-¦- -¦- -¦- 37 -¦- -¦- -¦-

15 2 0
                                    

Pendy mencuat dari sebuah tiang listrik, lalu tidak lama Akmal di atasnya. Melihat ke depan dengan mata memincing mereka. Akmal membuat kedua tangannya seperti teropong. Penasaran.

"Cowok mana tuh?" tanya Pendy. Akmal mengabaikannya masih sibuk melihat dari teropong tangannya. Tidak sadar Rizal tiba-tiba datang dari belakang. Masih santai meneguk minuman dinginnya. Ikut melihat ke arah mana mereka melihat. Pendy melirik, berdesis kesal, menarik Rizal dekat untuk bersembunyi. "Tar ketahuan!"

Rizal menepis tangan Pendy sebal. Minumannya jadi tumpah sedikit. "Nggak bakalan ketahuan, anjir!" katanya. Menggerutu kesal. Dia merogoh ponselnya, melakukan panggilan. "Gue telfon si Wahyu, deh."

Akmal menjentikkan jarinya. "Bagus!"

Saat ini mereka berdua tengah bersembunyi di salah satu tiang listrik, di sekitar mereka ramai. Jelas, ini pasar malam. Aneh malah kalau tidak penuh dengan lautan manusia. Sebelumnya mereka bertiga iseng untuk pergi ke pasar malam. Katanya si, Rizal mau membeli celana jeans. Jadi, mereka mengitari pasar malam. Tapi saat melewati jalanan pasar malam dekat puskesmas, mereka malah melihat satu pasangan tidak asing. Tidak, sebenarnya hanya satu. Itu Fifi. Bersama satu cowok asing. Bermain lempar gelang.

Jelas langsung menjadi detektif dadakan.

"Halo! Yu? Lo dimana?" tanya Rizal. Pendy dan Akmal masih memantau mereka.

Sementara itu, Wahyu yang memang ada di sebelah sana, hanya berdiri melihat Fifi tengah asik sendiri bermain. Tersenyum ke arah gadis itu, tapi berdesis pada Rizal di telfon. "Kenapa?" katanya kesal. "Lo kayanya dimana-mana ganguin gue mulu."

Rizal membesarkan volume panggilan agar Pendy dan Akmal mendengar percakapan mereka. "Si Fifi lagi jalan ama cowok!" pekik Pendy. "Di pasar malem deket puskesmas."

Wahyu menjauhkan ponselnya risih. Mengumpat tanpa suara. Telinganya hampir tuli jika dia tidak sigap. Akmal menyambar. "Iya, lagi berduaan. Main lempar gelang!"

Wahyu mengerutkan dahinya. Aneh saja, maksudnya dia lihat dengan jelas Fifi ada di hadapannya tengah senang tersenyum. Sibuk bermain sendiri di sana. Tapi kenapa tiga temannya ini bilang gadis ini sedang kencan bersama cowok? Dia kemudian sadar, sadar dia belum mengatakan hari ini dia kencan dengan Fifi. Tahu temannya memang sangat menjunjung tinggi solidaritas dan sangat mendukung dirinya untuk mendapatkan Fifi. Tapi kadang mereka itu agak berlebihan.

"Oh, lo pada lagi dimana?" tanya Wahyu.

"Deket tiang listrik sebelah puskesmas." balas Rizal. "Cepet ke sini, dah, ntar nyesel di ambil orang."

Wahyu menghela napas. Tahu dimana lokasi tiga temannya itu, jelas arah belakangnya. Iseng, dia mengusap kepala Fifi untuk mengerjai temannya itu. "Cowoknya pake baju item?" tanya Wahyu.

Pendy menanggapi dengan antusias. "Iya, pake baju item. Anjing, pake pegang kepala segala lagi."

"Tahu, udah cepet ke sini. Cowoknya jelek, item lagi, pantes di tampol." sahut Akmal.

Wahyu sudah lelah, sebal kencannya di ganggu. Dia menoleh ke belakang langsung lurus tepat pada mereka di sana. Melesatkan tatapan kesalnya. "Gue yang lagi sama Fifi!" katanya dingin. Dia menangkat kepalan tangannya, mengkodekan dari tempatnya yang cukup jauh bahwa itu dia. Dan dia kesal. "Lo pada mau gue hajar satu-satu, ya?"

Pendy, Akmal dan Rizal jelas terkejut bukan main. Langsung canggung harus membalas apa. "Ehe, kirain siapa, ya?" kata Akmal.

"Gue jelek?" tanya Wahyu tersinggung. Dia berdecak pinggang, bertanya dengan nada dinginnya. Memincingkan matanya setajam mungkin agar sampai ke tempat tiga temannya itu. "Item?"

How To Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang