39. 🌙

11.7K 1.4K 234
                                    

Tidak mau terus berpikiran buruk, Taeyong mencoba mengalihkan pikirannya dengan menyibukkan diri. Tadi malam, ia sudah menghubungi Jungwoo untuk datang ke apartemen lalu mengirimkan alamatnya. Taeyong ingin membicarakan tentang bagaimana kelanjutan restorannya. Karena semua hal keperluannya ia serahkan pada Jungwoo. Lagipula, ia harus mempercayai kekasihnya sebagaimana pria itu selalu mengingatkannya.

Taeyong meletakkan dua cangkir teh hangat pada meja kecil depan sofa, karena ini masih pagi, jadi ia membuatkan minuman hangat untuk tamunya hari ini. Siapa lagi kalau bukan Jungwoo.

"Terimakasih, Tae." Ucap Jungwoo, saat Taeyong sudah duduk disampingnya. Ia meminum sedikit teh yang diberikan Taeyong, menghargai sipemilik rumah.

Taeyong mengangguk dan tersenyum, "Uhm. Lalu bagaimana rencanamu?"

"Untuk restoranmu, aku sudah menemukan koki terbaik."

"Benarkah? Siapa? Cepat sekali."

"Qian Kun, dia dari Tiongkok. Besok dia akan kemari dan dia bisa bekerja mulai lusa. Dia sudah menyiapkan menu yang bisa ia olah. Jadi, aku menyusun menunya, dari makanan, minuman, dan dessert sebagai pelengkap. Jika kau mengizinkan, mungkin kita bisa menambahkan menu Ice cream."

Taeyong membulatkan matanya, Jungwoo bahkan sudah mengatur menu. "Tentu saja! Kau bisa memasukan menu apapun. Kau sudah menata tempatnya?"

Jungwoo mengangguk, "Aku sudah mencari desainer interior, mereka masih dalam pengerjaan. Tidak butuh waktu lama, karena aku juga meminta cepat, mungkin sore nanti akan selesai."

Taeyong menghela nafas lega, ia menyandarkan punggungnya pada sofa, membuat Jungwoo tersenyum melihatnya.

Jungwoo juga ikut bersandar, tangannya bergerak untuk memainkan ujung rambut Taeyong.

"Kau terlihat lebih berisi. Kau makan banyak ya, saat di Jepang?" Ucap Jungwoo dengan kekehannya.

"Tidak," Taeyong menggeleng.

"Tapi, pipimu terlihat lebih bulat." Jungwoo mencubit pipi Taeyong dengan gemas.

"Kau ingin tahu kenapa?"

Jungwoo memicingkan matanya curiga saat Taeyong mendongak untuk menatapnya. "Apa?"

"Karena Jaehyun yang memompa tubuhku dua kali berturut-turut. Lihat, aku semakin mengembang," Taeyong menggembungkan kedua pipinya, lalu ia tangkup dengan tangannya.

Jungwoo melotot horor saat mendengarnya. "Yak!"

Taeyong tergelak, kepalanya sampai terdongak karena puas tertawa. Sedangkan Jungwoo hanya mendengus. Jungwoo tidak sepolos itu, ia tau apa yang dimaksud Taeyong dengan memompa tubuhnya.

"Kau bahagia sekali, apa hubunganmu dengan Jaehyun berjalan baik?" Tanya Jungwoo, tangannya bergerak untuk memainkan rambut Taeyong.

Taeyong menoleh, ia menghentikan tawanya dan tersenyum tipis. "Ya," jawab Taeyong pelan. Ia menunduk, menatap cincin dijari manisnya, pemberian Jaehyun.

Jungwoo ikut memperhatikan jari manis Taeyong yang tersemat cincin, ia bahagia jika memang hubungan mereka sudah sejauh itu. "Lalu, apa rencanamu?"

"Menurutmu, apa yang diharapkan sepasang kekasih, seperti ku dengan Jaehyun?"

"Pernikahan?"

"Aku mengharapkan itu," jawab Taeyong dengan senyum manisnya.

"Kau akan mendapatkannya," balas Jungwoo.

Taeyong terkekeh kecil, "Semoga."

"Ngomong-ngomong, Taeyong-ah," Jungwoo berdehem pelan. "Setelah restoranmu resmi dibuka, sepertinya aku tidak bisa membantumu lagi. Aku juga harus membantu bisnis ayahku," ucap Jungwoo tak enak, tangannya mengusap tengkuknya.

TAEYONGIE - JAEYONG Onde as histórias ganham vida. Descobre agora