BAB. 12

61.7K 5.1K 23
                                    

“Emang disungai itu ada ikannya?" Arelia menatap heran ke arah para lelaki yang tengah sibuk melempar alat pancingan sambil duduk berjejer di tepi sungai. Tapi memang sungai sedangkal itu akan ada ikannya? Apalagi sudah hampir satu jam dan tak ada satu pun umpan yang dimakan.

"Kayaknya sih ada ya," jawab Sefa sambil nyengir kuda. "Do'ain aja sih biar dapet, nanti biar si Ditya yang bakar buat kamu."

Mendengar kalau Sefa akan mempersembahkan ikan hasil tangkapannya kepada Arelia, membuat gadis itu berbinar antusias. Nada menyangsikannya sudah berubah menjadi sok menyemangati. Arelia bahkan buru-buru berdiri di belakang Sefa dan memijati pundaknya. "Hehe... kalau gitu semangat biar dapet ikan yang banyak."

Sefa menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Kamu itu kalau urusan makanan aja langsung nyaut."

Arelia terkikik.

"Sebelah sini nih pijitin!" Sefa menunjuk-nunjuk pundak kirinya yang langsung Arelia turuti tanpa syarat.

Dan pemandangan itu jatuh di mata seorang laki-laki yang sejak tadi menatap mereka dengan berang. Rahangnya saling mengencang, menahan amarah yang setiap detiknya bisa meluap kapan saja. Axelle kemudian meraih sepiring sandwich dan melangkah menghampiri objek yang sejak tadi menganggunya. Laki-laki itu meraih pinggang Arelia dan merangkulnya erat-erat. Tak sedikit pun membiarkan Arelia menjaga jarak darinya.

Arelia yang tiba-tiba saja diperlakukan seperti itu menoleh kaget. "Abang..."

Axelle mengulurkan sandwich yang dibawanya. "Sarapan."

Arelia melirik tumpukan roti yang tampak lezat. "Abang udah sarapan?" Axelle menggeleng. "Kalau gitu berdua aja."

Axelle tentu saja langsung menerima tawaran yang memang dia tunggu-tunggu. Laki-laki itu menarik Arelia untuk duduk agak melimpir dari yang lainnya sehingga dia bisa menikmati waktunya dengan sang kekasih dan tentunya hanya berdua saja.

"Kamu enggak suka tomat?" Tanya Axelle ketika Arelia memisahkan potongan tomat dari rotinya.

"Suka tapi kalau dijus atau dimasak," jawabnya sambil meletakkan tomat yang dia sisihkan tadi ke atas roti milik Axelle sembari cengengesan, "buat Abang aja deh.”

Axelle tersenyum geli kemudian mengulurkan tangannya untuk mengacak-ngacak pucuk kepala Arelia dengan lembut.

“Kata Alexa Abang belum pernah camping sebelumnya ya?” Tanya Arelia agak basa-basi.

“Belum.”

“Jadi ini yang pertama kali? Waktu sekolah enggak pernah juga?”

“Saya bukan orang yang suka tidur di alam bebas sebenarnya, bahkan jika dulu sekolah mewajibkan saya lebih suka bolos.”

Lah, terus kenapa Axelle mau pergi camping sekarang kalau memang dia tidak suka?

“Karena sekarang ada kamu,” ungkap Axelle, seolah tengah menjawab pikiran Arelia. “Saya ingin selalu dekat dengan kamu, bahkan jika itu artinya saya harus menahan ketidaksukaan saya pada sesuatu.”

Arelia melongo, tak tahu harus menjawab apa. Jantungnya sudah berdebar-debar tak keruan. Terlebih saat kejadian semalam terbesit tanpa bisa ia cegah. Bagaimanapun pada akhirnya Arelia pasrah pada dominasi Axelle terhadapanya.

Selama beberapa saat kedua insan itu diliputi keheningan. Dua pasang mata saling terkunci, seakan tengah saling mengabari perasaan. Bahkan saat pemandangan dimana Alexa berlarian membawa celana dalam milik Dityana melintas, keduanya tak lagi peduli.

***

Saat menjelang sore akhirnya mereka semua memutuskan untuk pulang. Axelle menatap kedua gadis yang sudah roboh di kursi belakang mobilnya. Tampaknya keduanya benar-benar kelelahan setelah seharian bermain.

"Gue titip Lia, jagain dia. Awas kalau lo macem-macem," ancam Dityana setelah meletakkan barang-barang Arelia ke dalam bagasi. Awalnya Dityana yang ingin mengantar Arelia pulang, namun Dityana harus segera pergi karena suatu urusan yang amat penting. Jadi mau tak mau laki-laki itu memasrahkan Arelia pada Axelle dengan dalih kalau masih ada Alexa di antara mereka. Setidaknya Axelle mungkin tidak akan bertindak nekat.

"Tenang aja, gue tahu,” jawab Axelle lugas.

Setelahnya Axelle memasuki mobil, tersenyum simpul saat netranya menangkap pemandangan yang menghangatkan hati. Pada dua perempuan yang begitu berharga untuknya. Alexa dan Arelia saling bersandar di bawah satu selimut yang sama. Keduanya terlelap amat nyenyak, sama sekali tidak terganggu dengan gerung kendaraan di sekitar.

Beberapa jam kemudian mereka tiba di depan kosan Arelia, Axelle membuka pintu penumpang, mengecup kening Arelia dan berbisik tepat di telinganya. "Babe, bangun kita udah sampai."

Arelia mengerang, perlahan mengerjap-ngerjapkan matanya. "Ini dimana?"

"Kosan kamu."

"Ohh," katanya sambil menguap. Arelia lalu melirik Alexa yang terbaring di pundaknya. Dia dengan penuh hati-hati meletakkan kepala Alexa di sandaran kursi. Memperbaiki selimut dan rambut Alexa yang berantakan. Sedikit perhatian itu membuat Axelle termangu, tak lama karena selanjutnya lelaki itu kembali tersenyum bangga. Dia memang tidak salah memilih Arelia sebagai kekasihnya.

Arelia lalu melangkah keluar dan Axelle segera membantu membawakan barang-barangnya.

“Arelia,” panggil Axelle, menghentikan langkah Arelia yang akan segera melewati gerbang. Arelia berbalik, menatapnya dengan raut penuh tanya. “Besok saya mau ajak kamu ke studio, kamu mau?"

Kedua alis Arelia terangkat. "Studio tato Abang?"

“Iya, kamu mau?” Tanya Axelle sekali lagi.

“Tapi untuk apa?”

“Bukan apa-apa, saya hanya ingin kamu melihat-lihat saja.”

Arelia menggigit bibir bawahnya ragu namun meski begitu pada akhirnya Arelia mengangguk juga. Lagi pula tidak salahnya mengunjungi tempat kerja Axelle, apalagi Arelia memang sedikit penasaran bagaimana rupa studio tato itu. “Boleh,” jawabnya.

Axelle tersenyum, mengusap pucuk kepala Arelia dengan penuh kelembutan. “Saya akan jemput kamu besok siang, sekarang istirahat baik-baik kamu pasti lelah ‘kan?”

Arelia mengangguk, dia memang sangat lelah. Arelia bahkan sudah sangat merindukan tempat tidur kecilnya. "Bye, Abang. Hati-hati dijalan ya,” katanya sambil menguap.

Axelle tersenyum dan kembali memasuki mobilnya.

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Where stories live. Discover now