-¦- -¦- -¦- 1 -¦- -¦- -¦-

64 5 0
                                    


Sebelum baca, mau kasih tahu.

Kalau kalian mau baca cerita ini gue saranin buat baca cerita sebelumnya dulu.

How To Meet You.

Cerita ini bukan cerita sambungan.

Tapi ada beberapa Easter egg yang kalau kalian udah baca ceritanya sebelumnya makin menikmati cerita ini.

Tapi kalau mau tetep baca tanpa baca cerita sebelumnya juga ok ok aja karena emang nggak saling berhubungan.

Gitu aja.

Jadi, selamat membaca.

Jangan lupa komen, juga bintang.

Terima kasih.











Malam Jakarta tidak pernah berubah, tengah malam hampir menyapa. Namun, kendaraan masih ramai sibuk berlalu lalang. Bahkan terkadang macet di beberapa perempatan lampu merah. Klakson dan asap knalpot seperti hampir tidak pernah libur dari kehadirannya. Menambah polusi udara untuk malam yang indah ini.

Di salah satu halte bus di Pusat, keadaannya agak gelap, hanya lampu dari tiang listrik remang-remang yang menerangi. Pohon mahoni dan beringin juga tumbuh begitu besar dan lebat membuat tempat itu jadi lumayan agak horor. Beberapa bagiannya telah rusak, kursinya tidak sepenuhnya utuh. Satu-satunya bangku yang masih sempurna telah mendapatkan aksi vandalisme dari cat semprot. Itu juga berlaku untuk tiang dan juga atapnya. Ada dua orang yang masih berdiri menunggu kendaraan umum.

Saat metro datang menjemput mereka, tempat itu kemudian  kosong untuk beberapa menit. Sampai seorang gadis yang berjalan dari arah kanan, berhenti di sana, dia menggendong tas di punggung bersama ponsel di tangannya. Dia sebenarnya sempat ingin mengambil satu-satunya tempat duduk yang masih utuh tapi keadaannya telah kotor penuh debu dan genangan air hujan. Itu membuatnya berdecak kesal.

Terpaksa berdiri menunggu metro berikutnya yang entah berapa lama. Ponselnya berbunyi, itu sebuah pesan.

"Kata Bapak lo, lo belum balik?"

Gadis itu diam sebentar, seringai di bibirnya muncul. "Iya, gue habis dari rumah si Acha ngerjain tugas. Niatnya mau nginep tapi besok sekolah. Jemput gue dong! Gue di halte mangga, nih!"

"Apa untungnya buat gue!"

"Sialan lo!"

Dia berdecak kesal. Mencoba melupakan luapan emosi yang sempat meludak. Di malam itu, hanya kendaraan yang menjadi pemandangannya. Dia menghela napas, entah untuk apa tapi senyuman muncul di bibirnya. Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara yang sebenarnya tidak begitu segar untuk malam di Jakarta Pusat. Tapi entah kenapa itu membuatnya tenang.

Saat keadaan sunyi itu, telinganya mendengar suara gesekan dari sebelah kirinya. Langkah kaki sepatu itu jelas mendekat, perlahan dia menoleh. Mendapati seorang laki-laki berdiri tidak jauh darinya. Dia tengah fokus pada ponselnya sesekali permennya dia kulum dan melumuri bibirnya. Itu agak cangung, walau sebenarnya dia sepertinya tidak menyadari kehadirannya. Tempat itu memang gelap, tapi matanya jelas melihat dia laki-laki yang cukup tampan.

Gadis itu membuang mukanya cepat-cepat sebelum timbul kesalahpahaman. Dia juga tanpa alasan kembali mengeluarkan ponselnya untuk alasan yang tidak pernah ada. Toh, kenyataannya dia hanya menggeser menu utama pada layarnya dan berakhir pada aksi yang sangat bodoh.

How To Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang