BAB. 4

104K 7.9K 99
                                    

"Maaf untuk malam itu."

Begitu suara Axelle terdengar Arelia beringsut takut. Rasanya seluruh tubuhnya merinding gila-gilaan. Setelah tiba-tiba saja Axelle muncul di depan kosnya, mau tak mau Arelia akhirnya menurut, duduk diam di salah satu ruangan privat milik restoran ternama demi merundingkan masalahnya dengan Axelle.

Padahal sejak kemarin Arelia selalu berusaha menghindar, dia bahkan mengabaikan semua pesan dari Alexa. Sungguh Arelia tidak bercanda. Dia benar-benar belum sanggup menghadapi Axelle secara langsung. Rasanya fisik dan mentalnya bergemuruh penuh kengerian. Arelia bahkan bisa merasakan punggungnya telah basah oleh keringat dingin.

Menyadari ketakutan gadis di hadapannya, Axelle menurunkan nada suaranya menjadi lebih lembut. "Kamu tahu kalau Alexa yang menjebak kita?"

Arelia kembali mengangguk, masih enggan mengeluarkan suara.

"Kamu tidak perlu khawatir malam itu kita tidak melakukan apa-apa selain–" Axelle menatap leher Arelia. Meski gadis itu menggerai rambutnya beberapa tanda kemerahan masih terlihat samar. Seketika ingatan akan malam penuh godaan itu berkelebat membuat jakunnya naik turun gelisah.

Merasakan tatapan panas Axelle padanya, Arelia buru-buru menunduk sembari menutupi lehernya dengan rambutnya. Pipinya memerah dan Axelle hampir saja tidak bisa menahan diri melihatnya.

Axelle berdeham kaku. Mencoba menekan keinginan yang menggelora. "Intinya tidak terjadi apa-apa malam itu." tegasnya.

Arelia melirik Axelle penuh tanya namun saat melihat kesungguhan di matanya gadis itu tak kuasa menahan tanya. "Benarkah kita...?"

"Ya," Axelle mengangguk setuju.

Artinya mereka tidak melakukan itu bukan? Selama ini dia selalu khawatir, bagaimana jika dia hamil? Demi Tuhan dia baru berusia 21 tahun, usia yang baginya belum cukup matang untuk menjadi seorang ibu. Arelia juga belum menyelesaikan pendidikannya. Jika dia tiba-tiba hamil, kehidupannya pasti akan sangat berantakan. Apalagi Arelia tidak melakukan pencegahan setelahnya. Tapi Axelle bilang mereka tidak melakukan apapun, artinya dia aman. Menghela nafas lega Arelia akhirnya berhasil melepas sedikit beban yang memberatkannya.

Axelle menyadarinya, raut gadis itu berangsur-angsur membaik. Tapi entah mengapa Axelle tiba-tiba tergoda untuk menjelaskan sedikit lagi. "Kamu tahu meski kita belum melakukan hal itu, kita masih saling menyentuh."

Arelia melotot horor. Debar jantungnya yang mulai mereda kembali bertalu kencang. "M-menyentuh..."

Axelle terkekeh. "Ya, kamu menyentuh tubuh saya, sebaliknya saya juga menyentuh kamu," Axelle menyeringai, "Di seluruh tubuh kamu."

Jelas penjelasan Axelle membuat Arelia hampir pingsan. Bagaimana bisa?! Maksudnya dia mungkin akan percaya jika Axelle menyentuhnya tapi bagaimana dengan Arelia sendiri? Dia tidak pernah tahu kalau keberaniaannya sebesar itu.

"Arelia," Axelle kembali memanggilnya.

Arelia mendongak kaget. "Hmm, ya?"

"Saya tertarik sama kamu."

"Ya–hah?!" Arelia melotot horor, secara otomatis menegakkan tubuh dan sialnya kakinya yang tak siap tiba-tiba saja menabrak kaki kursi. Arelia menjerit kesakitan, bergerak limbung dan terjatuh ke belakang.

Axelle yang terkejut buru-buru bergegas menghampirinya. "Arelia, Oh my god! Are you okay? Mana yang sakit?" Tanyanya sembari mengecek seluruh tubuh Arelia dan baru menghela nafas lega saat tak menemukan luka apa pun disana. "Bagaimana bisa kamu seceroboh itu?!"

Arelia yang mendapat semburan tentu saja langsung terdiam. Dia masih terkejut dengan pernyataan Axelle dan lebih terkejut lagi saat mendapati betapa paniknya laki-laki itu barusan. Seolah Axelle benar-benar peduli kalau Arelia terluka. Tapi mengapa? Mereka bahkan tidak pernah akrab sebelumnya.

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang