BAB. 21

53K 4.6K 43
                                    

"Abang enggak kerja?" Tanya Arelia untuk ke sekian kalinya.

Sudah dua hari sejak Arelia harus dirawat di rumah sakit dan selama itu juga Axelle senantiasa menemaninya. Baik siang maupun malam lelaki itu akan berada di samping dan hanya pergi jika harus mengurus hal-hal yang penting saja. Itupun hanya membutuhkan waktu sangat singkat. Tak peduli seberapa seringnya Arelia memberi pengertian bahwa dirinya akan baik-baik saja walau ditinggal sendirian, Axelle masih tetap bergeming.

"Emang Abang enggak sibuk gitu?"

"Saya ingin bersama kamu."

"Tapi studio Abang gimana?"

"Saya owner-nya, mereka tidak memerlukan saya untuk datang kesana setiap saat. Kamu lebih menjadi prioritas saya sekarang," tutur Axelle sembari menyuapi Arelia dengan potongan buah.

"Kamu marah?" Tanyanya setelah menyadari perubahan raut wajah Arelia.

Arelia menggeleng. Dia sama sekali tidak marah. Kenapa juga Arelia harus marah saat Axelle senantiasa menjaganya. Arelia hanya merasa tidak enak karena menyita waktu laki-laki itu. Bagaimanapun sebagai owner dari sebuah studio tato, Axelle pasti sibuk mengurusi pekerjaan. Lagipula dia juga sudah agak baikan sekarang. Arelia tidak lagi demam dan nafsu makannya juga sudah kembali. Kemungkinan besok Arelia juga bisa pulang.

Axelle kemudian menaruh piring buah ke atas meja. Sebagai gantinya lelaki bertato itu memilih untuk menyentuh pipi Arelia lembut, membuat si pemilik langsung meremang geli. "Saya hanya ingin berada di sisi kamu dan memastikan kalau kamu akan senantiasa baik-baik saja dengan kedua mata saya sendiri. Tapi kalau kamu tidak suka, saya akan memberi kamu ruang untuk sendiri."

Mendengar kalimat terakhir yang Axelle ucapkan seketika membuat Arelia langsung menggeleng. "M-maksud aku bukan itu. Aku cuma takut kalau waktu Abang akan terbuang sia-sia. Bagaimanapun Abang punya pekerjaan."

"Tidak sia-sia, sebaliknya saya justru bisa melakukan ini sekarang," Axelle tiba-tiba mencondongkan tubuhnya lalu mencium bibir Arelia dengan penuh semangat. Lidahnya bergerak liar, mengecap rasa manis yang tertinggal dari buah anggur yang baru saja Arelia makan. Setelah dirasa puas, laki-laki itu kembali meraih jarak. "Bibir kamu terasa seperti anggur."

Arelia menyentuh bibirnya yang basah dan sedikit membengkak. Sensasi kebas yang ia rasakan membuat wajahnya langsung memerah. Arelia menundukkan kepalanya, dia malu sekali.

"Bagaimana kalau kita mencoba rasa lainnya? Kamu lebih suka apel atau jeruk?"

Arelia membulatkan mulutnya. "Abang!"

Axelle tertawa, meraih sebuah pisang dari dalam keranjang buah. "Untuk sekarang, bagaimana kalau pisang saja?" Tanyanya dengan seringai.

"Abang ihh!" Seru Arelia.

"What, baby?"

Sungguh, Arelia sudah tidak tahan lagi. Seluruh bagian otaknya sudah berkelana liar, membayangkan cuplikan yang penuh dengan adegan dewasa. Tidak, Arelia! Jangan terbuai!

Namun ambiguitas itu tak bertahan lama karena sejurus kemudian pintu tiba-tiba saja terbuka, disusul oleh masuknya tiga laki-laki yang masing-masing membawa barang berbeda. Arelia memiringkan kepalanya begitu merasa mengenali salah satunya, kalau tidak salah namanya Joshua teman Axelle yang pernah beberapa kali dia temui saat berkunjung ke rumahnya.

