p.r.o.m.p.t IX

42 7 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Warna merah itu bukan miliknya, bukan cat yang tumpah hingga membasahi sebagian besar tubuh dan pakaiannya. Cairan itu seperti cat minyak yang tidak bisa menyatu dengan air, dengan gerakan yang halus dan fokus yang kuat, Tao melukis serangkaian garis di lantai ruangan yang seperti batu pualam.

Sesekali dia berdiri dan memeriksa apakah karyanya terbentuk dengan bagus dan sesuai keinginannya, lalu kembali berlutut untuk melanjutkan kegiatan melukis itu.

Saat warna merah di tangannya mulai berkurang, Tao akan menempelkan tangannya ke sisi depan pakaiannya yang basah oleh cairan merah itu, lalu kembali melukis. Beberapa kali harus melangkahi tubuh-tubuh yang tergeletak dingin di lantai, di dalam garis yang sedang ia lukis, dia tak terganggu dengan keberadaan mereka.

Sorot matanya begitu jauh tak tergapai, seperti hatinya yang kini menganga, isi kepalanya tidak lah rumit. Tao hanya ingin melakukan hal yang ingin ia lakukan, ia hanya ingin bisa menjalani hidup dengan semestinya.

Tao tidak menginginkan apapun selain teman.

Sesuatu yang tidak pernah dimiliki seumur hidupnya.

Tak pernah diberi kesempatan.

Bahkan untuk bernafas pun, dia harus membayar oksigen untuk paru-parunya dengan melakukan sesuatu terlebih dulu.

Rangkaian garis itu menyatu membentuk sebuah simbol yang besar, warnanya merah yang setiap detiknya semakin menggelap. Dan Tao duduk di sana, di luar garis yang dia lukis, melipat kakinya ke dalam, dan ia mengucapkan sesuatu sehalus angin berhembus.

Suhu di ruangan itu sejak awal sudah terasa dingin, bahkan kakinya yang telanjang pun perlahan berganti warna sedikit pucat.

Dinginnya udara dan suasana yang berubah drastis terjadi ketika Tao selesai berbisik pada waktu. Seperti dia tengah mengeluh, tengah mencurahkan hatinya, dan ketika kelopak matanya terbuka, asap hitam tebal melayang-layang di udara, di dalam garis lukisannya.

Tao berkedip, dia berusaha memperhatikan asap hitam itu dan mencerna hal yang disaksikannya.

Sejujurnya hal ini berbeda dari ekspetasi yang selama ini ia pikirkan.

Seharusnya--

Kau memanggilku.

Pupil mata Tao melebar mendengar suara berat nan kasar yang tiba-tiba menggema di dalam kepalanya seperti sebuah dentuman.

Suara itu memberikan vibrasi misterius ke sekujur tubuhnya hingga ia merasakan dadanya memberat. Tao terkejut, dia tidak memahami bagaimana suara asing yang terdengar mengerikan itu berada di dalam kepalanya.

"Ya" Ia tak menduga akan menyahut dengan rasa antusias yang begitu besar.

Berbanding terbalik dengan rasa gugup yang tiba-tiba mendera, binar di kedua matanya mengatakan hal yang sebaliknya.

p. r. o. m. p. tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang