4.0

23.8K 2.3K 60
                                    

Melekahkan, Naykilla lelah, dia ingin berhenti. Duduk termenung di ruang UKS, hari ini adalah hari pertama dia masuk sekolah lagi setelah tiga hari cuti.

Teh hangat pemberian Dika tadi lambat laun menjadi dingin. Pandangan Naykilla menatap lurus, kantung mata semakin melebar sebab Naykilla tidak tidur hampir 3 harian; alasannya Naykilla takut jika dia menutup matanya maka kehadiran Jayden akan menghilang.

Nafas lemahnya, detak jantungnya serta tangan hangatnya. Naykilla takut Adik kecilnya menghilang.

Pintu UKS terbuka, Eian membawa bungkusan plastik hitam.

Mendekati Naykilla, tanpa berbicara sepatah kata—Eian mengambil ikat rambut dari kantung celananya, mengambil rambut Naykilla untuk dia ikat. Merapikan rambut berantakan gadis itu, Eian sesekali menghapus keringat di dahinya.

Mata Naykilla terlihat gemetar.

"Arsela, lihat gue." Katanya pelan.

Ketika fokus Naykilla belum sepenuhnya mengarah pada Eian, dia menundukkan kepala, mengambil wajah Naykilla menggunakan kedua tangannya—mengangkat sedikit wajah Naykilla—Eian tersenyum, "Lihat gue, jangan melamun."

Belum selesai perkataannya, Eian melanjutkan, "Lo tau gosip beredar? Ruang UKS kita ada penunggunya."

Mendengar perkataan Eian barusan, Naykilla memukul dada pria itu, tidak kuat seperti biasa, hanya pukulan ringan.

"Kenian, stop." Pinta Naykilla. Namun Eian malah semakin menurunkan wajahnya, menyisakan sedikit jarak. "Gue serius, Arsela."

"Gue gak percaya hantu, Kenian."

Eian menjauhkan wajahnya, dia mengambil duduk tepat di samping Naykilla, "Ahhh, sayang sekali." Ujarnya dengan sedikit desahan kecewa. Tangan Eian membuka plastik yang tadi dia bawa, meletakkan ke atas meja nakas, bangkit berdiri lagi—Eian mencari piring di antara rak-rak.

Naykilla memandangi Eian, dia sudah tidak bisa menentang kelakuan Eian dan kini diam saja melihatnya. Ketika Eian kembali, dia menuangkan bubur dari plastik bening dan duduk lagi. Menyodorkan sendok penuh bubur, "Makan dulu."

Tanpa penolakan, Naykilla menerima setiap suapan dari Eian, dia tidak protes—membuat Eian senang. Setiap suapan hanya ada keheningan, Naykilla membuka mulutnya terus menerima makanan dari Eian, seperti anak burung yang makan dari induknya.

Hingga menyisakan piring kosong, Eian memberikan gelas teh di atas nakas. Seusai itu, Eian meletakkan tangannya ke atas kepala Naykilla; dia mengelusnya perlahan, "Pintarnya ...,"

"Gue bukan anak-anak!"

I Never Loved My Ex

"Naykilla, ayo kita bicara dulu!" Baru saja memasuki kelasnya, Naykilla sudah di sambut oleh kehadiran Azra. Dia menghadang jalan Naykilla memasuki kelas.

Tidak menjawab perkataan Azra, Naykilla hanya bergeser sedikit dan masuk melalui celah yang ada, jujur saja, kepalanya masih berdenyut sakit akibat kurang tidur, untungnya pula perutnya sudah dia isi makanan—Eian paksa sebenarnya—jadi dia masih bisa menjalani aktivitas untuk hari ini.

Baru saja beberapa langkah, pundaknya serasa di tarik kasar, membuat Naykilla oleng sejenak, dia masih lemas. Ketika berbalik; Azra memelototi matanya, namun Naykilla lagi dan lagi bersabar, menepis tangan Azra dari pundaknya.

Melihat tangannya sudah menjauh dari pundak Naykilla, Azra sekali lagi menarik pundak Naykilla agar dia tidak berbalik kemudian duduk di tempatnya. "Lepas." Suara Naykilla terdengar sedikit marah, dia menepis kedua tangan Azra.

I Never Loved My Ex [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora