7. Pasrah Kana

8.9K 1.1K 57
                                    

Hidup Kana sungguh berubah sekarang. Dia sendiri bingung menjalani hari-harinya ke depan. Meskipun Mulyani, Mama Raka sudah kembali ke Bekasi, Kana tetap saja tidak disarankan untuk sering-sering ke luar dari kamarnya, apalagi ke ruang tamu. Mamanya menyuruhnya agar tetap di belakang saja bersama Uwak Ita. Jika ingin ke luar rumah, Kana harus lewat belakang. Jika tidak, Mama akan marah besar.

Kana pasrah. Dia menurut saja.

Sebenarnya, Kana ingin sekali meneruskan sekolahnya. Tapi mamanya tidak menghendakinya bersekolah. Asih pikir percuma menyekolahkan Kana, karena sekolah tidak akan menjamin masa depan Kana. Kana sebaiknya bekerja saja dan dia bisa mendapatkan uang. Mau kerja kantoran kalo lulus sekolah? Mana ada yang nerima kamu gendut item jelek begini. Mending bantu-bantu bersih-bersih aja di rumah orang. Kamu kan rajin bersih-bersih, begitu ungkap mamanya.

Asih menganggap bahwa Kana adalah beban hidupnya. Jadi sebaiknya 'diuangkan' saja sedari sekarang. Toh, siapa yang mau menghendaki atau ingin menikahi Kana nanti? Tidak akan ada, karena dia buruk rupa. Kana tentu akan selama-lamanya hidup dengan dirinya dan terus menjadi beban pikiran. Asih pikir keadaan Kana sekarang sebaiknya dimanfaatkan saja. Kana juga tidak pernah menolak permintaannya.

Dan Kana tidak tahu jalan pikiran mamanya yang sebenarnya. Meski dia sadari mamanya tidak pernah menyukainya, Kana tidak pernah berpikir menentangnya. Kana malah berharap dengan dia bekerja dan menghasilkan uang, sikap mamanya akan berubah menyayanginya.

Kana memang sabar. Dia pun tidak pernah iri dengan keberuntungan yang dimiliki kakaknya. Kana justru senang dan bahagia jika kakaknya mendapatkan kebahagiaan.

"Jadi besok kamu mulai kerja, Kana?" tanya Uwak Ita ketika Kana sedang membereskan tempat tidurnya.

"Iya, Wak. Aku diterima kerja di warteg pasar. Di sana lagi butuh tukang bersih-bersih dapur dan WC,"

"Oh,"

Uwak Ita amati wajah Kana yang tampak tidak semangat.

"Yang sabar, Kana,"

"Aku justru senang. Setidaknya aku pasti akan punya pengalaman baru ... juga teman baru,"

Uwak hela napas panjang. Dia tidak yakin ada yang mau berteman dengan Kana. Di sekolah saja Kana selalu sendiri. Anak-anak tetangga juga tidak ada yang mau bermain dengannya. Tapi Kana tidak pernah sedih atau menangisi keadaannya.

"Kalo nggak ada temen?" tanya Uwak Ita hati-hati.

"Ya nggak papa. Aku biasa nggak punya temen kok. Teman aku Uwak Ita," tanggap Kana santai.

Uwak Ita tertawa kecil.

"Uwak kok temen. Uwak ini orang tua kamu juga,"

"Yah ... temen jugalah," kekeh Kana dengan senyum manisnya.

Uwak Ita terpana melihat senyum manis Kana. Matanya tersita ke gigi Kana yang sangat rapi lagi bersih.

"Kamu kalo sekali senyum ... manis kayak gula," puji Uwak Ita sungguh-sungguh.

"Haha. Uwak bisa aja muji...,"

"Uwak serius. Kamu kan nggak pernah senyum. Mungkin karena nggak ada yang bikin kamu senyum. Padahal kalo kamu senyum begini, pasti ada yang suka,"

Kana menggeleng. Uwak Ita berlebihan menurutnya.

"Aku ke kamar mandi dulu ya, Wak?" ujar Kana setelah kamar dirapikan olehnya.

Uwak Ita mengangguk.

Kana ambil handuk besar yang tergantung di sisi luar lemari bajunya dan meletakkannya ke bahunya. Lalu bergegas ke luar dari kamar.

Ternyata ada orang yang sedang mandi di dalam kamar mandi. Kana pun harus menunggu.

Kana duduk di kursi makan sambil minum air hangat.

Kana lega, suara gemericik air sudah tidak terdengar lagi dari kamar mandi, pertanda orang yang ada di dalam kamar mandi akan segera ke luar. Kana tidak perlu menunggu lama.

