#6. Agustusan (1)

145 22 9
                                    

Pagi itu, kulihat Juni lagi masangin tali rapia ke kerupuk di pos kamling, kebetulan pos kamling di sini bersebrangan dengan lapangan yang biasa dipakai buat perlombaan Agustusan. Rumputnya lagi botak, biasanya lapangan ini penuh rumput-rumput pendek.

Aku berdiri diseberang Juni. Dia pakai kaos merah dengan pita merah juga di kunciran rambutnya. Iya, rambutnya diiket. Dia pakai celana jeans se-lutut yang pernah waktu itu dia pake dan cerita kalau itu celana bapaknya dulu waktu pemuda.

Sampai hari ini aku dan Juni masih gak saling sapa dan bicara. Aku mau memberanikan diri ah deketin dia lagi,

"Juni, masih marah?"

"Siapa yang marah?" jawabnya, tapi gak nengok!

"Kamu."

"Marah ke siapa?"

"Ke aku." kataku.

"Yang marah siapa?" katanya.

"Kamu!" kataku, dia kok jadi blekok ya.

"Aku dimarahin siapa?" katanya, malah balik nanya kumaha ieu teh.
gimana sih.

"Ya gak tau atuh! Bukan kamu! Aku!" jelasku agak kenceng, soalnya sebel!

"Kamu marah ke siapa?" tanyanya lagi.

"ARRRGHHH! Tonjokin aja aku, Jun." kataku.

Dia masih fokus dengan kerupuk-kerupuk, tanpa sekalipun melirik aku.

"Oh." KATANYA.

"Juni, aku minta maaf atuh. Aku gak tau kamu kenapa."

"Ya," jawabnya. "Tapi aku mau sebatang" lanjutnya.

"Kamu ngerokok?"

Juni naruh jari telunjuk di bibirnya dan pergi ke belakang pos kamling. Dia mohon-mohon ingin cobain sebatang, aku sampai betulan marah karena aku gak mau dia ikutan merokok kalau sebelumnya saja enggak. Aku aja susah mau berhenti, Juni malah ingin coba.

"Tuh kan, udah jangan." kataku, pada akhirnya kukasih dia kesempatan sekali hisap aja dari rokok yang sudah kunyalakan.

Juni masih batuk-batuk. Dia mau coba rokok katanya, alesannya karena lihat aku ngerokok. Kita melipir ke belakang pos kamling yang langsung berhadapan dengan kebon.

"Aku dulu pernah liat Mamah hampir diapa-apain tau, aku masih kelas 5 SD hahahah." katanya tiba-tiba.

Aku bingung, lalu kaget karena menebak-nebak. Sampai rasanya mau ngomong pun aku gak bisa. Nada bicaranya Juni dibuat santai, tapi aku tau kejadian itu pasti menyakitkan buat Juni dan keluarganya.

"Rumah aku yang dulu pernah dirampok, dan ya gitu. Si anjing hampir gitu ke Mamah, kalo Bapak gak dateng mungkin aku udah-"

"Juni-"

"-tapi juga seandainya aku gak keluar kamar, Bapak mungkin gak bakal ditusuk."

"..."

"Jadi gitu, Den. Aku emang takut sama laki-laki."

#

"Semuanya udah?"

"Udah, sok."

"Oke." jawab Aril.

Hari ini dia jadi MC Agustusan, yang pegang mic dan ngumumin nama anak-anak yang ikut perlombaan.

"Lomba tangkap belut. Rina, Rani, Dafa-"

"Dafa gak jadi!"

"Oh berarti ganti, Andi..."

Kira-kira begitu suasananya. Hari ini Aril berseka, kemarin sore begini;

"Den, anteur ah cukur buuk."
Den, anter ah potong rambut.

Kalau di desaku memang acara begini dijadikan ajang gaya-gayaan, semua pemuda dan gadis berusaha tampil ganteng dan cantik. Kalau aku gak perlu, karena gak ngapa-ngapain juga udah ganteng.

"Den, kamu kenal gak itu siapa?" tanya Juni, sambil mengarahkan matanya ke salah satu pemuda entah dari RW mana, aku sering lihat mukanya tapi gak kenal.

Siang itu aku dan Juni sedang di tenda jualan milik panitia Agustusan, kita jual es teh manis, lalu kopi, susu, dan semacamnya.

"Enggak, kenapa emang?" tanyaku.

"Dia ngajak kenalan, tapi tadi tangan aku langsung diambil gitu buat salaman." jelas Juni.

Aku sebenarnya bisa lihat kalau Juni gak nyaman bahkan kayak takut. Gak lama, laki-laki itu lihat aku, kebetulan juga aku lagi lihat muka nya. Eh, dia malah senyum dan ngangguk. Gak kubalas, aku lagi mikir.

"Den, aku mau terus jaga di sini aja, aku gak mau kemana-mana."

"Iya, nanti aku bilangin ke yang lain."

"Tapi malu, nanti dikiranya aku gak mau kerja."

"Enggak lah, kan kerupuk tadi kamu semua yang masangin, udah gak apa-apa, aku yang bilang."

"Tapi aku maunya disini sama kamu, Den."

"Bogoh nya ka aing?" tanyaku, usil-usil serius.
Suka ya sama gue?

Juni gak ngejawab lagi, cuma mendelik.

#

Gak kerasa, hari itu tiba-tiba sudah sore. Juni sudah akrab dengan anak-anak disini, yang jadi panitia Agustusan. Juni sudah akrab juga dengan teman-temanku yang pernah nyautin dia kalau lewat, tapi entah kenapa teman-temanku gak ricuh kayak waktu itu. Juni gak terlihat terganggu sama teman-temanku sekarang.

"Den,"

Aku balik badan, Teh Widi baru saja noel bahuku. Aku baru selesai jadi wasit perlombaan sepak bola pemuda.

"Iya, Teh?"

"Anter ambil buku yuk ke rumah, aku lupa." katanya.

"Oh, hayu."



















Halo, lama gak berjumpa <3 semoga baik-baik saja dimanapun berada. Panasea 1997 update setiap hari mulai hari ini, tagih aja kalau belum up habis maghrib hahaha.

 Panasea 1997 update setiap hari mulai hari ini, tagih aja kalau belum up habis maghrib hahaha

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
PANASEA 1997Where stories live. Discover now