BAB. 13

58.3K 4.8K 3
                                    

Deepa Tatto Studio.

Studio yang sudah berdiri selama lima tahun itu memiliki arti Cahaya, yang kebetulan juga diambil dari nama sang Mama.

Arelia mengedarkan pandangan begitu kakinya melangkah masuk, sedikit terpesona begitu deretan pigura dengan gambar sketsa tato beragam ukuran terpajang di setiap sisi dinding. Axelle bilang setiap pigura itu menunjukkan seberapa banyaknya tato yang telah tempat ini ciptakan dan dilihat dari betapa penuhnya, itu pasti sangat banyak.  

Axelle lalu menuntunnya memasuki sebuah ruangan yang Arelia kira merupakan kantor laki-laki itu. Tak jauh berbeda dengan tampilan luarnya, ruangan yang didominasi dengan dark gray itu penuh dengan figura sketsa tato. Arelia sempat tertarik pada satu gambar ular yang terpasang tepat di belakang kursi kerja, sebuah gambar tato yang sama dengan tato yang ada di lengan Axelle.  

"Tato itu saya dapat lima tahun lalu, juga menjadi tato pertama yang di buat di studio ini," jelas Axelle. Laki-laki itu memeluknya dari belakang dan menjatuhkan dagunya pada pundak Arelia.  

"Abang yang buat sendiri?"  

"Ya."  

Arelia memang pernah mendengar kalau seorang seniman tato tak jarang membuat tato di tubuhnya oleh tangan mereka sendiri. Meski terdengar agak aneh namun tidak ada yang mustahil di dunia ini.  

"Kebanyakan tato Abang itu tentang ular ya?"

Selama Arelia mengenal Axelle, dia sudah melihat beragam ukiran ular di tubuh laki-laki itu. Satu tato besar di punggung, masing-masing di lengan juga ada satu ular kecil di lehernya. Meski ada juga beberapa tato beraksen rumit lainnya tapi tetap saja keberadaan hewan melata itu selalu menjadi hal pertama yang menarik perhatian.  

"Dua rettlesnake dan tiga king kobra," ungkap Axelle.  

"Kenapa ular?" Apa Axelle tidak takut ya? Arelia saja langsung merinding hanya dengan membayangkan seekor ular melingkar di tubuhnya.

"Entahlah, mungkin karena tato ular adalah tato yang pertama kali saya buat."

Ahh, ternyata ikon ular menjadi hal bersejarah untuk Axelle. Beberapa orang memang seperti itu, mereka bisa amat terobsesi dengan apa yang pertama kali mereka dapatkan. Seolah hal itu mengingatkan mereka pada tropi kemenangan yang menjadikan mereka menjadi diri mereka yang sekarang. Mungkin juga bisa disebut sebagai kenangan.  

"Selamat ulangtahun," tiba-tiba suara bisikan laki-laki itu menyentuh telinganya. Arelia terperanjat namun sedetik kemudian gadis itu tersenyum lembut, Alexa pasti memberi tahu Axelle tentang ulangtahunnya pada Axelle. Iya, kebetulan hari ini Arelia memang menginjak usia 21 tahun tepat.

"Makasih Abang,” balas Arelia tulus.

Axelle lalu melepas dekapannya namun sebagai gantinya laki-laki itu menariknya untuk duduk di kursi kerjanya. Axelle kemudian membuka laci, mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih yang ternyata berisi seuntai gelang emas dengan deretan kristal putih berbentuk dedaunan mungil. Terlihat sederhana namun tetap memancarkan keindahannya.  

"Alexa yang merekomendasikannya. Bagaimana kamu suka? Kalau tidak, saya bisa kasih kamu yang lain," tutur Axelle.  

Arelia tersenyum merekah. "Suka, aku suka banget. Makasih Abang."  

Axelle meraih lengannya. "Pakai ya?"

Arelia mengangguk, mengulurkan tangannya sehingga Axelle bisa memakaikan gelang itu. Setelahnya jemari laki-laki itu mengusap pergelangan tangannya penuh kelembutan. Terlihat amat puas karena ternyata pilihannya memang lah tepat. Arelia benar-benar cocok dengan gelangnya.

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Where stories live. Discover now