BAB 5

1.9K 56 2
                                    


Wanita ini bilang jika dirinya belum makan sejak tadi padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam lebih. Seharusnya aku tidak perlu terlalu memikirkan tentang dirinya yang sudah makan atau belum namun aku juga manusia biasa yang masih punya rasa empati dan simpati. Terlebih aku juga tahu jika seharian ini dia terus saja menangis karena takut dengan keadaan wanita yang bahkan tidak dia kenali sama sekali. Setidaknya dari kejadian ini aku tahu jika Tante Vita adalah wanita yang baik.

Saat ini aku dan Tante Vita tengah berada di sebuah restoran di dekat rumah sakit dan sedang menikmati makan malam yang sangat terlambat ini atau lebih tepatnya dia yang makan dan aku hanya menemani dengan segelas jus jeruk.

"Apa suaminya sudah datang?" tanyaku sambil memperhatikan dirinya yang makan dengan sangat lahap.

"Sudah tadi sekitar jam 9. Mas Ridwan bekerja dan selama bekerja dia tidak di perbolehkan untuk melihat handphone sehingga baru bisa dihubungi setelah dia selesai tadi."

"Hm."

"Oh iya, berapa lama bayi biasanya di inkubator?"

"Tergantung kondisinya."

"Tetapi tidak akan terjadi masalah kan? Maksud gw bayinya akan baik-baik saja kan Darren?"

"Bayi itu akan baik-baik saja."

"Syukurlah dan gw harap tidak akan terjadi masalah apa pun ke depannya untuk bayi dan ibunya."

"Kamu terlihat begitu khawatir." tanyaku penasaran. Maksudku jarang sekali ada orang yang akan bersikap seperti dirinya padahal orang yang dia tangisi dan khawatirkan bukan siapa-siapa bagi hidupnya dan bahkan baru dia temui tadi pagi.

"Wanita tadi mengingatkan gw dengan kondisi ibu dan adik gw dahulu." dapat kulihat jika Tante Vita sudah bersiap kembali menangis namun dengan cepat dia pun menghalau air matanya agar tidak jatuh sambil terus berusaha tersenyum di hadapanku.

"Dulu gw mempunyai seorang adik namun beberapa saat setelah dia lahir, Tuhan justru berkehendak lain."

"Ibumu?"

"Meninggal saat melahirkannya di ruang operasi. Dokter bilang, ibu mengalami pendarahan hebat saat melahirkan terlebih kondisinya ketika itu juga sangat lemah. Maka dari itu gw sangat ketakutan tadi. Bagaimana jika keadaan seperti itu juga terjadi kepada ibu dan anak tersebut. Maaf gw pasti membuat elo panik."

"Tidak." ucapku jujur. Aku memang tidak merasa panik mengenai kejadian pagi tadi namun jika boleh jujur aku lebih merasa terkejut dengan sikapnya yang awalnya aku nilai cukup aneh dengan orang yang baru pertama kali dia temui dan kenal. Namun kini aku tahu alasan dibalik itu semua, dia trauma.

"Sekali lagi terima kasih Darren dan gw rasa gw telah salah menilai elo selama ini. Maksud gw kalau elo ternyata enggak se-apatis seperti dugaan gw."

"Apatis?"

"Iya, maaf ya habisnya sikap dan tampang elo menunjukkan demikian sih jadinya kan gw salah paham. Baiklah mulai hari ini kita teman, bagaimana?" aku hanya terdiam karena bingung harus menjawab apa dengan ajakan pertemanannya ini.

Berteman? Dengan wanita ini? Astaga, aku bahkan hanya mempunyai satu orang teman selama hidupku dan itu pun juga karena paksaannya di awal perkenalan kami berdua.

Setelah selesai makan malam kami berdua kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing dan sebelum aku masuk ke dalam mobil tante Vita kembali mengucapkan terima kasih kepadaku baru setelahnya dia pun pergi. Aku terus saja memperhatikan mobilnya hingga akhirnya menghilang dari pandanganku dan setelahnya aku pun ikut melajukan mobilku untuk kembali ke rumah.

Tante, I Love You (TAMAT/ Baca Selagi Tersedia)Where stories live. Discover now