Bab 40

9.8K 799 126
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

***

“Kamu apa-apaan sih, Mecca?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Kamu apa-apaan sih, Mecca?”

Ustadzah Salma muncul dibelakang Laila sehingga bisa langsung menahan tubuh Laila sehingga tidak sampai jatuh ke tanah.

“U—ustadzah,” gugup Mecca.

“Sahabat macam apa kamu ini, Mecca? Kalau saya jadi Laila, saya tidak sudi punya sahabat seperti kamu ini. Nggak tahu diri,” ketus ustadzah Salma.

“Ustadzah tidak usah ikut campur,” tegas Mecca.

“Jadi seperti itu cara kamu berbicara pada orang yang lebih tua dari kamu? Apa kamu tidak belajar sopan santun, apa kamu tidak tahu caranya menghargai yang lebih tua dari kamu?”

“Drama,” gumam Mecca kesal.

Ustadzah Salma memilih mengabaikan Mecca, ia fokus pada Laila. Ustadzah Salma membantu Laila berdiri dengan benar.

“Ning nggak papa?”

“Saya tidak papa, ustadzah. Syukron sudah menolong saya,” jawab Laila.

Ustadzah Salma tersenyum.

“Sama-sama,” balas ustadzah Salma. “Mendingan Ning balik aja ke Ndalem, di sini nggak aman. Ini juga udah mau masuk maghrib, Ning.”

“Baik, ustadzah. Saya permisi kalau begitu, assalamualaikum.”

“Waalaikumus salaam,” jawab ustadzah Salma.

Laila berlalu tanpa mengatakan apapun pada Mecca. Ustadzah Salma yang melihat itu malah tersenyum sinis menatap Mecca.

“Cewek kok mainnya kasar, udah kalah saing ya? Ups, pantes bawaannya emosi mulu? Nyalahin orang mulu padahal dia sendiri yang salah, puncak komedi bestie.” Ustadzah Salma tertawa melihat wajah kesal Mecca.

“Sepertinya saya tidak perlu melakukan apapun untuk mengusik kamu karena kamu sendiri sudah terusik dengan Laila padahal dia nggak tahu apapun. Apa kamu tahu perbedaan langit dan bumi seperti itulah kamu dan Laila. Lihatlah Laila, dia satu-satunya cucu perempuan Kyai Mansur, seorang Ning, paham agama. Dia penyabar, selalu ikhlas atas segala takdirnya. Apa kamu mampu jadi seperti Ning Laila? Untuk bersaing dengannya kamu harus setara sama dia baru akan adil.”

Mecca mengepalkan tangannya mendengar ucapan ustadzah Salma. Mengapa semua orang hanya melirik ke arah Laila.

“Nggak usah gitu juga mukanya, mending sekarang kamu beresin kamar kamu karena sebentar lagi maghrib. Saya permisi,” pamit ustadzah Salma.

Sujud Terakhir [End]Where stories live. Discover now