BAB. 11

65.9K 5.4K 36
                                    

Ada satu hal paling menyebalkan yang tidak ingin siapapun miliki jika sedang camping di tengah hutan, yaitu keinginan buang air pukul tiga dini hari. Dan sialnya malah terjadi pada Arelia.

Gadis itu berbaring gelisah, sudah tak kuasa menahan panggilan alam yang setiap detiknya menyiksa raga. Awalnya ia ingin membangunkan Alexa dan meminta temannya itu untuk menemaninya namun tak sampai hati saat melihat betapa lelapnya gadis itu. Dityana? Ohh, Arelia gengsi jika harus meminta bantuan kakak sepupunya itu.

Karena sudah tak tahan lagi Arelia mau tak mau akhirnya menguatkan tekad, bergegas keluar tenda sembari membawa senter dan berlari terburu-buru menuju toilet umum yang untungnya tidak terlalu jauh dari tendanya. Tapi tetap saja, bahkan jika sorot lampu menyala terang bulu kuduknya masih tetap meremang. Arelia bahkan harus menahan godaan untuk tidak mengedarkan pandangan dan berakhir melihat yang tidak-tidak. Apalagi di film horror banyak banget 'kan muncul hantu di dalam toilet.

Duh, Are takut...

Baru setelah proses yang terasa seperti seabad Arelia akhirnya selesai juga. Namun langkahnya bahkan belum mencapai pintu keluar saat tiba-tiba saja seseorang membekap mulutnya dan menariknya memasuki bilik toilet. Arelia panik. Gadis itu meronta hebat, mengerahkan seluruh tenaga tapi nihil. Arelia masih terjebak bersama orang itu. Suara klik pintu terkunci semakin membuat Arelia takut. Gadis itu menutup matanya rapat-rapat dan berdoa semoga saja Dityana dan yang lainnya bisa menyadari kalau Arelia tidak ada di tenda.

"Arelia..." Begitu suara serak itu terdengar Arelia sontak membuka kedua matanya, hampir menangis ketika ternyata orang yang menyeretnya adalah Axelle. Iya, Axelle!

Merasakan kekalutan gadis di depannya Axelle melepas bekapannya dan beralih mengusap sudut mata Arelia yang basah. "Maaf, saya buat kamu kaget."

Arelia mendelik kesal, sungguh rasanya jantungnya hampir lepas tadi. Arelia pikir dia baru saja bertemu pencabul yang sukanya melecehkan gadis-gadis muda sepertinya.

"Maaf ya, jangan nangis," bujuk Axelle sembari menarik tubuh Arelia ke dalam rengkuhannya. Setelah di rasa kalau Arelia cukup tenang, Axelle baru melepas dekapannya. "Udah tenang?"

Arelia mengangguk, meski bibirnya masih mencebik. Melihatnya Axelle malah terkekeh. Dia suka sekali melihat ekspresi kesal Arelia, yang dirasanya amat menggemaskan. Sungguh Axelle sudah tak kuasa membentung kerinduannya karena tak bisa berdekatan dengan sang kekasih. Bayangkan saja betapa tersiksanya dia saat Arelia jelas-jelas ada di depannya namun Axelle sama sekali tak bisa mendekat. Rasanya bagaikan kau melihat buruan mu tepat di depan mata namun tak bisa memangsanya hanya karena hal sepele.

Merasakan sesuatu mulai bangkit, Axelle menjatuhkan tubuhnya pada Arelia dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher kekasihnya. Axelle bisa merasakan kalau tubuh Arelia mulai kaku, namun itu tak mampu menghentikannya. Wajah Axelle mulai menelusuri permukaan kulit Arelia yang dingin, menghantarkan nafas hangat yang membuat gadis itu meremang.

"A-abang..." cicit Arelia. Sedikit takut dengan apa yang Axelle lakukan.

"Hmm?”

Arelia berusaha mendorong pundak Axelle namun laki-laki itu masih menekan tubuhnya dan bahkan mengaitkan kedua tangannya di pinggangnya. Tak disangka Axelle bahkan berhasil melabuhkan kecupan ringan yang membuat Arelia gemetar hebat. Nafas Arelia mulai tersenggal, sekali lagi berusaha mendorong Axelle.

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang