32. Varax sang Pemimpin Monster.

14 2 0
                                    

Kota Zerafas terletak di tengah daerah Arcotika, berjarak kurang lebih seratus kilometer dari gua tempat persembunyian Master Windu. Dibutuhkan satu hari, satu malam untuk sampai di kota itu. Itu pun jika berpergian dengan kereta kuda atau sejenisnya. Kalau terbang menaiki Danemon, Hm.... Kira-kira mungkin lebih cepat lagi. Mengingat kami pernah nyaris tiba di kota itu, jika Patra tidak menyuruh kami untuk berputar, melintasi pegunungan.

Namun, pergi kota Zerafas tidak semudah seperti ke tempat wisata atau taman hiburan. Di sana terdapat benteng nyaris mengelilingi kota, dan di setiap bentengnya ada prajurit-prajurit yang menjaga. Alhasil, perjalanan menaiki Danemon bukan cara yang tepat untuk pergi ke Kota tersebut.

Melihat kemungkinan itu, aku dan yang lain memutuskan untuk menaiki kereta kuda, meskipun membutuhkan waktu lama untuk sampai ke sana.

Di hutan tidak jauh dari gua, kami menyiapkan semua logistik, terutama kereta kuda dan beberapa perlengkapan.

"Kalian pergilah dulu dan temui orang yang ku maksud. Dia akan membantu kalian untuk masuk ke kota itu," kata Master Windu pada Patra.

"Jika situasi sudah memungkinkan. Kami akan bergegas menyusul," sambung Tuan Forde.

"Ingat. Sebelum pergi, kamu hanya perlu percaya pada keyakinan. Dengan itu semua, keraguan mu akan hilang dan kamu pasti bisa menghadapi setiap rintangan." Erza melambangkan tangan.

"Berhati-hatilah. Apa yang sudah aku ajarkan, semoga berguna untukmu."

Gadis berdarah cina itu mengangguk mantap.

Aku menaiki gerobak dan duduk di bagian belakang, Mirla menyusul dan duduk di sebelahku.

Aku menoleh, hanya ada Erza, Tuan Forde dan Master Windu yang melepas kepergian kami. Hisar masih ada di Ruang pemulihan, belum mampu untuk berpergian. Tadi aku sudah menemuinya dan dia masih belum sadarkan diri.

"Kami berangkat!" pamit Paman Ref, mengebakan kuda.

Kereta kuda mulai berjalan membelah hutan.

Aku menyandarkan punggung, memandang Danemon yang berada di tas punggung. Sepertinya Naga itu sedang tidur, aku bisa mendengar derup napasnya yang membuat ransel ku berembun.

Fiuh.... Mirla menghela napas panjang, memandang keluar. Hari ini dia tidak berangkat bersama Griffer karena ia masih berada di ruang pemulihan, belum sadarkan diri. Terlihat gadis itu tampak ragu. Ya jelas, tanpa ada Partnernya di sisinya. Dia jelas gak bisa bertarung.

Lalu bagaimana dengan nasib Mirla tanpa Griffer? Kekuatan Magna-nya tidak akan berfungsi jika tidak ada Partnernya di sisinya.

Tapi tenang, dengan gulungan pemanggil yang diberikan oleh Erza. Mirla bisa memanggil Griffer kapan saja, kalau Griffin itu benar-benar pulih. Aku jadi cemas, bagaimana kalau Griffin itu masih belum pulih saat kami sampai di kota Zerafas? Bisa-bisa Mirla dalam bahaya?

Semoga saja hal itu tidak terjadi.

****

"Aras, cepat! Kita harus pergi dari sini! Jumlah mereka terlalu banyak. Kita tidak akan mampu menghadapi mereka," seru seorang gadis berambut panjang.

Dari balik rerimbunan pohon lebat, raungan dan teriakan terdengar menggema. Hanya soal waktu ratusan monster akan menyerembak dan menyerbu mereka.

"Bagaimana dengan penduduk setempat? Mereka bisa mati dibantai oleh mereka. Kita harus kembali ke desa, Ancanika. Kita harus memberi tahu hal ini," jawab Aras dengan yakin.

Ancanika menggeleng, "Itu terlalu berisiko. Sebelum kita sampai, kita yang bakal diserang Para Monster itu."

Terdengar bunyi detak kencang, sekelebat bayangan terbang melesat ke arah mereka.

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang