Bab 10 : Demi Semuanya

38 5 0
                                    

Bima baru saja sampai di cafe ketika dilihatnya Langit tengah sibuk menyiapkan enam gelas karton kopi panas yang siap diantar. "Pesanan online?" Tanyanya seraya memandang sekeliling ruangan cafe yang masih kosong.

Langit menggeleng. "Lu kan, nyuruh gue naikin omzet? Ini gue mau kirim-kirimin!" Sahutnya.

Bima mengangkat alisnya. "Tapi kan, kita gak ada delivery sendiri, Lang? Terus bayarnya nanti gimana?"

"Lu cek tuh, saldo e-wallet. Udah bayar semua. Tinggal antar. Ok?" Dengan cepat Langit pun menghilang dari hadapan Bima yang tersenyum senang. Ia tak menyangka marketing Langit akan secepat itu terlihat hasilnya.

Langit kembali dengan wajah sumringah. Ditunjukannya sebuah bungkusan plastik di tangannya. "Rejeki anak soleh! Ada yang ngasih sarapan," ujarnya. Dibukanya bungkusan itu di hadapan Bima. "Pisang goreng krispi!" Serunya senang.

"Berapa orang yang udah lu rayu?"

Langit melebarkan jemari tangannya sambil menghitung. "Lumayan!" Sahutnya, yang disambut Bima dengan tawa.

"Lu gak tawarin roti sekalian?" Tanya Bima lagi, seraya mengeluarkan tumpukan roti dari dalam boks dan menatanya di dalam etalase.

"Yah, telat Mas!" Sahut Langit. Lalu beranjak dari duduknya dan membantu Bima. "Tumben Mas, telat datang?" Tanyanya.

"Kesiangan," sahut Bima tanpa menoleh.

Dan Langit pun tak bertanya lagi. Ia tahu Mas Bima tidak suka ia terlalu banyak bertanya tentang dirinya.

"Selamat pagi semua!" Sebuah suara mengejutkan mereka berdua. Malia sudah berdiri di depan konter sambil tersenyum manis.

"Hai!" sapa Langit ramah sambil menyunggingkan senyum lebar.

Bima memandang Langit dengan bingung. "Pagi, Malia!" Sapanya.

"Mau kopi?" Tanya Langit, yang dijawab Malia dengan sebuah anggukan.

"Hot latte," sahut Malia lalu berjalan ke arah meja di sudut ruangan. Meja pavoritnya.

Bima masih memandang Langit dengan bingung. Ditunggunya sampai Langit selesai membuat kopi dan mengantarnya ke meja Malia.

"Ok. Sekarang lu cerita ke gue!" Ucapnya dengan suara hampir berbisik. Ditariknya Langit ke sudut konter.

Langit tersenyum. "Yaah, orang kan, bisa berubah Mas," sahutnya santai.

"Ya, gak secepat itu juga. Udah lu jangan ngelak. Ini ada hubungannya sama kedatangan Pak Subagja kemarin, kan?" Kejar Bima.

Langit menghela nafas panjangnya. Lalu mengangguk.

"Lu ditawarin apaan?" Tanya Bima lagi.

"Nanti aja lah, Mas ceritanya. Complicated," jawab Langit dengan enggan sambil kembali menyusun roti ke dalam etalase.

Bima menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu masuk ke ruang kerja kecilnya yang terletak di belakang konter. Tempatnya berkutat di depan laptop jika tak sedang melayani pelanggan.

Malia tak henti memandangi Langit dari kejauhan sambil sesekali melempar senyum. Terkadang wajahnya terlihat tak suka saat ada pelanggan wanita yang datang menggoda Langit. Malia melihat jam tangannya. Sebentar lagi waktu istirahat tiba.

"Istirahat?" Tanya Malia melihat Langit melepas apron, lalu menghampirinya. Langit mengangguk lalu duduk di hadapannya.

"Yuk!" Malia langsung beranjak bangun, lalu menarik tangan Langit.

Di Balik Rahasia LangitDonde viven las historias. Descúbrelo ahora