57.MENGUNGKAP FAKTA

1 0 0
                                    

"Oh, saya kira Mrs. Tania ini adalah kekasih Anda," kata dokter Ameera terkejut karena mengira Tania adalah kekasih Marco.

Keduanya saling berpandangan lalu tersenyum, tak salah jika banyak yang mengira keduanya adalah sepasang kekasih. Apalagi baik Tania dan Marco saling menunjukkan perhatian. Seperti saat Marco Hendak berbaring di atas tempat tidur untuk diperiksa, Tania dengan sigap menggandeng lengan Marco ke tempat tidur. Begitu juga dengan Marco yang berulang kali mengatakan agar Tania juga tidak mencemaskan keadaan dirinya.

Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan berdiskusi dengan dokter, akhirnya Tania dan juga Marco meninggalkan ruangan.

Arga yang menyadari jika ada yang keluar ia segera berlari kembali ke semak-semak untuk bersembunyi. Namun karena terlalu panik, ia sampai lupa meninggalkan salah satu sendalnya disana, sehingga dengan terpaksa ia hanya mengenakan satu sandal.

"Eh, ini sandal siapa?" tanya Marco yang kakinya tak sengaja menginjak sendal itu.

Tania melihat ke arah sandal itu yang dianggapnya familiar. Tania tak yakin jika itu adalah sandal Arga, karena tak mungkin merk yang ada di sandal itu hanya khusus untuk Arga seorang. Tania tak menghiraukannya dan mengajak Marco untuk pergi.

"Di rumah sakit besar seperti ini masih ada saja tingkah konyol seseorang yang meninggalkan sandalnya begitu saja," ucap Marco yang masih membahas keberadaan sandal tadi.

"Mungkin saja orang itu buru-buru," timpal Tania dengan santai.

"Tetap saja aneh, bukan?" Marco kembali berdecak heran dengan si pemilik sandal itu.

"Orang kaya pasti yang punya sandal itu, dari merk nya saja sudah bisa kita tahu." Imbuh Macro.

"Sudahlah, untuk apa kita bahas sandal itu Marco. Apakah kau suka dengan sandal itu?" goda Tania yang tidak mengerti mengapa Marco begitu tertarik membahas sebuah sandal.

"Ah, bukan begitu. Baiklah, sebaiknya aku ambil obat dulu,"

"Tidak, biar aku saja. Tunggulah disini," perintah Tania.

Marco mau tidak mau harus menuruti perintah Tania yang sangat protektif terhadap dirinya sejak ia menceritakan kondisinya. Sebenarnya Marco tidak ingin menceritakan hal itu pada Tania, hanya saja ia tidak bisa meski sudah berusaha untuk menyembunyikan dari Tania.

Xaviera sendiri yang merupakan kekasih sekaligus tunangannya tidak mengerti hal ini, Marco tidak ingin Xaviera sedih dan kepikiran sehingga akan menggangu konsentrasi pekerjaannya. Marco masih ingat saat dirinya kecelakaan ringan beberapa tahun lalu, Xaviera begitu mencemaskan keadaannya dan tidak hentinya menangis. Untuk itu Marco tidak memberi tahu Xaviera meski ia sendiri tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan kebenaran ini.

Ucapan Dokter Ameera masih terngiang di telinga Marco, dia harus segera melakukan operasi untuk pengangkatan ginjalnya yang sudah tidak berfungsi. Dirinya akan hidup hanya dengan satu ginjal, itu artinya dia tidak dapat menjadi pria sejati yang sesungguhnya. Marco mengacak rambutnya karena tidak bisa berpikir jernih, ia merasa bersalah pada Xaviera karena secara tidak langsung ia sudah mengecewakan gadis yang ia cintai karena akan sulit hidup dengan satu ginjal.

Dari kejauhan, Tania melihat Marco yang tampak tidak karuan. Dirinya tahu betul bagaimana perasaan Marco saat ini dengan keadaan yang ada. Tania tak bisa membohongi dirinya jika ia sendiri merasa sedih dengan keadaan Marco meski berusaha tegar di depannya. Tania hanya bisa berharap dirinya bisa selalu menemani Marco melewati masa sulitnya seperti saat ini.

***

"Hei! Siapa kamu!" teriak seorang satpam rumah sakit yang tidak sengaja melihat Arga tengah berada di semak-semak karena bersembunyi dari Marco juga Tania.

"Hau, Pak. Saya ...."

