5

10 1 0
                                    

06 Agustus 2021

Reina sedang termenung didepan jendela melihat derai hujan yang kini membasahi bumi, udara dingin mulai menusuk ke tulangnya.

"Perasaan aku masih punya satu stok minuman sachet coklat panas yang masih ku simpan," gumam Reina

Ia mulai mencari minuman itu di laci meja belajar. "Ah ada!" seru Reina

Reina bergegas ke dapur untuk menyeduh minuman tersebut. Ia mengambil teko lalu mengisinya dengan air keran dan memasaknya, sambil menunggu airnya matang, ia menuang isi minuman itu ke dalam cangkir.

"Reina," panggil ayah

Reina yang mendengar namanya dipanggil langsung mendekat ke arah sumber suaranya.

"Ayah panggil Reina?"

"Iya. Sini dulu, ayah mau ngomong sesuatu sama kamu." Reina mendekat dan duduk disamping ayah

"Kamu ini udah lulus sekolah 1 tahun yang lalu, kamu sekarang mau nya apa? Kuliah enggak, kerja juga enggak. Kamu gak bisa kayak begini terus, hidup itu terus berjalan."

"Iya ayah, tadi Reina udah coba lamar kerja dibeberapa kafe dan restoran tapi gak ada yang buka lowongan kerja."

"Kerja itu gak harus disini, diluar pasti masih banyak yang buka lowongan kerja. Kamu kalau mau sukses, kamu harus berani keluar dari zona nyaman kamu. Kamu lihat kakak kamu, sekarang dia udah sukses, udah punya usaha sendiri, kamu contoh lah kakak kamu."

Hati Reina terasa nyeri ketika ia mulai dibanding bandingkan dengan kakaknya. "Iya ayah, nanti Reina coba cari di internet tentang lowongan kerja."

"Baguslah kalau begitu, karena gak selamanya ayah sama ibu selalu ada buat kamu, jadi kamu harus menentukan tujuan hidup kamu mulai sekarang ya."

"Iya ayah."

Ayah mengusap rambut Reina pelan. Sayup sayup terdengar suara teko berbunyi yang menandakan airnya sudah matang.

"Ya udah, hm Reina kembali ke dapur ya ayah."

"Ya udah sana."

Reina bangkit dan bergegas mematikan kompor, lalu pelan pelan menuangkan air mendidih itu ke dalam cangkir yang sudah berisi minuman bubuk coklat tadi. Ia tak sadar kalau diam diam Maura memperhatikannya sedari tadi.

"Wih enak nih. Buat gue ya, makasih," ujar Maura sambil nyelonong membawa minuman coklat panas milik Reina

Reina sakit hati, minuman yang susah payah ia buat malah diambil Maura, mana itu stok terakhirnya.

"Apa aku harus keluar beli, tapi diluar masih hujan. Ck! Ah udahlah aku harus berani demi membeli minuman coklat kesukaan ku," batin Reina, lalu ia kembali ke kamar dan keluar lagi dengan memakai jaket.

"Loh! Reina, kamu mau kemana hujan hujan begini?" tanya ayah ketika Reina melewati ruang tamu

"Mau ke warung sebentar, yah," jawab Reina

"Oh, kalau begitu hati hati ya ini masih hujan loh."

"Iya ayah, Reina pergi dulu ya." Reina keluar sambil memegang payung ditangannya menatap deraian hujan didepannya, tiba tiba kilatan petir terlihat dimatanya membuatnya nyalinya untuk ke warung ciut.

"Ahh petir! Argh kenapa sih harus ada petir? Aku kan jadi takut, coba aja kalau ada Rendi. Ih apaan sih kamu Reina! Stop bergantung sama orang lain, kamu harus bisa menghadapi semuanya sendiri termasuk menghadapi petir sekali pun. Yah aku pasti bisa," gumam Reina

Reina membuka payung lalu perlahan berjalan menuju warung, walaupun sesekali ia merasa kaget ketika melihat kilatan petir namun ia tetap berjalan.

Dari kejauhan Rendi melihat Reina berjalan sendirian. "Loh! Itu kan Reina, ngapain dia jalan ditengah hujan begini?"tanya Rendi

Rendi kaget melihat Reina ketakutan ketika melihat kilatan petir. "Ternyata lo masih seperti dulu, Reina yang takut ketika melihat petir." Ia terus mengikuti Reina, ia penasaran kemana Reina pergi

Reina menghembuskan nafas lega ketika didepan warung. "Buk, permisi saya mau beli minuman bubuk coklat itu masih ada gak ya buk?" tanya Reina

"Dan ternyata kebiasaan lo masih sama, Rei. Minuman coklat panas adalah minuman favorit lo ketika kedinginan akibat hujan," batin Rendi

"Maaf neng, minuman itu udah habis," jawab ibu penjaga warung

"Oh, udah habis ya bu. Ya udah kalau begitu makasih ya, bu," ucap Reina kecewa

"Iya, sekali maaf ya neng."

"Iya bu, gak apa apa kok. Kalau begitu saya permisi ya bu." Reina pergi dari warung itu dengan tangan kosong. Ia pulang ke rumah dengan perasaan kecewa, sedih, sakit hati.

"Tuhan! Kenapa hidupku begini? Apa aku tidak pantas menerima kebahagiaan dihidupku!" teriak Reina di sela sela deras hujan, ia mulai terisak

Rendi yang sedari tadi mengikuti mendengar suara teriakan Reina, hatinya terasa sakit ketika mendengar isak tangis Reina, seolah-olah ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Reina. Lagi lagi ia tidak berani mendekati Reina.

Reina sampai di rumah, ia menaruh payung lalu berjalan cepat ke kamarnya. Di kamar ia terus menangis dan menyalahkan takdir hidupnya yang hari semakin hari belum menemukan titik kebahagiaan di hidupnya.

UsikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang