BAB. 3

105K 8.3K 32
                                    

Axelle menghampiri Alexa dengan langkah cepat, mengernyit heran saat netranya sama sekali tidak menemukan orang yang tengah dicarinya. "Mana Arelia?" Tanyanya sembari menelisik sekitar.

Alexa menunjuk arah dengan dagu lalu kembali asyik dalam game-nya. "Kabur," sahut gadis itu.

"Kabur?" Beo Axelle.

"Hmm, kabur."

Axelle menghela nafas kasar. Bagaimanapun dia dan Arelia sudah menghabiskan malam bersama. Yah walau belum memasuki tahap serius tapi, tetap saja terbangun sendirian tanpa sedikit pun jejak gadis itu membuat Axelle merasa... marah.

Dia mencari Arelia seperti orang gila. Mengobrak-abrik seluruh villa sembari menjeritkan namanya namun, nihil. Arelia raib sama sekali. Axelle baru merasa sedikit tenang setelah Alexa mengabarinya bahwa Arelia baik-baik saja. Gadis itu hanya sedikit panik dan memilih pulang tanpa izin. Mendengarnya Axelle mati-matian menahan diri untuk tidak menyusul Arelia ke kos-kosannya.

Sayangnya urusan mereka tidak sesederhana itu untuk diabaikan seolah tidak pernah terjadi. Axelle sudah memberi beberapa jam yang bisa Arelia gunakan untuk menenangkan diri dan selebihnya laki-laki itu tidak akan berpangku tangan. Dia harus berbicara dengan Arelia.

Tapi pada kenyataannya, jangan 'kan menemukan gadis itu Axelle bahkan tak bisa melihat bayangan Arelia sama sekali.

"Arelia masih panik, mungkin karena Abang terlalu keras semalam," kata Alexa dengan raut penuh godaan.

Alexa benar, kemarin malam Axelle seharusnya sedikit menahan diri. Dia seharusnya tidak menuruti akal bulus adiknya yang jelas-jelas tidak akan pernah menjurus pada hal-hal yang baik. Tapi dihadapkan dengan Arelia yang tengah mabuk berat dan menari erotis , jelas Axelle tidak sekuat itu untuk tidak terlibat. Laki-laki itu masih bisa merasakan kelembutan di tubuhnya. Bagaimana tubuh Arelia mengacaukan seluruh aliran darahnya, aromanya, desahan lembutnya serta jemari-jemarinya yang meluncur di otot perutnya.

Untungnya saat mereka akan memasuki tahap lebih serius Axelle tersadar. Tak peduli seberapa tergodanya ia, Axelle hanya ingin mengikat Arelia saat gadis itu benar-benar menyerahkan dirinya tanpa paksaan.

Axelle mengusap wajahnya kasar, tak sabar menemukan keberadaan Arelia. Di sampingnya Alexa terkikik geli.

Axelle menoleh. "Kenapa?"

"Baru kali ini aku lihat Abang kehilangan kontrol begitu."

Axelle menaikkan alisnya. Iya, dia pun tidak tahu. Entah mengapa sejak pertama kali dia melihat Arelia di rumahnya, Axelle sudah kehilangan kontrol yang selama ini dia jaga. Arelia semacam katalis dalam hidupnya serta membuat Axelle menjadi seperti bukan dirinya. Rasanya aneh namun di sisi lain begitu menyenangkan sampai Axelle tak keberatan untuk merasakannya lagi.

"Sebaiknya Abang enggak usah temuin Are dulu deh, kayaknya dia masih panik."

Sontak Axelle menatap gadis itu dengan tatapan tak setuju.

Sekali lagi Alexa terkekeh. "Tenang aja, Abang bisa temuin dia besok pagi sekalian buat jemput Are di kos-kosannya. Maksud ku, tunggu sampai emosinya sedikit mereda. Are kebingungan, aku bisa lihat itu dan terburu-buru jelas bukan siasat yang bagus bukan?"

Meski masih penuh keengganan mau tak mau Axelle akhirnya setuju. Meraih satu langkah mundur sebelum berlari maju. Axelle bersumpah, besok dia tidak akan memberi Arelia ampun.

***

Hari apa ini?

Kenapa tiba-tiba Arelia merasa kalau dunia sedang berkolusi untuk menjebaknya?

Menyembunyikan diri di balik pagar, Arelia diam-diam mengintip. Anehnya tak peduli berapa kali dia mengucek mata Arelia masih bisa melihat siluet laki-laki yang bersandar pada kap mobilnya. Menemukan perawakan yang tampak sangat familiar Arelia merasakan jantungnya berdesir cepat.

Dia berhalusinasi 'kan? Oh, tolong jawab iya.

Dan saat lelaki itu menoleh Arelia bisa merasakan bahwa dunianya kacau balau.  Haruskah dia berpura-pura pingsan saja?

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Where stories live. Discover now