"Apa lo enggak bisa ketuk dulu sebelum masuk?" Tegur Axelle pada teman-temannya yang melenggang masuk tanpa izin. Tapi tak satu pun dari mereka mengacuhkannya, ketiga laki-laki itu malah sibuk memperhatikan orang yang ada di atas ranjang.

"Halo," sapa Dion, laki-laki dengan kemeja berwarna biru langit sembari menyerahkan sebuket besar bunga matahari pada Axelle. "Perkenalkan Dion, temannya Axelle. Kalau itu Chandra sama Joshua. Kemarin Mas denger kalau kamu sakit, makanya Mas sama yang lain jenguk deh."

"Anjir Mas!" Pekik Candra heboh. Laki-laki yang tampak kesusahan memegang boneka beruang sebesar manusia itu bergidik jijik.

Seolah tak mendengar, Dion malah semakin melebarkan senyumnya yang semanis gula. "Mas kasih kamu bunga matahari biar kamu bisa cepet sembuh. Karena bunga matahari melambangkan kebahagiaan dan keceriaan."

Arelia tersenyum canggung. "Makasih hmmm... mas?"

"Apa sih yang enggak untuk gadis secantik kamu," balas Dion sembari menjawil hidung Arelia yang membuat gadis itu berjengit kaget.

Kesalahan fatal.

Karena beberapa detik kemudian Dion sudah terhempas mengenaskan setelah Axelle melemparnya dengan buket bunga matahari yang dia bawa. Enak saja asal menyentuh kekasihnya! Tidak ada yang boleh menyentuh Arelia selain Axelle.

"Sumpah El, lo jahat banget sama temen!" Dumel Dion yang terima tubuhnya dijadikan samsak.

"Makanya jangan macam-macam!" Joshua menoyor kepala Dion yang masih mengaduh kesakitan sebelum akhirnya menyerahkan setoples besar gummy berwarna merah. "Itu vitamin by the way," jelasnya begitu melihat Arelia yang kebingungan.

Arelia mengangguk, dia baru tahu kalau ada vitamin berbentuk permen seperti ini. "Makasih, Kak."

Joshua mengangguk. "Cepat sembuh ya. Kakak bosen denger para karyawan yang nanya kenapa bos mereka enggak dateng ke studio," katanya sembari melirik Axelle dengan pandangan mengejek.

Namun sepertinya orang yang dimaksud tetap adem ayem. Sama sekali tidak mengidahkan cibiran temannya. Axelle malah mengulurkan tangannya, hendak menyuapi Arelia kembali.

Arelia menolak, dia malu kalau harus disuapi di hadapan teman-teman Axelle. Apalagi dengan percakapan Axelle sebelumnya, Arelia seperti agak trauma memakan buah ke depannya.

"Oh iya, Mas juga bawa ini." Dion yang sepertinya sudah melupakan kejadian barusan kembali bangkit. Menyodok saku celananya lalu mengeluarkannya, sembari menunjukkan bentuk hati dari ibu jari dan telunjuknya. "Saranghae."

BRUK!

"Anjir, sumpah El lo KDRT!" Jerit Dion karena kepalanya menjadi korban Axelle untuk kedua kalinya.

Axelle mendengus, bersiap kembali melayangkan pukulannya.

"Eh, nggak hahaha..." Dion buru-buru mundur ke jarak aman.

Arelia terkekeh geli melihatnya, ternyata tidak hanya Alexa tampaknya Axelle sering kali dikelilingi oleh orang-orang absurd seperti itu. Pantas saja laki-laki itu seolah sudah terbiasa.

"Ihh, gitu dong ketawa, cantiknya 'kan makin kelihatan," puji Dion sambil terbahak keras.

BUG!!

"KELUAR!"

Dan begitu lah seisi ruangan itu dipenuhi teriakan Axelle dan jerit kesakitan dari Dion.

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Where stories live. Discover now