Belum sempat Arga menjelaskan, satpam itu sudah meringkuk nya dan membawa dengan paksa ke ruang satpam untuk dilakukan interogasi.

"Eh, apa-apaan ini! Saya orang baik-baik! Saya sedang mencari ...."

"Diam! Anda terlihat mencurigakan. Ikut saja ke ruangan dan jelaskan disana!" seru satpam itu tidak ingin mendengarkan penjelasan Arga terlebih dulu.

Arga tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan satpam itu untuk membawanya pergi. Dengan satu kaki telanjang membuat Arga tampak malu karena banyak yang melihatnya. Untungnya saja ia memakai masker dan kacamata serta topi.

Di ruangan satpam, Arga duduk disalah satu kursi dan langsung disuguhi begitu banyak pertanyaan. Ia menghela napas dalam-dalam. Ingin sekali ia marah dan menghajar para satpam itu namun ia tidak ingin membuat masalah agar Tania dan Marco tidak melihatnya disana.

Dengan terpaksa Arga menjawab satu persatu pertanyaan yang di lontarkan oleh Ketua satpam rumah sakit.

"Siapa Anda? Kenapa Anda begitu mencurigakan di sini!"

"Saya Arganata Fhad Dreakle, mungkin bisa di cek di website daftar businessman berpengaruh di sini." jawab Arga dengan santainya.

"Lalu apa yang Anda lakukan disini, Tuan?"

"Saya hanya berusaha mengikuti kekasih saya karena penasaran ia sedang bersama sahabatnya kesini, jadi saya ikuti dia dengan sembunyi-sembunyi." Arga menjelaskan.

Kepala Sekuriti itu tengah berpikir apakah yang di ucapkan Arga benar adanya atau sebuah alasan saja.

"Apa Bapak tidak yakin? Silahkan cek CCTV rumah sakit biar lebih jelas," ungkap Arga karena sudah mulai kesal dan bosan untuk tinggal berlama disana.

"Baik, kalau begitu saya akan cek dulu. Dan sementara Anda harus tetep berada disini."

"Apa?! Tidak! Aku mau pergi, lebih baik lepaskan saya sekarang atau saya akan membuat laporan jika sekuriti rumah sakit ini sudah bersiap tidak baik." Arga mengancam karena kesal.

Pikirannya masih tertuju pada Tania juga Marco yang sekarang entah dimana dan sedang apa. Arga benar-benar kesal harus berurusan dengan para sekuriti rumah sakit yang begitu menyebalkan. Tak ingin lebih lama lagi disana, Arga segera mengambil handphone di dalam saku jaketnya dan mencari nomor Rebecca.

Ia tidak tahu apa yang akan dikatakan Rebecca saat dirinya mengatakan apa yang tengah terjadi, bisa saja ia akan menjadi bahan olokan Rebecca karena ulahnya yang bodoh ini. Tapi Arga merasa tidak punya pilihan lain selain harus menelpon saudarinya itu dan meminta untuk datang menghampirinya.

Dua kali Arga menekan tombol panggilan ke nomor Rebecca, namun belum juga ada tanggapan. Arga sudah sangat kesal dengan ulah sekuriti yang menyebalkan itu justru bertambah kesal karena Rebecca tak kunjung menjawab panggilan telepon darinya.

"Ayo angkat Rebecca ... kau dimana ...." gumam Arga sendiri sambil memainkan jarinya di atas meja.

Kurang dari empat menit Arga menelpon Rebecca dan akhirnya dijawab setelah Arga merasa sudah putus asa dan berencana untuk membiarkan sekuriti ini melakukan sesuka hatinya.

["Halo, Arga. Ada apa?"] tanya Rebecca di ujung telepon dengan nada santai.

["Becca, cepatlah datang ke rumah sakit ujung jalan sebelum tempat kau melakukan gym. Aku butuh bantuan mu sekarang."] ucap Arga lalu seenaknya menutup telepon tanpa mengatakan lebih banyak lagi.

["Apa kau kecelakaan?! Ayo katakan!"] seru Rebecca yang sudah panik setelah mendengar jika Arga ada di rumah sakit tanpa mengatakan apapun.

Semua itu sengaja dilakukan Arga karena dirinya tahu betul bagaimana Rebecca. Jika tadi ia mengatakan yang sebenarnya pasti Rebecca akan tertawa dan justru akan membuat ia menunggu lama lagi karena Rebecca pasti sengaja mengulur waktu.

No Tears Left To Cry (SELESAI)Where stories live. Discover now