Tak lama kemudian, Uwak Ita muncul dari kamar. Dia sedikit heran melihat Kana masih saja duduk di kursi makan.

"Masih ada orang, Wak," ujar Kana yang tahu Uwak akan mempertanyakannya.

"Oh. Siapa?"

Kana menggeleng dengan bibir mencebik.

Dan pintu kamar mandi pun dibuka.

Kana terperanjat. Ternyata yang sedang mandi di dalam kamar mandi tadi adalah Raka, suami Yuna.

Raka tampak sehabis keramas. Dia usap-usap rambutnya dengan handuk kecil sembari menatap heran ke arah Kana.

"Kamu siapa?" tanyanya. Tatapannya tajam ke Kana.

Kana terdiam. Dia menoleh ke arah Uwak Ita yang juga setengah terkejut.

"Oh. Ini anak saya, Raka," jawab Uwak Ita cepat. Dia usap-usap lengan Kana sambil mengamati Raka yang melangkah menuju ruang depan.

Tampak dahi Raka mengernyit, seolah memikirkan sesuatu.

____

Kana mempertanyakan alasan Uwak menyebutnya sebagai anaknya setelah mandi dan rapi.

"Yang keluarga Raka tau bahwa kakakmu itu adalah anak tunggal. Kamu emang nggak diaku,"

Kana hela napas panjang. Jengkel dengan sikap Mama dan kakaknya. Kana juga sebal dengan sikap acuh tak acuh papanya. Mereka sudah keterlaluan.

"Sabar ...." Uwak Ita tatap sedih wajah pasrah Kana.

"Iya, Uwak. Mau bagaimana lagi. Aku nggak pernah didengar dan diharapkan,"

Uwak Ita ikut menyesalkan sikap keluarga Kana.

"Uwak dulu juga pernah kesal sama kamu, Kana. Uwak minta maaf,"

"Sudah, Wak. Nggak papa,"

"Uwak ngerti Uwak terhasud kata-kata orang-orang yang nggak suka kamu. Kamu yang malas ... yang bikin kesal orang. Padahal Uwak aja nggak ngerti juga kenapa Uwak nggak pernah suka kamu ... kecuali sekarang. Kamu nyatanya baik dan manis, rajin dan pembersih...."

Kana tersenyum tipis, senang dengan Uwak Ita yang berubah baik dan tidak ketus lagi di hadapannya. Sebenarnya Kana tidak mengharapkan Uwak Ita berbuah baik. Kana hanya berbuat sewajarnya saja dan tidak ingin orang lain merasa risih di dekatnya.

_____

***

Keesokan paginya, Kana sudah berdandan rapi. Uwak Ita membelikannya baju baru.

"Kamu tuh cantik, Kana. Kalo dandan juga cantik kayak Yuna," puji Uwak Ita sambil memperbaiki kerah baju yang dipakai Kana pagi ini.

"Haha, Uwak Ita lebay deh. Gendut begini, item begini kok dibilang cantik Mana hidungku pesek,"

"Jangan rendah diri begitu. Kamu tuh masih muda. Empat belas tahun. Uwak punya adik di Pandeglang waktu SMP jelek dan gendut kayak kamu begini,"

Kana tertawa kecil. Tidak masalah bagi Kana Uwak Ita mengejeknya. Baginya kata-kata Uwak Ita adalah kata sayang untuk dirinya.

"Sekarang beeeeh, cantiknyaaa. Sejak kawin sama pengusaha barang bangunan, dia rajin bantu suami sampe jadi kaya. Dia rajin perawatan dan cantik. Tapi tetep gendut. Dia bilang suaminya seneng dia gendut, lebih empuk,"

Kana tertawa lagi. Uwak Ita senang bisa membuat Kana tertawa. Selama ini Kana tidak pernah tertawa atau tersenyum. Kana terlihat lebih cantik jika tersenyum dan tertawa.

"Sudah. Gih sana. Mama kamu pasti sudah menunggu di depan."

Kana langsung mencium punggung tangan Uwak Ita.

"Yang rajin kamu kerjanya,"

"Iya, Wak,"

"Nanti Uwak bantu ngomongin ke Mama kamu untuk menyisihkan uang untuk jajan kamu. Trus kamu tabung saja. Uwak kan ada kiriman tiap bulan dari adik Uwak, nanti Uwak sisihkan untuk jajan kamu,"

"Iya, Wak. Makasih banyak,"

Uwak Ita terpana melihat Kana ke luar dari kamar. Segala doa dia ucapkan untuk Kana.

______

KANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang