1.8

36.8K 2.8K 194
                                    

"Kenapa lo harus semarah ini kalau lihat Eian peluk gue?" Naykilla bertanya seolah muak pada Azra. Padahal dia baru saja meletakkan tas, Azra si ulet keket ini sudah memborbardirnya dengan amarah tidak berdasar.

Memiringkan kepala seolah bertanya maksud dari Azra, bibir Naykilla menyeringai jijik, "Bukannya lo lakuin hal serupa ke Harsen?"

Naykilla berdiri seraya bersedekap dada, menurunkan pandangannya, melihat bagaiamana perubahan wajah Azra; setiap detik terlihat warna wajah gadis itu menjadi pucat.

"Sekarang lo paham?" Tanya Naykilla, bibirnya tanpa ia sadari membentuk seringai rendah. Azra membeku, bibirnya tertutup rapat. Seakan dia tidak bisa membantah atau melawan Naykilla, Azra menundukkan kepalanya, meremas rok sekolah yang ia genggam.

Berusaha agar menguatkan diri, Azra mendongak dan hampir saja dia berjengit sebab Naykilla menodongnya dengan tatapan dingin.

Naykilla berjalan meninggalkan Azra, pasalnya sudah terlihat bahwa temannya itu sudah tidak memiliki rangkaian kata untuk membalasnya.

Mengibaskan rambutnya, Naykilla terkekeh pelan, baru sedikit saja...Azra seperti akan tertimpa reruntuhan bumi. Lucu sekali. Eian dari balik tembok muncul, menghadang langkah Naykilla. Mereka berdua saling pandang sebelum Eian menarik tangan Naykilla pelan meninggalkan gudang belakang sekolah.

Selama berjalan sembari bergandengan, Eian maupun Naykilla menghiraukan tatapan orang lain yang mengarah pada mereka. Seakan memang sengaja mempertontonkan hal tersebut.

Mata Naykilla sesekali melirik pada tautan tangannya, kemudian dia mengalihkan pada punggung lebar milik Eian.

Sama-sama terdiam hingga Eian membawa Naykilla memasuki ruangan Ketua Osis. Tak lupa pula pemuda tinggi itu menekan tombol kunci sampai terdengar suara klik dari sana.

"Bilang apa aja?"

Naykilla mendekatkan wajahnya, "Penasaran?"

Menatap pupil bersinar gelap milik Eian kemudian terkekeh pelan, kakinya menuntun Naykilla menuju meja terdekat lalu mendudukinya, melipat salah satu kakinya lalu tersenyum dingin.

"Mau tau?"

Eian diam, tak ayal dia berjalan mendekati Naykilla. Berdiri berhadapan hingga kedua tangan Eian berada di sisi masing-masing tubuh Naykilla. Mengurung gadis yang sedang menyeringai tersebut, matanya ikut menatap dalam penuh penekanan.

Salah satu tangan Naykilla terulur, memegang garis rahang Eian, kemudian bergerak mencengkeram dagunya. Masih dalam keheningan, Naykilla melepaskan tangannya dari dagu Eian.

"Lo siap tentang konsekuensi perbuatan kita, 'kan."

Senyum terlihat dari bibir Eian, dia memajukan wajahnya hingga meninggalkan sedikit jarak antara mereka, nafas hangat saling beradu memimpin, hidung mancung Eian menyentuh hidung Naykilla, tanpa menjawab lagi---Eian menarik leher Naykilla.

Benda lembab serta lembut saling menempel, mata sayu Naykilla akhirnya terbuka lebar, Eian tidak diam saja, memulai aksinya untuk mengecap bibir yang sudah ia dambakan semenjak Naykilla berbicara tadi.

Tangan Naykilla mendorong dada Eian namun sepertinya tidak berguna lagi sebab pemuda itu semakin menarik mendekat tubuhnya. Pinggang Naykilla segera Eian tahan, lehernya juga Eian tekan agar dia tak bisa mendapatkan celah untuk melarikan diri.

Nafas Naykilla tersendat karena ciuman ganas Eian, dia memukul dada Eian agar melepaskan ciumannya. Eian melepaskannya sejenak, membiarkan Naykilla meraup banyak oksigen sembari memelototinya, "Lo baj---hpmhh..."

Tentu saja Eian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan sesaat Naykilla membuka bibirnya untuk berbicara, ia memasukkan lidahnya guna mengabsen seisi mulut Naykilla. Melilitkan lidahnya, hingga tanpa sadar Naykilla ikut memejamkan mata; terlena.

I Never Loved My Ex [End]Where stories live. Discover now