalam mulut. Wajahnya lempeng saja, menikmati makanan kembali.

Dika mendengus meras-keras, apa lagi ketika Harsen hanya diam.

"Jangan maini perasaan sepupu gue, Harsen." Nada suara Dika menjadi lebih tajam dari biasanya. "Gue gak akan diam aja kalau lo sakitin dia." Dika berdiri dan melenggang pergi.

Harsen meletakkan sendoknya, melihat ke arah tempat Dika menghilang lalu pergi mengikuti.

Azra mendongak, menatap Naykilla yang duduk bersebelahan dengan Eian. Tatapannya menunjukkan kedengkian, "Nay, kamu apa gak bisa ngertiin posisi Harsen? Dia lagi banyak masalah, terus kamu masih mau memperpanjang masalah sama Harsen lagi?"

Theo menyikut pinggul Gilang agar pura-pura tuli saja dan makan dari pada tanpa sengaja ikut perbincangan. Nanda berdehem, menghindari tatapan mata Azra. Nanda, Theo dan Gilang punya mata, mereka bisa menilai bagaimana Azra sebenarnya jadi lebih baik tutup mulut. Tak mau juga ikut campur atau termakan omongan dari satu sisi saja.

Eian memandang Azra sebentar, menaikkan sebelah alisnya bertanya-tanya. Apakah akan ada keributan lagi setelah dua hari dia lumayan diam?

"Naykilla juga tahu 'kan posisi Harsen lagi berat saat ini, orang tua Harsen lagi ada masa---"

"Ohh, lo kelihatannya paham banget akan keadaan Harsen? Dia terpuruk, ya? Gue pacarnya aja sama sekali gak tahu."

"B--bukan gitu! 'Kan kamu enggak bertanya!"

"Jadi gue harus tanya tentang keadaan keluarga orang lain gitu? Gue nggak segabut itu."

"Nay?!"

Azra sangat kesal, matanya perlahan menjadi berkaca-kaca. "Kamu gak punya hati, hah!"

"Iya. Semenjak Tante lo jadi pelacur Bokap gue."

Bibir Azra otomatis terkatup, dia menatap tajam Naykilla yang sudah beranjak pergi. Terlihat gadis itu tersenyum sinis lalu menggoreskan lembut jari telunjuknya ke leher Eian, seakan menggoda pemuda itu.

Mata Azra sekilas dapat melihat seringai dari bibir Eian.

I Never Loved My Ex

Pena ke sekian kalinya patah, Jevan menelan salivanya gugup. Sudah lebih dari tiga pena terbelah menjadi dua bagian di tangan Naykilla.

Jevan tadi hanya berniat untuk tidur di kamar Kakaknya sembari sesekali mengusili tetapi niatnya segera sirna, sebab bertepatan Kakaknya mendapat salinan keuangan. Salinan keuangan yang telah pelacur Xander habiskan dalam satu bulan.

Geraman terdengar dari bibir Naykilla.

"Melebihi ekspetasi." Gumam Naykilla pelan.

Jevan yang memiliki pendengaran tajam, beringsut mundur. Takut. Naykilla itu tenaganya bisa membanting pria dewasa yang bahkan ukuran tubuh mereka dua kali lipat dari pada tubuhnya sendiri, setahun sebelum Jevan ke Amerika saja---ia sudah pernah Naykilla banting.

I Never Loved My Ex [End]Where stories live. Discover now